"Terpesona padaku, Nona Desainer?" tanya Luke dengan percaya diri. Tentu saja, tak lupa dengan seringai khasnya yang menyebalkan.
Luke tersenyum kecil ketika melihat perubahan ekspresi gadis itu yang menjadi sangat julid. Menggulirkan matanya dan menampilkan tampilan geli padanya.
"Aku terpesona pada karyaku sendiri. Apa itu berlebihan?" tanya Pripta dengan sebelah alis yang terangkat naik.
Luke menyeringai dan menatap matanya dalam. "Jujur pada dirimu, karya mu tak akan membuatmu terpesona seperti ini jika bukan aku yang memakai nya, kan?" bisik pria itu dengan suara yang hanya bisa didengar mereka berdua.
Pripta meneguk ludahnya kasar hingga pria itu mengalihkan tatapannya menuju leher gadis itu. Pripta merasa gugup ketika tatapan tajam namun sayu itu semakin turun lagi. Apa pria itu tengah menatap tubuhnya terang-terangan sekarang?
Meski hanya lima detik, itu sangat mengganggunya. Hingga, tanpa sadar gadis itu menggigit bibir bawahnya menahan gugup. Saat tatapan mereka kembali bertemu dan pria itu melangkahkan kakinya lebih dekat, dia menunduk dan berbisik di telinga Pripta. "Kendalikan dirimu, girl." Pripta reflek menjauhkan kepala ketika hembusan nafas pria itu menyapa telinga dan lehernya.
Pripta melangkah mundur tapi segera tertahan dengan tangan pria itu di pinggangnya. Jari-jari kasar itu menyelusup bajunya sehingga bersentuhan langsung dengan kulitnya. Pripta menahan nafas ketika merasakan jari pria itu bergerak ringan dan meremas pinggang nya pelan. Sebentar, apa pria ini gila? Bajingan mesum sialan!
Matanya bergerak dengan gugup melihat semua orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Apakah tak ada yang menyadari kelakuan Luke padanya? Sungguh, dia ingin berteriak dan segera meninggalkan tempat itu. Namun, kakinya seolah-olah terpaku di tanah dan tak bisa bergerak. Bibirnya merapat ketika merasakan hembusan nafas pria itu terasa lagi di kulit lehernya. Tak lama setelahnya, dia bisa merasakan sentuhan lembut yang singgah di bahunya. Meski terhalang pakaian, pria ini benar-benar gila berani menciumnya di tempat umum. Pripta mengepalkan tangannya berusaha menahan untuk melayangkan tonjokan pada pria didepannya.
"Apa yang kau lakukan, bajingan?" tanya Pripta dengan bisikan kecil yang tertahan. "Hentikan, pria gila."
Luke terkekeh kecil mendengar makian gadis pendeknya itu. "Easy girl," bisik Luke padanya. Lalu, pria itu kembali berdiri dengan tegap dan meninggalkannya seolah tak ada yang terjadi di antara mereka sebelumnya.
Bertepatan dengan Tuan Jack yang memerintahkan untuk segera kembali ke set masing-masing karena pemotretan akan dilanjutkan. Orang-orang itu segera bergerak dengan gesit melakukan perintah.
Pripta menatap pria yang berjalan itu sambil mengelus lehernya. Apa-apaan itu tadi? Apa yang dilakukan pria itu? Benar-benar pria gila yang menyebalkan.
"Nona, kau tak apa?" tanya seorang pria hingga membuat Pripta tersadar dari lamunannya. Pripta menoleh pada pria itu dan segera menjawab dia baik-baik saja.
"Ah, kau asisten Tuan Jack?" tanya Pripta ketika menyadari pria itu adalah orang yang tadi memanggilnya.
"Ya, benar. Aku adalah asisten beliau. Namaku, Mike," ucap pria itu memperkenalkan dirinya. Mereka saling berbincang mengenai hal-hal di industri mereka. Saling memberikan informasi satu sama lain. Tersenyum dan bercanda tanpa tau ada tatapan tajam dari predator yang mengawasi keduanya dari jauh.
*****
"Ah, sungguh melelahkan! Tuhan, akhirnya aku bebas!" teriak Leah ketika mereka sudah di mobil. Akhirnya, setelah dua hari berkutat dengan pemotretan, semuanya selesai dengan lancar.
Sekarang sudah malam, dan mereka sudah diperbolehkan pulang setelah makan malam bersama tim. Dan disinilah Pripta sekarang, di mobil temannya yang tak ingin mengantarnya pulang ke apartemennya sendiri.
Leah bertanya dengan nada lelah dan mengantuk pada Pripta. "Bagaimana, Pripta? Apa kau sudah merasakan lelahnya menjadi aku?"
Pripta terkekeh. "Seharusnya kau mencoba menjadi aku, Leah. Kau harus merasakan lelah berbulan-bulan lebih awal sebelum hari H," jawab Pripta mengutarakan fakta.
Leah mendecih ketika mendengar perkataan temannya itu. Pripta adalah satu-satunya manusia di muka bumi yang tidak akan mengalah padanya.
Pripta tersenyum saat merasakan tatapan sinis Leah yang tak terima dengan fakta yang dia katakan. "Tidak terima? Tiga hari selama pemotretan ini, kau memakai rancangan yang aku kerjakan lebih dari tiga bulan," ujar Pripta lagi. Benar-benar tak bisa mengalah.
"Ckckck. Baiklah. Jika kau tidak ingin mengalah, biar aku saja. Bagaimanapun, aku hanya ingin segera sampai dan tidur dengan nyenyak di kasurku yang empuk!" seru Leah lagi. "Kita harus merencanakan liburan, bukan? Astaga, aku menunggu hari ini datang!" seru nya lagi dengan bersemangat.
Pripta hanya bisa menggelengkan kepala dengan pasrah saat mendengar harapan polos temannya. Bagaimana dia bisa mengikuti alur temannya seperti itu? Akan ada hal-hal besar yang menunggunya setelah berita tentang pemotretan ini disiarkan.
Leah membicarakan segala halnya dengan sangat bersemangat. Tapi itu tak lama, karena setelahnya ia menguap dan mulai memejamkan matanya. Namun, saat akan kehilangan kesadarannya Leah lupa ingin membicarakan sesuatu dengan temannya itu. "Ada apa antara kau dengan Luke?"
Dia mencoba sekuat tenaga mempertahankan matanya agar tetap terbuka. Hanya saja, rasa kantuknya menang dengan mudah membuainya untuk tidur. Jadi, tanpa mendengar jawaban Pripta, wanita itu jatuh terlelap ke alam mimpinya. Meninggalkan Pripta yang terkejut dengan pertanyaan wanita itu.
Pripta dan Luke? Memangnya ada apa dengan mereka? Pripta adalah seorang desainer dan pemilik brand perusahaan fashion. Sedangkan, pria itu adalah aktor yang terkenal dengan aktingnya dalam film. Jika bukan karena proyek kali ini, mereka bahkan tak akan mengenal satu sama lain. Bahkan, saat pria itu menunjukkan gelagat aneh padanya, Pripta akan menganggap itu hal biasa.
Luke seorang aktor, tentu saja Pripta akan sangat paham dengan perlakuan pria itu. Mungkin saja, itu cara Luke memperlakukan lawan jenisnya? Walaupun, Pripta merasa itu sangat janggal, dia tetap akan mencoba mengerti.
Pria itu juga tak mengatakan apa-apa semenjak hari itu. Dia bertingkah seperti biasanya. Menatapnya dalam tanpa mengatakan apa-apa. Jadi, Pripta juga akan biasa saja. Sentuhan tak biasa hari itu, Pripta akan melupakannya. Menganggap hal itu tak pernah terjadi.
Ingatannya melayang pada perkataan, tatapan, dan sentuhan pria itu. Tatapan sayu penuh pesona seorang predator yang menginginkan mangsanya. Perkataan yang memancing dan sentuhan yang mengundang sesuatu dalam dirinya.
Tangan Pripta mengepal ketika suara serak dan rendah pria itu menelusup ke pikirannya. Pripta tak bisa menjernikan pikirannya dengan baik ketika dia merasakan sensasi aneh menggelitik perutnya. Dia merasakan sesuatu yang aneh, seperti banyak kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Ada apa dengannya? Sudahlah, lagipula sudah berlalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments