Part 15

Deasy sedang kesal dengan mamanya, karena itu hari ini dia memilih minggat ke rumah Thalita. Di rumah Thalita, Deasy merasa dianggap sebagai seorang anak daripada di rumahnya sendiri.

Mama Deasy seorang pembisnis, demikian juga dengan papanya. Keduanya sering pergi ke luar kota atau juga ke luar negeri, membuat keduanya sangat jarang bertemu Deasy anak semata wayang mereka.

Itu sebabnya Deasy lebih senang di rumah Thalita. Papa Thalita seorang pegawai kantor yang bekerja di pagi hari dan pulang ke rumah saat hari menjelang sore. Papa Thalita punya cukup waktu untuk bersama dengan keluarganya.

Mama Thalita juga seorang ibu rumah tangga yang tidak berkarier di luar rumah. Mama Thalita membuka usaha catering yang dibantu dua orang asisten. Terkadang Deasy malah menawarkan diri untuk membantu, daripada gabut di rumah.

"Lho? Kok bawa koper segala? Kamu mau minggat?" tanya Thalita yang sedang asyik melipat kardus untuk tempat nasi di teras samping.

"Iya, Tha. Aku habis berantem sama Mama, makanya aku pilih minggat aja." Deasy meletakkan kopernya dan mulai membantu Thalita melipat kardus nasi.

"Berantem apalagi kamu sama mamamu? Heran deh, kalian ini kayak bukan ibu dan anak kandung, lebih mirip ibu dan anak tiri. Beranteeem mulu kalau ketemu."

"Ya mau gimana, Tha? Mama itu suka ngelarang ini suka ngelarang itu! Gak boleh begini, gak boleh begitu! Pulang sekolah harus langsung pulang, gak boleh ngelayap. Tapi sendirinya, gak pernah ada di rumah. Bosen kan, Tha?" Deasy mengungkapkan uneg-uneg di hatinya yang sudah ribuan kali didengar Thalita.

"Mananya juga orang tua, Des, pasti khawatir kalau anak gadisnya kenapa-napa. Mamaku juga kan kayak gitu toh?"

"Mama kamu gak gitu loh, Tha. Gak pernah tuh ku lihat mamamu ngomel. Apa kita tukeran mama aja ya, Tha? Kayaknya kamu lebih cocok jadi anak mamaku, daripada aku."

Thalita jadi semakin kesal. Selama ini mamanya memang kelihatan lebih akrab dengan Deasy, malah kadang Thalita yang merasa jadi anak tiri. Tentu saja mama Thalita tak pernah ngomel pada Deasy, kalau ke anaknya ya beda lagi. Pagi, siang, sore dan malam tak pernah berhenti ngomel.

"Mamaku gak punya banyak duit kayak mamamu loh, nanti kamu gak bisa shopping," kata Thalita sambil tersenyum miring.

"Gapapa lah, Tha. Daripada nih ya, mamanya cuma ngasih banyak duit, tapi gak pernah ketemu sama anaknya. Tau gak, aku sampai pernah menduga, aku ini anaknya Mbak Winda hasil selingkuh sama Mang Dhika loh. Saking apa tuh? Karena aku lebih sering ketemu Mbak Winda daripada ketemu Mama."

"Ngawur kamu itu, Des! Ya masa kamu anaknya Mbak Winda? Kalian itu cuma beda empat belas tahunan keles, ya kali emak sama anak."

"Empat belas tahun juga udah bisa beranak kok. Coba aja kalau gak percaya! Bikin anak sana sama si Kristian cowokmu itu, tar pasti jadi."

Thalita hanya mendengkus kesal. Berdebat dengan Deasy yang sedang galau setelah bertengkar dengan mamanya tak akan ada putusnya, bisa panjang seperti kereta api. Karena itu, Thalita memilih melanjutkan tugasnya, melipat kardus nasi.

Deasy juga memilih diam, gadis itu tahu Thalita sedang tak ingin mendengar dia curhat. Mereka yang sudah bersahabat hampir lima tahun terakhir, sudah memahami sifat masing-masing.

"Betewe, aku nitip koper ya, Tha! Suntuk banget aku, mau jalan-jalan aja," kata Deasy setelah membantu Thalita sampai selesai.

"Jalan-jalan ke mana? Kok aku gak kamu ajak sih?" tanya Thalita.

"Aku gak mau ya, diemut mama kamu karena ngajakin anaknya kabur, mending juga jalan sendiri. Kamu bantuin mama kamu aja, bikin pesanan nasi kotak!"

"Loh? Tadi katanya mau tukar mama? Gak jadi?" tanya Thalita pura-pura bego.

Deasy pergi sambil menghentakkan kaki, Thalita yang melihatnya jadi cekikikan. Tak mungkin bagi gadis seperti Deasy bisa jauh dengan yang namanya mall, jalan-jalan, wisata kuliner, pergi ke salon dan tentu saja, shopping. Jadi tadi yang katanya mau tukar mama, pasti hanya basa-basi semata.

Thalita pergi ke dapur untuk membantu mamanya memasak untuk isian nasi box, sementara itu Deasy berjalan ke jalan besar di depan rumah Thalita untuk mencari taksi. Kali ini Deasy sengaja tak memesan taksi online, karena dia hanya ingin jalan-jalan dan tak sedang buru-buru.

Deasy sedang berdiri di tempat teduh, di bawah pohon depan rumah Thalita, ketika sebuah mobil sport warna hitam berhenti di depannya.

"Nunggu siapa, Des?" tanya pengemudi mobil setelah menurunkan kaca.

"Eh, Bang Moses. Lagi nunggu taksi nih, Bang."

"Memangnya kamu mau ke mana?"

"Mau jalan-jalan aja sih, boring di rumah mulu. Tadinya mau ngajak Thalita tapi dia lagi sibuk bantuin mamanya masak buat nasi kotak. Jadi aku mau jalan-jalan sendiri aja, Bang."

"Kalau begitu, yuk naik! Abang temani kamu jalan-jalan. Abang juga lagi boring, urusan di kantor bikin kepala mumet. Mending refresing aja deh, biar besok lebih fres pikirannya buat ngantor lagi," ajak Moses.

"Serius, Bang?" tanya Deasy dengan wajah berbinar.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Deasy yang selama ini menyesal karena tak berani minta nomor Moses lebih dulu, sekarang setelah bertemu secara tak sengaja malah ditemani jalan-jalan. Seperti mendapat durian runtuh, mungkin itu pepatah yang paling tepat untuk Deasy sekarang ini.

"Serius dong, Cantik. Ayok deh cepetan, sebelum Abang berubah pikiran loh ini!"

Bergegas Deasy naik ke mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh Moses. Senyum lebar masih menghiasi bibir gadis itu ketika sudah duduk manis di mobil yang mulai melaju pelan.

"Tapi kita ke rumah Abang dulu ya, Des. Abang mau ganti baju dulu. Masa baju yang udah dipakai seharian di kantor, mau dipakai jalan-jalan. Tar kamu malah pingsan karena bau keringat Abang kan gak lucu, hahaha."

"Rumahnya Abang di mana emang? Jauh gak dari sini?"

"Deket kok, tuh di Jalan Baronang. Gak sampai sepuluh menit juga sampai. Tar tunggu ya, Abang mandi sebentar!"

Waduh gawat, diajak mampir ke rumah cowok yang disukai nih. Rasanya ngeri-ngeri sedap aja, gimana nanti bersikap di depan calon mertua ya, batin Deasy.

Tak sengaja senyum merekah di bibir Deasy karena pemikirannya yang konyol. Bisa-bisanya berpikir calon mertua, kenal sama Moses juga belum lama.

"Kok senyum-senyum gitu? Jangan bilang kamu lagi mikir aneh-aneh ya, Des! Takut Abang melihat senyummu," kata Moses.

"Eng-enggak kok, Bang. Deasy gak ada mikir aneh-aneh. Deasy lagi senang aja, meski pun Thalita menolak diajak jalan, ternyata ada Bang Moses yang mau temani Deasy," elak gadis itu.

"Beneran gak mikir aneh-aneh? Abang lihat wajahmu mes*m gitu kok waktu Abang bilang mau mampir ke rumah dulu, hahahah."

"Ih, Abang ngarang! Mana ada Deasy mikir kayak gitu," protes Deasy.

Moses hanya tertawa, ketika Deasy menghujani pinggannya dengan cubitan. Dengan cekatan Moses membelokkan mobil, ketika sampai di depan gerbang rumahnya.

"Yuk turun!" ajak Moses.

Tak ada sahutan dari Deasy. Ketika Moses menoleh, terlihat Deasy diam membeku dengan raut wajah yang ketakutan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!