***
“Letta, maafkan ibu yang belum bisa mewujudkan impianmu menjadi seorang dokter anak. Keadaan ekonomi keluarga kita sejak ayah kamu meninggal sekarang tidak stabil. Bella juga sakit harus segera di operasi dan ibu sudah tidak ada uang lagi untuk biaya ke rumah sakit.” Ibu paruh baya itu berucap sembari mengusap air mata yang jatuh berlinang di pipinya yang sudah mulai kelihatan kerutan di sudut matanya. “Padahal kamu sudah masuk semester tiga, terpaksa harus berhenti kuliah. Ibu minta maaf ya Letta, sudah gagal menjadi Ibu yang terbaik buat kalian,” lanjut Ibu paruh baya itu, yang bernama Vani, Ibu dari Violetta yang kerap di panggil Letta.
Ya, Violetta menempuh pendidikan di fakultas Jaya Indonesia Jakarta jurusan Dokter Anak. Dia adalah gadis yang cerdas, cantik dan juga penyayang. Di saat Ayahnya masih hidup keluarga Violetta berjalan dengan sempurna penuh kebahagiaan, bahkan orang tua mereka bangga dengannya yang selalu bisa mendapat nilai terbaik. Sangat di sayangkan keadaan berubah setelah Ayahnya meninggal dalam kecelakaan kerja di salah satu perusahaan tempat dia bekerja di proyek.
Vani sesenggukan berbicara dengan Violetta. Air mata terus mengalir, perasaannya hancur saat masa depan ke dua putrinya tidak cemerlang sesuai dengan harapan dia. Ibu mana yang tega melihat cita-cita anaknya yang sudah di dambakan dari bangku sekolah menengah kini harus terkubur karena kendala biaya. Di tambah lagi Bella, adiknya Violetta terpaksa harus mengurungkan niat menuju perguruan tinggi karena di vonis menderita tumor otak sejak satu tahun lalu.
“Ibu, Letta tidak marah. Violetta bangga punya seorang Ibu yang hebat. Selalu mencurahkan kasih sayang, Ibu tidak pernah meminta balasan apapun dan juga berkorban demi anak-anakmu ini. Letta sangat bahagia bisa terlahir dari rahim Ibu yang kuat dan hebat,” ucap Violetta seraya meneteskan airmata. “Letta tidak apa-apa, jika tidak menjadi dokter anak. Violetta bisa mencari pekerjaan untuk menambah biaya adik Letta, Bella. Ibu tenang saja, Violetta tidak pernah merasa kecewa. Violetta memahami keadaan kita saat ini. Tolong Ibu doakan Violetta saja agar segera mendapat pekerjaan,” sambung Violetta sembari memegang ke dua tangan Vina, Ibunya.
Violetta dan Ibunya saling berpelukan menyikapi keadaan mereka yang terhimpit ekonomi. Di sini Violetta harus berbesar hati menerima keadaan. Dia harus mengesampingkan egonya demi Ibu dan Adik perempuan satu-satunya. Sebagai anak pertama Violetta di tuntut menjadi lebih dewasa dari umurnya yang sekarang menginjak duapuluh tiga tahun.
“Ibu, kakak maafkan Bella menjadi beban kalian semua,” ucap Bella seraya mengusap buliran-buliran air mata.
“Dek, kamu bukanlah beban buat kakak dan Ibu. Kamu itu anugerah dari Tuhan untuk kami. Kakak sama Ibu sayang banget sama kamu. Kamu pasti akan sembuh, bersabar ya,” pinta Violetta sambil mengecup kening Bella.
Violetta membereskan surat lamaran pekerjaan kemudian di masukkan dalam amplop coklat. Dia memakai pakaian rapi dengan kemeja biru langit dan celana panjang hitam. Gadis cantik itu mempunya pesona yang menarik, berkulit kuning langsat, rambut sebahu serta memiliki senyum yang manis. Wajah lembut yang di miliknya seakan mampu meluluhkan hati setiap kaum hawa yang menatapnya.
“Ibu, Violetta berangkat dulu, ya,” pamit Violetta sembari meraih tangan Ibunya kemudian mencium telapak dan punggung tangan.
Vani kembali menangis tak kuasa melihat anaknya pergi mencari pekerjaan demi keluarga. “Hati-hati ya, nak, doa Ibu selalu menyertaimu.” Vani memeluk kembali Violetta kemudian mencium pipinya kanan kiri berkali-kali.
“Iya, Bu,” jawab Violetta lembut.
Violetta mendongak ke atas. Langit biru cerah menghiasi awan putih, sebuah karya Tuhan yang sangat luar biasa dengan berhiaskan burung-burung berterbangan mengepakkan sayapnya yang indah. Kenapa harus khawatir burung di udara saja di pelihara Tuhan, dia tidak khawatir apa yang akan dia makan dan minum, tentang hari esok saja burung-burung itu berserah pada Tuhan, apalagi manusia pasti akan di perhatikan dengan sangat lebih dari pada yang lain batin Violetta dalam hatinya.
“Violetta semangat, go, go semangat.” Violetta menyemangati dirinya sendiri sembari mengepalkan kedua tangannya ke atas.
Violetta melangkahkan kaki dengan mantap. Mata indahnya menatap kedepan di dalam hati selalu berkata rencana Tuhan itu jauh lebih indah daripada rencana manusia.
*
*
*
“Maaf di sini belum ada lowongan pekerjaan,” ucap salah satu karyawan toko baju. Violetta keluar dengan perasaan kecewa sembari menghela nafas.
Gadis mungil itu masih mendekap amplop coklat berisi surat lamaran di dadanya. Dia masih semangat memasuki setiap toko yang ada di dalam moll besar. Dia mencoba kembali memasuki sebuah restorant cepat saji berharap bisa di terima bekerja sebagai pelayan.
“Di sini tidak membutuhkan pelayan lagi!” teriak manager restorant tersebut. Lagi-lagi Violetta di tolak.
“Ya Tuhan, tolong bantu hambamu ini yang sedang kesusahan,” Violetta berucap sembari menghela nafas berat. Dia masih berjalan menyusuri setiap toko melihat setiap pintu kaca jika ada stiker lowongan pekerjaan.
Tidak mudah mencari pekerjaan di kota besar jika tidak ada kenalan di dalamnya. Namun, tidak bagi gadis yang penuh semangat ini. Dia berusaha keras bekerja menjadi apapun asalkan bisa membantu biaya operasi Bella asalkan pekerjaan itu halal.
Di sisi lain
Arthur yang sibuk dengan ponselnya membahas masalah pekerjaan, membuat dia tidak fokus menjaga si kembar. Aksa dan Kiara yang sudah mulai bosan naik odong-odong turun dengan sendirinya. Mereka berjalan berdua tanpa pengawasan Arthur dan anak buahnya.
Si Kembar berjalan bergandengan tangan sembari menoleh ke kanan dan kiri. Semua mata memandang Aksa dan Kiara sambil menggoda dan mencubit lembut pipit mereka. Si kembar yang polos hanya terdiam mendapat perlakuan seperti itu.
“Kakak, kita mau kemana?” Kiara bertanya sembari memeluk bonekanya.
“Kita jalan-jalan, adek,” jawab Aksa sambil mengamati sekitarnya.
Aksa menarik tangan Kiara saat ada yang ingin memegang bonekanya. Mereka berlari sangat cepat karena Aksa tidak ingin adiknya terjadi sesuatu yang dapat melukainya. Ya namanya anak kecil belum mengerti jika orang itu hanya ingin menggoda karena gemas.
Si kembar berlari cepat. Mereka tidak melihat kanan dan kiri sampai akhirnya menyenggol patung maneken sampai jatuh, sontak membuat para pengunjung merubah atensi mereka. Para pelayan moll dan pengunjung mengerumini mereka seperti sarang lebah sambil menatap ke arah Aksa dan Kiara yang duduk di lantai.
Bola mata si kembar melirik kanan kiri sembari menoleh. Tampak ketakutan di wajah mereka. Netra cantik Kiara mulai berkaca-kaca dan menitikkan air mata, dia menangis sesenggukan seraya memeluk erat-erat bonekanya.
“AAAAAAAAAAAAAAAA.” Aksa berteriak sekeras mungkin sambil ke dua tangannya menutup telinga saat melihat adiknya mulai menangis.
Violetta yang melihat ada banyak berkerumun seketika berlari, kemudian menerobos sekerumunan ibu-ibu dan pelayan guna mencari tahu. Melihat Aksa dan Kiara yang tampak tidak nyaman dan mulai kebingungan Violetta merasa iba kemudian memberanikan diri melangkahkan kaki menuju Aksa dan Kiara.
“Adik kecil, kalian tidak apa-apa, kan?” Violetta memeluk Aksa dan Kiara sembari mengusap bahu si Kembar. “Tidak ada yang sakit, kan?”
Tangisan Kiara semakin menjadi keras sedangkan Aksa hanya menoleh kanan kiri kebingungan. “Adik-adik kecil tenanglah ada kakak disini, sudah tidak apa-apa,” ucap Violetta sembari menatap lembut ke dua mata si kembar.
Arthur yang menyadari si kembar tidak berada di sampingnya, seketika perasaannya cemas. Dia dan anak buahnya bergegas berpencar mencari keberadaan Aksa juga Kiara.
“Aksa, Kiara dimana kalian, sayang,” tutur Arthur sembari berjalan mengelilingi moll.
Tatapan Arthur tertuju pada mobil mainan Aksa yang berada di depannya. Dia merundukkan tubuhnya yang kekar mengambil mainan itu. Rupanya Aksa lupa menutup tas punggungnya sehingga mainannya terjatuh di saat dia berlari bersama Kiara. Arthur mengikuti sepanjang jalan di mana mobil mainan Aksa terjatuh.
Banyaknya orang berkumpul menyita perhatian Arthur. Dia bergegas mencari tahu apa yang terjadi. Dia sangat khawatir jika terjadi apa-apa dengan si kembar, anaknya.
“Ada apa di sana,” batin Arthur sembari menuju ke arah kerumunan. Di balik itu dia mendengar suara seperti yang dia kenal. Ya, Arthur mengenali suara Kiara yang masih menangis pelan. Dia langsung membubarkan dan melihat ke dua anaknya berada dalam pelukan gadis cantik, Violetta Maharani.
Terima kasih sudah mampir membaca 😊🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Retno Elisabeth
mampir thor
2024-06-19
0
anisa f
kl menempuh pendidikan sbg dokter anak, brti sdh mjd dokter
dokter anak itu dokter spesialis, dan pendidikannya d tempuh slth mjd dokter umum 🙏
2024-04-17
0
Firman Firman
ah pandangan pertama 😂🤭🤗
2024-04-01
0