Menarik yang Salah

Di taman belakang seorang pemuda dan seorang gadis berada. Di siang hari yang terik mereka tetap berada di tempat itu. Mereka berdua menanam tunas dari berbagai jenis tanaman. Hal itu mereka lakukan karena usulan dari Victorya. Gadis itu beberapa menit yang lalu selalu mengajak Gustaaff untuk menanam tanaman. Kata Victorya agar di tempat ini lebih segar dan asri. Padahalkan sudah segar dan asri. Namun, apa boleh buat perempuan pasti selalu menang saat berdebat.

Beberapa menit lalu

“Gustaaff apakah kamu keberatan menanam pohon di taman belakang? Agar segar dan asri,” kata Victorya.

“Di sini sudah segar dan asri,”

“Aku ingin menanam pohon,” jujur Victorya, suara gadis itu sudah melemah.

“Baiklah,” ucap Gustaaff mengalah.

Kedua tangan mereka telah berlumur tanah. 

Untung kukuku pendek. Batin Victorya.

Victorya selalu memperhatikan cara kerja dari Gustaaff. Pemuda itu melakukan hal baru untuk pertama kalinya menurut Victorya. Itu terlihat dari cara Gustaaff memegang tanah, menanam tanaman. Gustaaff menanam tunas tanaman padahal kedalaman tanah yang digalinya menggunakan sekop kecil belum dalam. Alhasil tanaman itu tumbang.

“Kamu tidak takut matahari menyengat kulitmu?”

Victorya terdiam.

Please Gustaaff sejak kapan kamu peduli dengan gadis itu. Batin Gustaaff.

“Tidak, aku tidak takut, ini sangat menyenangkan Gustaaff,” jawab Victorya.

Setelah beberapa menit Victorya terkekeh kecil menyaksikan hal itu. Menurut gadis itu Gustaaff sangat lucu. Setelah sekian lama Gustaaff menyadari bahwa Victorya memperhatikannya.

“Kenapa?” 

“Maaf, tingkahmu sangat lucu bagiku. Caranya bukan begitu,” ujar Victorya dengan lembut. “Jika kamu tidak keberatan apakah aku boleh memberitahu caranya padamu?”

“Silakan,” jawab Gustaaff, pemuda itu sebenarnya malu sekarang. 

“Begini caranya, gali tanah dengan sekop dengan kedalaman setengah dari ukuran tunas tanaman setelah itu masukkan tunas itu lalu tutupi akarnya menggunakan tanah gembur, lakukan secara berulang untuk semua tanaman,” jelas gadis itu.

Gustaaff hanya ber oh ria mendengarkan Victorya.

“Kuharap kamu memperhatikan penjelasanku, coba dilakukan. Kalau tidak bisa tanya padaku apa yang sulit kamu lakukan,”

Gustaaff mengikuti penjelasan gadis itu. Namun, di saat pemuda itu akan menutupi akar tanaman dengan tanah pemuda itu malah membuang tanah yang sudah dipegang.

“Kenapa?” tanya Victorya khawatir.

“Cacing,” ucap Gustaaff pelan.

Sangking pelannya Victorya tidak jelas menangkap apa yang Gustaaff ucapkan.

“Bisa dikuatkan suaranya?”

“Cacing Victorya,”

Tanpa pikir panjang siapa orang di depannya itu. Victorya langsung mengeluarkan tawanya.

“Ha, ha, ha,” tawa gadis itu.

“Berhentilah!” seru Gustaaff dengan nada sedikit tinggi.

Victorya langsung terdiam.

“Saatnya menyelesaikan ini, ayo masuk,” ajak Gustaaff.

“Aku mau di sini,” tolak Victorya dengan lembut.

“Ayo masuk Victorya,”

“Tidak aku ma–,”

Ucapan Victorya terpotong.

Tak 

Suara tarikan dari pakain belakang Victorya, tetapi pakaian itu bukan pakaian luar, melainkan pakaian dalam. 

Gustaaff melihat apa yang dia tarik dan dia lepaskan ternyata itu pakaian dalam badan Victorya.

Gustaaff dan Victorya saling memandang satu sama lain. Pipi mereka berdua telah memerah. Mereka berdua merasa malu sekarang. 

Aku sangat malu. Dia menarik ituku. Batin Victorya.

Sialan apa yang kutarik barusan. Batin Gustaaff.

“Maafkan aku, aku salah,” sesal Gustaaff.

Sejujurnya Gustaaff ingin menghilang dari tempat itu sekarang. Dia sangat malu.

“Aku kedalam dulu,” kata Victorya dengan gugup.

“Aku juga,”

Victorya berjalan terlebih dahulu dari Gustaaff saking gugupnya mereka berdua sampai salah masuk ke kamar.

Gustaaff masuk ke kamar Victorya, sedangkan Victorya masuk ke kamar Gustaaff. Setelah sadar bahwa mereka salah masuk. Mereka berdua bertemu di tengah jalan.

“Salah masuk,” ujar mereka dengan serempak.

Mereka berdua sama-sama menggaruk kepala mereka yang tidak gatal.

“Akhirnya,” lega Victorya. Gadis itu memandangi dirinya di cermin. Ia masih dapat melihat semburan merah di kedua pipinya.

Banyak pertanyaan di kepala Victorya tentang Gustaaff sekarang. Apakah pemuda itu risih denganku? Apakah dia pernah mempunyai kekasih? Apakah Gustaaff mencintai dirinya, kenapa dia mencintai Gustaaff? Atas dasar apa? Pertanyaan-pertanyaan konyol itu memenuhi pikiran Victorya.

“Ah sudahlah biar waktu yang menjawab,” gumam gadis itu.

Di kamar lain seorang pemuda sedang berkutat dengan pikirannya sekarang.

Gustaaff kamu sudah melakukan tiga hal aneh bersama gadis itu, yaitu saling bertatapan lama dengannya, mengecupnya walaupun tidak sengaja, dan yang ketiga hal yang sangat memalukan, menarik pakaian dalamnya. Sial apa yang sudah aku lakukan. Batin Gustaaff risau.

Akan tetapi aku tidak ada niatan untuk melakukan ketiga hal itu. Pikir Gustaaff.

“Sejak gadis itu datang ketempat ini, hal baru banyak yang telah aku lakukan,” gumam Gustaaff.

Soal cinta? Gustaaff masih belum memikirkan hal sejauh itu untuk sekarang. Intinya kehadiran gadis itu berpengaruh kepada kesehariannya sekarang.

Masih berkutat dengan pikirannya tiba-tiba suara seseorang membuyarkan semua itu.

“Keluar dari kamarmu sekarang,” titah Willem.

Gustaaff beranjak dengan malas.

“Saya ingin melatih ketahanan tubuhmu dengan beradu kekuatan dengan saya,” jelas Willem. “Ikuti saya,” titah laki-laki itu.

Dengan malas Gustaaff mengikuti Willem.

Di ruangan yang cukup luas mereka berdua beradu kekuatan.

“Anggap kita tidak saling mempunyai hubungan,” kata Willem.

“Siap,” kata Gustaaff dengan semangat empat lima.

Ayolah ini kesempatan pemuda itu untuk membalaskan rasa sakitnya kepada Ayahnya yang selalu memberikan rasa sakit padanya.

Bugh, bugh

Suara bogeman saling beradu. Mereka saling menyerang dengan sorot mata yang ingin menghabisi sang lawan. Mereka berdua mulai menangkis serangan, menghadang, melepaskan serangan dan menghindar.

Gustaaff berhasil menjatuhkan Willem. Kesempatan itu Gustaaff manfaatkan untuk memberikan lebih banyak pukulan. Dimulai dari bagian wajah Willem yang dihadiahi pukulan, badan, dan punggung laki-laki itu. Dari sudut bibir Willem sudah mengeluarkan darah segar berwarna merah cerah.

Saat putranya ingin  melayangkan pukulan ke arah wajahnya Willem berkata. “Sudah.”

Gustaaff langsung berhenti.

“Sepertinya putra saya ini ingin membalaskan rasa sakit yang dialaminya,” ujar Willem, laki-laki itu berlalu dari pandangan Gustaaff.

“Seharusnya aku tidak berhenti,” sesal Gustaaff.

Gustaaff merasakan rasa sakit juga di sekujur tubuhnya. Gustaaff mengakui kekuatan ayahnya di usia yang sudah tua masih kuat dan mampu membuatnya meringis pelan.

Gustaaff berniat untuk ke ruangan pengobatan. Badannya sudah sangat sakit sekarang. Punggungnya lecet, telah berwarna merah. Di bagian pinggang telah membiru. 

Dengan telaten Gustaaff membersihkan lukanya menggunakan kapas yang sudah dibasahi dengan cairan. 

Sesekali Gustaaff meringis.

“Ayah benar-benar mempunyai tenaga yang kuat,” gumam Gustaaff.

Setelah membersihkan lukanya, dia mengolesi setiap luka dengan salep secara telaten. Pakaiannya tidak langsung Gustaaff kenakan. Dia membiarkan tubuh gagah dan perkasanya itu terbuka. Namun, Gustaaff tak ingin ada yang melihat asetnya dia menutup pintu agar tidak ada yang sembarangan masuk.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!