Panggilan Dari Galang

Pernikahan yang dilakukan secara terpaksa itu nyatanya tidak bisa berjalan dengan mulus dan baik-baik saja. Rengga memang tidak kasar, dia juga tidak pernah marah ataupun mengatakan hal-hal yang aneh. Tapi sikap dingin lelaki itu membuat Shania merasa sedih. Mereka hidup satu rumah, bahkan satu kamar, tapi semenjak menikah, mereka sangat jarang berbicara.

Ada rasa canggung untuk memulai, apalagi selama ini Rengga adalah orang yang cukup dia hormati. Tapi sekarang, status mereka telah berubah. Shania tidak tahu bagaimana hubungan ini ke depannya.

Hari ini Shania memutuskan untuk pergi berziarah ke makam kakaknya. Dia membawa Zira bersamanya. Tentunya Shania tidak pergi sendiri, dia pergi bersama Sus Rini yang memang selalu menemaninya kemanapun.

Shania berjongkok di samping makam kakaknya sambil memangku Zira yang masih berusia satu minggu lebih itu. Dia tahu ini tidak baik membawa bayi yang masih belum ada satu bulan ke makam. Tapi Shania hanya ingin mengenalkan Zira pada ibunya.

"Assalammualaikum, kak." Matanya mulai berkaca-kaca meski bibirnya berusaha untuk tersenyum.

"Maafin Shania baru datang sekarang. Shania datang sama Zira. Lihat, dia cantik sekali, sangat mirip dengan kakak." Shania membenarkan sedikit posisi Zira. Bayi mungil itu sama sekali tidak rewel, dia hanya diam dengan mata yang mengerjap indah.

"Kak, Shania sudah memenuhi permintaan terakhir kakak. Shania sudah menikah dengan Mas Rengga." Shania tertunduk, mengusap air mata yang mulai mengalir deras. "Semoga kakak tenang di sana, dan doakan Shania agar Shania bisa kuat dan mengurus Zira dengan baik ya."

Sungguh demi apapun, meski dia sudah menerima pernikahan ini dan masih berusaha terus menerima, tetap saja Shania masih cukup berat. Hatinya masih terpaut pada kekasihnya yang berada jauh di sana. Impiannya yang hancur dan semuanya cita-cita juga sudah musnah.

Dia harus bisa merelakan semuanya demi bayi kecil ini. Bayi kecil kakaknya.

Shania masih menangis, sambil terus menimang Zira. Tanpa sadar jika di belakangnya sudah berdiri Rengga.

Ya, pria itu seperti biasa akan mengunjungi makam istrinya. Tapi ternyata kedatangannya kali ini bersamaan dengan Shania dan putrinya.

Sus Rini yang sejak tadi hanya menunggu memutuskan untuk kembali ke mobil, membiarkan kedua majikannya di makam itu.

Shania yang baru selesai berdoa langsung beranjak, namun dia sangat terkejut ketika menoleh tapi yang dia dapati adalah suaminya.

"Mas Rengga," gumam Shania.

Rengga tidak menjawab apapun, dia hanya mengangguk dan mendekat ke arah Shania. "Kalian sudah lama?" tanyanya sambil meraih Zira dari gendongannya.

Shania menyerahkan Zira dengan hati-hati. "Belum, Mas," jawabnya.

Pandangan mata yang semula datar itu kini mulai melembut ketika memandang wajah putrinya. Wajah mungil yang semakin lama semakin mirip dengan Rania.

"Shania tunggu di mobil, ya."

Rengga hanya mengangguk saja, membiarkan Shania yang hanya bisa menghela nafas dan langsung meninggalkan pria itu bersama anak dan mantan istrinya.

"Sayang ayah. Kamu mau ketemu Mama ya, nak." Mata tajam itu mulai berair, dia berjongkok di samping makam istrinya sambil terus menggendong Zira dengan lembut.

"Ra, lihat putri kita sudah mulai tumbuh besar. Dia sangat cantik, mirip dengan kamu," ucap Rengga, sama persis dengan apa yang dikatakan oleh Shania tadi.

"Kamu tenang di sana ya, sayang. Doakan putri kita tumbuh menjadi gadis yang baik dan kuat."

Rengga tertunduk, memandangi makam Rania dan juga putrinya bergantian. Sesak dadanya mengenangkan apa yang terjadi. Kebahagiaan yang seharusnya mereka rasakan, tapi malah harus terpisah seperti ini.

Tapi, apa lagi yang bisa dia lakukan. Rengga harus tetap hidup meski rasanya berat. Ada Zira yang harus dia besarkan, ada Zira yang masih membutuhkan kasih sayangnya.

Sementara di mobil, Shania masih melamun di samping mobil. Sus Rini sudah pulang duluan bersama Bayu. Tidak tahu kenapa adik iparnya itu malah membiarkan Shania di sini bersama Rengga, padahal dia tahu jika lelaki itu tidak terlalu suka berada di dekatnya.

Lama dia melamun dan memandangi pemakaman yang ada di sana, mengenangkan nasib yang rasanya sangat menyedihkan ini. Hingga tidak lama kemudian, ponsel di dalam tasnya berdering.

Shania meraba ponsel itu dan memandang siapa yang menghubunginya saat ini.

Deg

Matanya langsung melebar melihat nama pemanggil, jantungnya bahkan langsung berdenyut nyeri melihat nama Galang dengan stiker berbentuk hati memenuhi layar ponselnya.

"Galang," lirih Shania. Tiba-tiba hatinya merasa perih dan terluka.

Galang Samudra, lelaki yang menjadi kekasih Shania selama satu tahun terakhir ini. Meski masih singkat menjalin hubungan, tapi mereka sudah sangat dekat sejak sama-sama masuk kuliah.

Galang sedang melanjutkan study S2 nya di Amerika, mengambil gelar master untuk menjadi pengganti ayahnya memimpin perusahaan keluarga mereka. Janji setia untuk tetap menunggu nyatanya malah Shania ingkari.

Harus bagaimana dia sekarang? Apa yang harus dia katakan pada lelaki ini?

Tiba-tiba air mata kembali menggenang di pelupuk mata Shania. Dia bingung harus mengatakan apa. Galang sangat jarang menghubunginya mengingat waktu mereka yang berbeda. Tapi sekarang, di saat lelaki itu bisa menghubungi untuk melepas rindu, tapi keadaan mereka sudah berbeda.

Dengan tangan yang bergetar, Shania menempelkan ponsel di telinganya. Terdengar suara nan lembut di ujung sana.

"Halo sayang, Assalammualaikum,"

Air mata semakin menetes dengan deras.

"Sha, kesayanganku sedang apa? Aku rindu, udah tiga minggu nggak ada dengar suara kamu."

Sungguh demi apapun, bagaimana caranya Shania mengungkapkan semua yang terjadi pada lelaki ini? Masih mendengar suaranya saja sudah membuat Shania merasa sangat bersedih.

"Shania," Galang kembali memanggil.

"Iya, aku juga rindu kamu," ucap Shania dengan nada suara yang bergetar.

"Kamu kenapa? Kok seperti sedang menangis?"

Shania menggigit bibir, dia benar-benar tidak sanggup. Rasanya sakit sekali, bagaimana mungkin dia bisa mengatakan pada Galang jika dia sudah mengkhianati cinta mereka?

"Shania? Ada apa?" Suara Galang terdengar panik. Tapi belum lagi Shania menjawab, suara tangisan Zira membuat dia terkejut.

Buru-buru Shania mematikan panggilan itu dan menoleh ke asal suara, dimana Rengga datang dengan membawa Zira yang menangis kuat. Lelaki itu memandang Shania dengan heran, dan tentu saja itu membuat Shania gugup, dengan cepat dia mengusap wajahnya yang basah dan berusaha untuk tersenyum memandang Rengga.

"Kenapa kamu menangis?" tanya lelaki itu.

....

Jangan lupa likenya cintaku.

Terpopuler

Comments

Deswita

Deswita

🙏🙏🥺

2024-11-27

0

𝐀𝐲𝐮_𝐋𝐨𝐟𝐚𝐳𝐢𝐝

𝐀𝐲𝐮_𝐋𝐨𝐟𝐚𝐳𝐢𝐝

𝐘𝐚𝐤 𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐫𝐞𝐧𝐠𝐠𝐚².. 𝐌𝐚𝐤𝐞𝐤 𝐧𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤 𝐥𝐚𝐠𝐢 𝐧𝐚𝐧𝐠𝐢𝐬 𝐤𝐞𝐧𝐚𝐩𝐚??? 𝐲𝐚 𝐠𝐞𝐠𝐚𝐫𝐚 𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐞𝐥𝐮 𝐭𝐚𝐮𝐮.. 🙄🙄

2024-05-01

0

ℳ𝒾𝒸𝒽ℯ𝓁𝓁 𝒮 𝒴ℴ𝓃𝒶𝓉𝒽𝒶𝓃🦢

ℳ𝒾𝒸𝒽ℯ𝓁𝓁 𝒮 𝒴ℴ𝓃𝒶𝓉𝒽𝒶𝓃🦢

gua bayangin sus rini nya rayyanza lagi wkwk

2024-02-14

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!