Part 8

Lagi-lagi Moses mendapati dirinya tertidur di dalam mobil yang terpakir di sebelah sekolah SMA Harapan Kasih, almamaternya dulu. Cowok itu mengerjapkan mata ketika terdengar suara ribut pasukan putih abu-abu yang segera membanjiri jalan dan trotoar di sekitarnya.

"Kenapa badanku sakit semua sih, kayak abis dikeroyok massa gini rasanya? Dan kenapa aku tertidur di sini lagi? Hmm, aneh." Moses menggeliat khas orang bangun tidur untuk melemaskan otot tubuhnya yang terasa kaku.

Moses memicingkan mata ketika pandangannya menangkap sosok gadis yang terlihat familiar. Segera Moses merapikan penampilan dengan mengunakan kaca spion sebagai cermin. Setelah itu Moses turun dari mobil dan menghampiri gadis itu.

"Hay, Des! Apa kabar?" sapa Moses.

"Eh, Bang Moses. Kabar baik tumben Abang dimari?" Deasy yang asik mengobrol dengan temannya sedikit kaget dengan kehadiran Moses.

"Tadi gak sengaja lihat kamu waktu lewat sini, jadi Abang samperin. Mau Abang antar pulang?" tawar Moses.

"Eh, tapi Deasy bareng teman sih, Bang. Ini kenalin, namanya Thalita." Deasy memperkenalkan teman yang tadi ngobrol dengannya.

"Moses." Moses mengulurkan tangan dan disambut oleh Thalita.

"Thalita."

"Jadi gimana nih? Mau gak Abang antar pulang kalian berdua?" tawar Moses.

"Gimana, Tha? Mau gak diantar Bang Moses?" Deasy melemparkan pertanyaan pada Thalita.

"Memang gak ngerepotin Bang Moses?" Thalita balik bertanya.

"Rumah Deasy sih searah dengan rumah Abang, jadi gak merepotkan. Kalau rumah kamu dimana?" tanya Moses pada Thalita.

"Ini Deasy mau ke rumahku sih, Bang. Di jalan Kawi."

"Oh, masih searah kok. Yuk, bareng Abang aja kalian berdua! Itu mobil Abang di sana." Moses menunjuk mobilnya yang terparkir di bahu jalan.

"Iya deh, kalau memang gak merepotkan. Makasih ya, Bang Moses," kata Thalita.

"Sama-sama. Yuk, panas banget ini nanti kalian gosong lho, hahaha." Tanpa menunggu jawaban dari kedua gadis itu, Moses segera berbalik arah dan berjalan ke mobilnya. Deasy dan Thalita mengekor di belakangnya.

"Kamu kenal dia dimana, Des? Yakin dia gak bakal culik kita?" bisik Thalita.

"Rugi banget kalau nyulik kamu, Tha, makanmu kan banyak. Udah, ikut aja! Dia orang baik kok," jawab Deasy ikut berbisik.

Thalita diam dan tak lagi bertanya. Gadis itu melihat temannya begitu yakin sehingga keyakinan itu menular padanya. Lagi pula melihat sikap Moses yang ramah dan sopan, Thalita yakin Moses orang yang baik.

Tiba di samping mobilnya Moses membukakan pintu untuk kedua gadis itu. Pintu depan untuk Deasy dan pintu belakang untuk Thalita. Setelah kedua gadis itu masuk, bergegas Moses memutar dan menyusul masuk ke dalam mobil.

"Jalan Kawi ya rumah Thalita?" tanya Moses sambil mulai menjalankan mobil.

"Iya, Bang. Dekat yang jualan mie ayam legendaris itu loh, kedai Mang Ucup. Sebelahnya pas." Deasy yang menjawab pertanyaan Moses.

"Oh, dekat situ tho rumahnya? Abang sering lho makan di situ. Rasa mie ayamnya memang bikin lidah goyang dumang, hahahaha."

Lagi-lagi Moses tertawa lepas. Pemuda itu sepertinya gampang sekali tertawa dan menularkannya pada orang-orang di sekitarnya. Buktinya Deasy yang duduk di depan sering sekali tertawa di sepanjang perjalanan. Thalita enggan terlibat di dalam obrolan mereka, dia merasa canggung, karena itu Thalita memilih bermain ponsel.

"Tuh, Bang, rumahnya Thalita yang cat hijau, persis di sebelah mie ayam Mang Ucup," kata Deasy sambil menunjuk sebuah rumah.

Thalita mendongak, ternyata mereka sudah sampai. Begitu mobil berhenti gadis itu membuka pintu dan segera keluar. Deasy dan Moses masih tampak mengobrol di dalam mobil, Thalita ingin memberi mereka privasi.

Tak lama Deasy membuka pintu mobil dan keluar. Setelah kedua gadis itu mengucapkan terima kasih, Moses pun menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu.

"Kenal dimana kamu dengan Bang Moses itu, Des?" tanya Thalita.

Saat ini mereka ada di kamar Thalita. Deasy sedang menganti seragam sekolahnya dengan baju rumah. Hari ini Deasy akan menginap di rumah Thalita.

"Kapan hari itu, yang kamu gak masuk sekolah, kan aku pulang sore. Aku digangguin preman di halte tempat kita nunggu angkot tadi. Nah, Bang Moses itu kebetulan lewat dan nolongin aku. Ngantar pulang juga," jawab Deasy.

"Berarti kamu belum lama juga kan kenal sama dia?"

"Ya belum sih, kan baru kemarin lusa kalau gak salah. Belum ada seminggu kan, yang kamu gak masuk itu?" tanya Deasy.

"He em, tiga hari lalu. Lain kali kalau pulang sendiri jangan terlalu sore. Untung ada yang nolongin kamu, coba gak ada, mau jadi apa kamu kalau beneran para preman itu berbuat tak senonoh sama kamu," nasehat Thalita.

"Siap, Kakak. Betewe, Mama masak apa ya? Aku udah lapar banget nih." Deasy mengelus perutnya yang keroncongan.

"Mama mama gundulmu! Panggil tante, itu kan mamaku!" Thalita mendelik sewot.

Deasy memang memanggil tante pada mama Thalita, Tante Hesti, tetapi sengaja menggoda dengan memanggil mama di depan gadis itu. Thalita pasti akan sewot dan itu sangat lucu bagi Deasy.

Mereka berdua kenal dan dekat sejak kelas tujuh. Merasa senasib karena sama-sama anak tunggal yang kesepian. Deasy sering menginap di rumah Thalita, jika kedua orang tuanya pergi ke luar kota. Rumah Thalita terasa lebih nyaman bagi Deasy, karena mama Thalita yang selalu bersikap hangat. Sosok mama yang sangat dirindukan oleh Deasy.

Sebaliknya, Thalita lebih merasa nyaman dengan Tante Anna, mama Deasy. Sosok Tante Anna sebagai seorang wanita kerier yang sukses, sangat menginspirasi Thalita. Memang begitulah mahluk yang bernama manusia, sering merasa milik orang lain lebih baik dari miliknya sendiri.

"Yeee, Mama aja gak keberatan ku panggil mama kok, kenapa kamu yang sewot coba? Justru Mama kurang suka tuh, kalau ku panggil tante. Gimana tuh?"

"Pokoknya gak boleh! Kamu harus tetap panggil tante, gak boleh panggil mama, titik!"

"Tar, kamu boleh deh panggil mama ke mamaku, gimana? Kalau panggil mama, auto semua yang kamu mau bakal dituruti lho," kata Deasy sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Akur lah kalau begitu. Aku panggil Mama Anna ke mamamu, kamu panggil Mama Hesti ke mamaku!"

"Ah, ribet. Yok kita minta makan ke Mama Hesti! Cacing di perutku sudah minta asupan nutrisi," ajak Deasy.

"Yok, aku juga sudah lapar."

Kedua gadis itu bergandengan seperti dua orang anak kecil, dan turun ke bawah, mencari mama Thalita yang sedang asik memasak di dapur. Sementara itu, Moses sudah memarkirkan mobilnya di garasi. Lagi-lagi ada yang terasa aneh, pintu depan rumahnya tidak terkunci, sedang pintu pagar tergembok rapi.

"Duh, kenapa aku jadi sepikun ini sih sekarang? Sering lupa kunci pintu. Semoga gak ada orang jahat yang masuk deh. Bisa habis semua hartaku kalau ada kejadian kayak gitu."

Moses hendak menutup pintu, setelah dia masuk ke dalam rumah, ketika sebuah suara memanggil namanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!