Tuan Ricky menjabat tangan Pripta sambil tersenyum bangga. "Kau masih muda tapi sangat luar biasa. Senang bekerjasama denganmu, Pripta."
Pripta tersenyum kecil mendengar ucapan Tuan Ricky. "Senang bekerjasama dengan 'LELLA', Tuan. Semoga pekerjaan kita lancar," balas Pripta.
Tuan Ricky tertawa keras. "Brand lokal akan sangat menjanjikan jika pemiliknya pekerja keras seperti mu. Penglihatan ku benar-benar tidak salah pilih kali ini," ucap Tuan Ricky lagi. "Aku tau, 'ByP' si burung kecil ini akan menjadi Phoenix yang mengelilingi dunia nantinya."
Pripta tersenyum dan mengangguk kecil, dia menahan rasa pedih di matanya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali menahan cairan yang akan keluar.
Sebuah tangan menyentuh punggungnya membuat Pripta menoleh.
"Kau tak apa?" tanya Leah dengan raut khawatir. Dia paham betul apa yang tengah dirasakan Pripta saat ini. Dia ada disana ketika kejadian itu terjadi. Alasan Pripta berdiri disini sekarang sebagai seorang desainer dan pemilik perusahaan brand fashion. Berhenti mengejar cita-citanya sebagai pelukis yang bebas. Terkekang di ruang kerjanya dan mesin jahit, bukannya dengan alam bebas dan kanvas.
Pripta mengangguk dan tersenyum kecil. "Walau hanya sedikit, aku sudah mulai melangkah, Leah. Aku harus bertahan saat ini."
Leah menepuk punggung Pripta untuk menenangkan. "Ya, aku tau kau pasti bisa."
*****
Pripta menggulirkan bola matanya keatas ketika melihat pasangan yang berjalan di depannya ini. Apakah mereka benar-benar tidak peduli dengan orang lain? Semua orang di ruang makan tadi memang berjalan lebih dulu dari mereka. Hanya tinggal mereka berempat di belakang. Apa itu menjadi alasan mereka boleh seperti itu?
Leah yang sedang merajuk dengan tangan yang disilangkan. Joshua yang mencoba mengejar perempuan itu dan membujuk. Pasangan ini membuat orang lain merasa takjub. Bahkan di zaman ini, dinding pun bisa bicara dan pasangan ini sepertinya tak mau tau.
Namun, dibandingkan dengan dua orang itu, ada yang membuatnya lebih kesal. Pria yang selangkah di belakangnya itu, sampai kapan akan terus menatap Pripta? Walaupun, Pripta tidak melihat apa yang dilakukannya, tapi gadis itu bisa merasakan punggungnya terasa dingin. Jadi, setelah mengumpulkan keberanian, Pripta berhenti berjalan. Ia menatap langsung pada pria itu.
"Sampai kapan kau akan menatapku, Tuan Aktor?" tanya Pripta lugas.
Pria itu menatap Pripta dengan dingin dan tajam. Namun, tak lama pria itu tersenyum hangat padanya. Apa ini? Pria itu tengah berlatih akting padanya? Pripta mendengus dan memalingkan tatapannya ke arah lain sebentar. Hanya untuk mengembalikan keberanian yang hanya singgah tadi. Mencoba menarik napas dalam-dalam, dia berbicara lagi pada pria itu. "Jangan melihatku seperti itu!"
Luke menatap gadis itu lama. Bibirnya tersungging ketika mendengar teguran dari gadis kecil di depannya. Luke tidak bercanda, gadis itu memang hanya sedadanya. Melihatnya mengernyit kesal karena Luke tidak mengatakan apa-apa membuat ia terhibur.
"I told you, stop looking at me with those eyes!" desisnya lagi dengan kesal.
Luke menyeringai dan menundukkan kepala sehingga mata nya sejajar dengan Pripta. "what eyes?"
Pripta menatap mata yang tengah bertatapan dengannya. Dia berkedip beberapa kali ketika merasakan gelenyar aneh diperutnya. Tatapan pria itu benar-benar mengganggu. Jadi, dia mendecih dan segera melengos dari hadapan pria itu.
Luke mengangkat sudut bibirnya dan kembali menegakkan tubuh. Mata nya masih mengikuti pergerakan Pripta dengan lidah yang bermain-main di pipi bagian dalamnya. Tatapannya sayu ketika melihat postur tubuh gadis itu dari belakang. Tubuh pendek, pinggang yang kecil namun pinggul dan bokong yang padat. Luke menjilat bibir bawahnya sambil memejamkan matanya. Mencoba mengenyahkan pikiran yang mulai mengarah sembarangan.
******
Pripta sedang berada di sebuah taman wisata. Di depannya ada danau buatan. Suara semilir angin dan riak air yang gemericik mengisi ketenangan yang damai ini. Hari sudah mulai sore, namun dia masih ingin menghabiskan waktunya disini.
Setelah pulang dari pertemuan. Dia menyuruh Yana mengantarnya kesini dan memerintahkan sang asisten pulang duluan. Walaupun, Yana menolak dengan keras, tapi dia juga tak bisa membantah perintah atasannya.
Pripta memejamkan mata ketika merasakan hembusan angin menyentuh wajahnya dengan lembut. Dia sangat menikmati waktu yang damai ini. Namun, suara deringan telepon mengacaukan ketenangan di tempat ini. Juga ketenangannya, ketika melihat nama yang tertera di ponsel.
Oma is calling....
Pripta hanya menatap ponsel yang terus berdering sampai deringan itu mati dengan sendirinya. Dia tersenyum sinis, sepertinya keluarga besar Pripta sudah menerima kabar tentang 'ByP'. Lalu apa? Kira-kira apa yang akan mereka katakan? Apa mereka akan mencemooh nya lagi seperti yang sudah-sudah? Yang pasti, mereka tak akan mengakui kerja kerasnya selama ini.
Pikirannya tak fokus saat ini, tapi dia mengingat percakapan ia dengan ayahnya, juga dengan kakaknya saat ia mampir makan malam di restoran mereka.
"Bagaimana kesibukan mu saat ini? Apa kau makan dengan baik? Aku harap kau tidak terlalu menekan dirimu, sayang," ujar Ayah Pripta dengan tangan yang mengelus rambutnya.
Pripta menatap pria yang selalu ada untuknya selama ini, yang selalu membelanya kapanpun dan di manapun. "Aku hanya sedang berusaha untuk diriku sendiri, Papa. Mereka membelengguku seperti ini dan ini caraku untuk bebas dari mereka, Pa."
Ayahnya mengangguk mendengar ucapan putri nya itu. Dia menatap sedih pada putrinya yang harus bertanggung jawab atas tuduhan tak masuk akal dari keluarga istrinya. "Baiklah, kau pasti kuat. Putri ku memang hebat. Papa akan menunggumu pulang ke rumah kita dan memasakkan makanan kesukaan mu lagi."
Pripta mengangguk dan memeluk pria itu erat. Hanya saja pria itu tak bisa lama meninggalkan dapur dan harus segera kembali.
Namun, saat akan pulang, kakaknya juga datang menemuinya.
"Kapan kau akan pulang? Jangan terlalu sibuk bekerja," kata kakaknya.
Pripta menatap sosok pria dewasa yang lebih tua tiga tahun darinya itu. "Katakan pada dirimu sendiri juga. Kau harus lebih banyak beristirahat," nasehat Pripta pada pria itu.
Kakaknya menatap gadis yang kini sudah harus merasakan kerasnya dunia kerja. Ketika perempuan lain seumurannya masih ada yang berlindung di ketiak ibu mereka. "Apa kau tak akan pulang ke rumah nenek? Kau belum bisa melupakan kejadian itu?" tanya kakaknya dengan sendu
"Apa aku harus melupakannya?" Pripta menarik nafasnya dengan dalam. Mencoba menekan perasaan sedih yang mulai menyebar dihatinya. "Aku tak akan melupakan hari itu kak. Hari dimana mereka hanya ingin menuduh ku dan tak mau tau bagaimana perasaanku. Hari dimana orang-orang jahat itu membuat aku seperti penjahat. Padahal—" Pripta terengah ketika mengingat kejadian hari itu. Orang-orang itu mengadilinya dengan kejam. Mengeluarkan kata-kata yang menusuk hati nya yang masih tujuh belas tahun.
Kakaknya segera merengkuh tubuh adiknya ketika melihat mata sang adik mulai bergenang cairan bening. Mengusap punggung yang bergetar hebat dalam pelukannya. "Sshh. Baiklah. Jangan diingat lagi. Jangan menangis, hm. Kakak bersama mu, okay. Tenanglah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments