Part 7

"Sejak kapan kamu merokok? Hoek ... hoek ... hoek," tanya Renata pada Moses yang sedang asik membentuk asap rokok menjadi bundar-bundar mirip donat.

"Pergi sana! Tar muntah di sini siapa yang kamu suruh bersihin? Dasar jorok." Moses berkata ketus sambil terus melakukan aksinya.

Renata mendengkus kesal kemudian pergi dari ruang makan tempat Moses duduk merokok. Gadis itu memilih pergi ke halaman samping villa untuk menghirup udara segar dan berharap rasa mualnya hilang.

"Brrrr, dingin banget sih. Makin mual aku jadinya," keluh Renata sambil memeluk diri sendiri.

"Gadis bego udah tau di sini dingin malah pakai baju kurang bahan kayak gitu. Diperk*sa Pak Giman baru tau rasa kamu nanti. Nih, pake!" Moses melempar jaket yang tadi dia ambil dari kamar mamanya dahulu pada Renata.

"Kalau aku sampai diperk*sa Pak Giman berarti itu salahmu. Siapa suruh bawa aku ke sini? Mana ditinggal lagi. Kamu pikir aku bisa pulang sendiri? Dompet dan HP-ku kan tertinggal di rumahmu," kata Renata ketus.

"Suatu kejahatan terjadi selain karena ada niatan dari pelaku juga karena korban kasih peluang. Kamu berpakaian kayak gitu memberi peluang Pak Giman untuk berimajinasi. Jangan selalu nyalahin pelaku korban juga mempunyai peran!" kata Moses kalem membuat Renata makin dongkol.

Moses pergi begitu saja meninggalkan gadis itu yang menghentakkan kaki kesal sambil berkali-kali memanggil nama kekasihnya itu. Namun Moses tetap tak acuh. Renata memutuskan untuk mengekor di belakang Moses. Dia harus bicara pada cowok itu.

"Aku hamil, Ses," kata Renata lirih ketika mereka berdua sudah kembali berada di meja makan.

"Soo?" Moses menyulut sebatang rokok kemudian menghisapnya dengan nikmat.

"Ini anakmu! Kamu harus bertanggung jawab!" Renata mulai terisak sakit sekali hatinya melihat reaksi Moses.

"Ya sudah sebut saja berapa yang harus ku transfer setiap bulan ke rekeningmu!"

"Moses!" teriak Renata geram.

"Gak usah teriak-teriak aku gak budek! Sebut saja berapa yang harus kutransfer!" ulang Moses.

"Aku ingin kita menikah!"

"Hahahahaha, kocak! Aku tak yakin itu anakku, Renata. Aku baru akan menikahimu setelah anak itu terbukti sebagai darah dagingku. Sebelum bukti itu ada jangan pernah mimpi untuk menikah denganku!" cibir Moses.

"Kamu---"

"Apa? Mau bilang kalau aku satu-satunya yang tidur sama kamu? Kamu pikir aku bego, hah? Aku bahkan melihat dengan mataku sendiri, kamu melakukan hal itu dengan cowok lain."

"Ta-tapi, Ses, ka-kamu kan yang pertama." Renata menunduk. Cewek itu menyadari kesalahannya. Dia sudah berselingkuh dari Moses.

"Aku tau aku yang pertama, tapi bukan satu-satunya. Dan kamu melakukannya dengan banyak cowok. Menjijikkan, Renata, menjijikkan! Aku gak mau menyusahkan hidupku dengan memelihara anak haram."

Nada bicara Moses cukup lembut tak ada emosi di dalamnya tapi terasa begitu menyesakkan untuk Renata yang mendengarnya. Gadis itu jadi merasa kotor.

"La-lalu gimana dengan nasibku, Ses? Aku tak mungkin mengaku terus terang pada orang tuaku, bisa digantung aku sama Papa," kata Renata mengiba.

"Kamu gak dengar apa yang tadi ku bilang? Aku akan bertanggung jawab. Kamu boleh tinggal di sini sampai bayi itu lahir. Setiap bulan aku akan mentransfer sejumlah uang ke rekeningmu, sebut saja jumlahnya!"

Kembali Moses menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya ke muka Renata. Aneh, gadis itu hanya diam. Jangankan berlagak mual dan mau muntah seperti tadi mengibas asap itu dengan tangan pun tidak dilakukan oleh Renata.

Berbagai pertimbangan bersliweran di dalam kepala Renata. Tawaran Moses cukup menarik. Renata tinggal menyebutkan saja berapa angkanya, maka Moses akan mentransfer semua ke dalam rekeningnya. Tidak perlu susah lagi untuk mencari uang guna memenuhi kebutuhan.

Moses juga menawarkan tempat tinggal, jadi Renata tak perlu pusing lagi untuk membayar uang kos. Dan yang paling penting, bayi dalam perutnya bisa lahir dengan baik. Meski Renata pun tak yakin siapa bapak dari bayi itu, setidaknya dia tak perlu menambahi dosa dengan menggugurkannya.

Satu lagi, Bi Minah dan Pak Giman pasti mau mengadopsi bayi itu kelak setelah lahir. Pasangan setengah baya itu belum memiliki keturunan meski sudah belasan tahun menikah.

"Oke, aku setuju. Kamu transfer saja sepuluh juta setiap bulan ke rekeningku! Satu lagi, kamu juga harus tanggung biaya melahirkan!" kata Renata sambil menyeringai jahat.

"Bisa diatur lah itu, asal kamu juga gampang kuatur. Uang bukan masalah bagiku. Kamu tinggal di sini! Nanti Bi Sari dan Pak Giman yang akan menggurusmu. Pak Giman akan mengantarmu memeriksakan kandungan dan dia akan mengaku sebagai suamimu. Pastikan kamu memakai nama Bi Sari untuk mendaftar di bidan, agar nanti gampang saat mengurus akta kelahiran anakmu! Anakmu akan menjadi anak kandung Bi Sari dan Pak Giman."

"Ya ... tapi, Ses--"

"Setuju atau kamu pergi dari rumah ini tanpa sepeser pun!"

Renata menghela napas. Tak ada gunanya dia membantah Moses. Akibatnya sudah bisa dipastikan cowok itu tak akan mau menanggung biaya hidupnya juga bayi dalam kandungannya. Renata seorang diri juga tak akan sanggup menanggungnya.

"Baiklah." Renata terpaksa setuju.

Moses mengambil ponsel baru dari tas kecil yang sedari tadi disandangnya lalu memberikannya pada Renata.

"Ponsel lama dan dompetmu sudah kuserahkan pada mamamu tadi pagi. Pakai ponsel ini aku juga sudah membeli kartu perdana baru! Kuharap kamu cukup bijak menggunakannya! Kalau aku jadi kamu, aku gak akan menghubungi orang-orang yang kukenal untuk sementara. Memilih menghilang sampai melahirkan, itu andai aku jadi kamu," kata Moses sambil menyeringai jahat.

"Aku kan butuh bersenang-senang. Itu sudah menjadi kebutuhan untukku juga bayi yang ada di perutku ini, dia pasti pengen ditengok bapaknya." Renata mengerling nakal.

"Kalau itu kamu jangan khawatir! Bi Minah pasti akan dengan senang hati meminjamkan Pak Giman. Lagipula ada aku juga kan? Kita bisa bersenang-senang bersama. Aku, kamu, Bi Minah dan Pak Giman. Kita ganti-gantian." Moses tetap bersikap tenang, sambil menghisap rokoknya. Kali ini Moses sengaja menghembuskan asapnya tepat di depan hidung Renata.

"Ide gila! Tapi patut untuk dicoba sepertinya sih seru." Renata mengambil rokok di tangan Moses, dan menghisapnya dengan nikmat seperti sudah terbiasa menikmati benda itu.

"Hem, kok gak mual? Lupa kalo lagi akting hamil?" tanya Moses sinis.

Renata hanya tertawa. Sebenarnya dia mual banget tetapi ditahannya. Renata tak ingin terlihat lemah di depan Moses.

"Eh, Ta, ke kamar yuk!" ajak Moses sambil menarik tangan Renata.

Bukannya berontak Renata justru tersenyum senang. Dengan riang Renata menurut pada Moses yang menarik tangannya dengan kasar. Lebih-lebih ketika tiba di kamar dan Moses mendorongnya dengan kasar ke atas tempat tidur, Renata justru mengedipkan sebelah matanya dengan genit. Moses tersenyum, dan dengan beringas melakukan aksinya pada Renata.

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

Moses berkepribadian ganda kah?😳

2024-01-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!