Part 19

Renata berjalan mondar-mandir di kamar yang dia tempati selama tinggal di villa milik papa Moses. Kentara sekali gadis itu sedang gelisah. Entah kenapa setelah meminum ramuan yang kata Bi Minah untuk menguatkan kandungan, ada sesuatu yang bergejolak dalam diri Renata yang menuntut untuk dipuaskan.

Sedari sore, Pak Giman tak menampakkan batang hidungnya. Hal ini membuat Renata semakin uring-uringan. Bagaimana tidak, Pak Giman lah satu-satunya harapan Renata untuk memuaskan gejolaknya.

Pertama kali Renata merasa jijik, tapi sekarang ini gadis itu sudah mulai terbiasa. Bau tubuh Pak Giman yang jauh dari kata sedap, sudah berubah menjadi aroma yang memabukkan bagi Renata. Jika dulu dia mual ketika Pak Giman mendekat, sekarang malah sebaliknya. Aroma tubuh Pak Giman memompa semangat dalam diri Renata.

"Kemana sih aki-aki satu itu? Giliran dibutuhin aja dia malah ngilang," dengkus Renata kesal.

"Moses juga tak pernah lagi datang ke sini sejak malam itu. Aku curiga dia sudah punya cewek lain. Kan cowok biasanya begitu, tak ada rotan akar pun jadi. Bisa jadi dia ada main dengan Bi Sari, wong aku aja bisa sama Pak Giman kok." Pikiran edan karena terbakar cemburu, membakar amarah Renata.

Bergegas gadis itu meraih ponsel untuk memesan taksi online. Malam ini juga, Renata harus ke rumah Moses. Tujuannya hanya satu, membuktikan pikirannya tidak benar. Renata harus melihat dengan mata kepala sendiri, Moses tidak sedang bersama wanita lain.

Suara derum mobil yang berhenti di kejauhan, diyakini Renata sebagai suara derum taksi online yang dia pesan. Bergegas gadis itu mengambil jaket, dompet dan ponsel pemberian Moses. Renata belum berani menambahkan kontak di ponsel itu, selain nomor Moses dan sepasang suami istri pembantunya, Pak Giman dan Bi Minah.

Tak sampai lima menit, Renata sudah duduk manis di dalam taksi yang akan membawanya ke rumah Moses, sang kekasih.

Bi Minah dan Pak Giman tak menyadari kalau Renata sudah kabur. Kedua orang itu sedari tadi berkutat di dalam kamar. Bergelut seperti sepasang ular, saling melilit dan memilin. Sampai tak jelas lagi ini tangan dan kaki milik siapa. Keduanya menjadi satu tubuh.

Setelah badan penuh dengan peluh dan napas tersenggal, barulah keduanya saling melepaskan diri dan terkapar dengan senyum puas.

"Gimana, Bu? Masih mau lagi?" tanya Pak Giman sambil menyeka peluh di dahi.

"Enggak deh, Pak. Ibu sudah nyerah. Badan rasanya lemas tak bertenaga nih. Memangnya Bapak masih mau lagi?" tanya Bi Minah.

"Masih mau dong, Bu. Yang di kamar depan itu kan pasti lagi nunggu Bapak. Tadi sudah Ibu kasih minuman andalan kan?"

"Sudah, Pak. Dari tadi siang Ibu kasihnya. Ibu bilangnya jamu penguat kandungan, padahal penguat begituan, hahaha."

"Ah dasar istriku. Ya sudah kalau begitu, Bapak ke depan dulu ya. Kasian dia kalau sampai pakai pare dan terong di kulkas, hahaha."

Bi Minah cuma mengangguk. Tenaganya sudah terkuras habis oleh pergulatan yang baru dia lakukan bersama Pak Giman. Meski pun usia mereka tak lagi muda, untuk hal begituan mereka bagai anak muda di usia kepala dua.

Pak Giman memakai pakaiannya dengan asal. Toh sebentar lagi bakal dilepas lagi, pikirnya. Setelah mengecup kening istrinya, Pak Giman melangkah keluar kamar.

Tak lama Pak Giman balik lagi ke kamar istrinya, saat Bi Minah hampir terlelap karena lelah. "Bu, gawat! Non Renata kabur."

"Hah? Kabur gimana maksud, Bapak?" tanya Bi Minah malas.

"Ya kabur, Bu. Gak ada lagi di kamarnya. Bapak sudah cari muter-muter, tapi tetap gak ketemu. Bapak cek CCTV, Non Renata keluar naik taksi. Gawat ini, Bu. Kita bisa digorok sama Den Moses kalau begini," kata Pak Giman panik.

"Terus? Kita mau cari ke mana kalau kaburnya naik taksi?" tanya Bi Minah ikut panik.

"Ya kalau Ibu nanya Bapak, Bapak nanya ke siapa dong?"

Kedua suami istri itu sangat panik. Moses sudah berpesan kalau Renata jangan sampai kabur dari villa, atau Pak Giman dan Bi Minah bakal dipecat. Kini hidup sebagai sepasang pengangguran sudah terpampang di depan mata keduanya.

"Terus gimana ini, Pak? Kita mau cari dia di mana coba? Kan dia naik taksi." Bi Minah merasa sedikit putus asa.

"Bapak juga gak tau, Buk. Bapak bingung."

Keduanya duduk dalam diam, larut dalam pikiran masing-masing, tak tahu harus melakukan apa saat ini. Tiba-tiba Bi Minah mendapat ide cemerlang.

"Pak, apa mungkin Non Renata pergi ke rumah Den Moses? Kan pengaruh ramuan yang Ibu kasih kuat banget, pasti Non Renata mupeng. Cari Bapak gak ketemu-ketemu, jadi nekat nyamperin Den Moses deh."

"Wah, benar juga pemikiranmu, Bu. Ada kemungkinan kayak gitu, mungkin banget malah. Coba Ibu telepon si Sari, tanyakan, Non Renata ke sana apa enggak!"

Bi Minah bangun dan berpakaian, kemudian mencari ponsel untuk menghubungi Bi Sari, saudaranya yang bekerja di rumah Moses.

Sementara itu, taksi yang ditumpangi Renata berhenti di depan rumah Moses. Sebelum turun, gadis itu membayar taksi. Saat itulah Renata melihat seorang gadis keluar dari gerbang rumah Moses.

Bergegas Renata turun dari taksi, hendak menanyai gadis itu kenapa dia keluar dari rumah Moses dan apa hubungannya dengan Moses. Tapi gadis itu malah masuk ke dalam taksi dan menyuruh sopirnya cepat-cepat berlalu. Sepertinya gadis itu sedang buru-buru.

"Sialan! Dia kabur lagi. Siapa sih dia? Bisa-bisanya keluar dari rumah pacar aku. Pasti itu cewek gak bener deh. Aku harus tanya pada Moses, apa dia itu selingkuhannya," kata Renata geram.

Hampir saja Renata bertubrukan dengan Bi Sari yang hendak mengunci gerbang. Tak ayal, Renata memberondong Bi Sari dengan pertanyaan.

"Siapa sih cewek tadi, Bi? Apa hubungannya dengan Moses? Kenapa dia keluar dari sini buru-buru? Di mana Moses sekarang?"

"Eh, Non Renata. Satu-satu dong Non nanyanya, masa borongan kayak gitu sih? Non kemana saja, lama gak nonggol?"

"Moses mana, Bi?" tanya Renata gak sabar.

"Di perpus, Non. Memangnya kenapa?"

Tanpa menjawab pertanyaan Bi Sari, Renata bergegas ke perpus. Rasa yang terbelenggu dalam angannya sudah hampir sampai pada titik jenuh, menuntut untuk segera dipuaskan. Renata tak kuasa lagi untuk menahan rasa itu lebih lama.

Pintu jati berukir yang cukup berat, didorong Renata dengan kasar. Keinginan yang begitu kuat akan Moses membuatnya bertindak seperti binatang. Renata memandang buas pada Moses yang masih tertidur dengan posisi seperti saat ditinggalkan Deasy.

Tanpa ba bi bu, Renata segera menerkam Moses dengan buas. Moses kaget dan terbangun dari tidurnya.

"Des? Apa yang kamu lakukan sih? Jangan macam-macam sama Abang!" bentak Moses yang terkejut.

"Des? Sejak kapan namaku berubah jadi Des?" teriak Renata marah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!