Ch 10 : Rome Yang Dirawat

"T-ternyata sampai seperti itu!?... M-maafkan aku"

"Kejadian sudah berlalu, hal yang terpenting adalah pengejarmu itu telah kuhentikan... Tinggal bagaimana caranya kita menghindari pengejar-pengejar lain saat kita sampai di Lung Xin..."

Dengan sedihnya, Mei menundukkan kepala, merasa menyesal telah membiarkan Rome terluka. Rasa hausnya serasa menghilang, dan ia menggenggam erat gaunnya, sedikit air mata mengalir keluar dari matanya karena melihat kondisi Rome sekarang.

Kini, mereka berada di kabin yang menjadi singgahan bagi Rome dan Mei. Pemuda itu terbaring lemah di kasur sambil menceritakan kejadian sebelumnya pada Mei. Namun untungnya, ada seorang ahli medis yang kebetulan menumpang di kapal yang sama dengan mereka berdua.

Wanita itu sedari tadi diam, dan dengan lihai merawat luka-luka sayatan milik Rome dengan teliti, kemudian mengoleskan suatu obat gel miliknya pada setiap luka milik Rome.

Dengan cermat, ahli medis itu melanjutkan perawatan pada luka-luka Rome yang tersisa, sementara ombak memayungi kapal yang berlayar di tengah laut biru. Wanita itu, dengan penuh dedikasi melibatkan dirinya dalam menyembuhkan Rome.

Memandang tajam, wanita itu menjahit dengan presisi setiap jahitan untuk menutup luka-luka tersebut. Rome merasakan sentuhan hangat dari tangannya yang mahir meredakan rasa sakit yang sedikit menyiksa tubuhnya. Dalam keheningan malam, hanya suara ombak dan jarum yang bekerja dengan lembut yang terdengar.

Sementara itu, aroma obat oles yang digunakan oleh wanita itu memenuhi udara, memberikan nuansa harum yang menenangkan. Rome, yang awalnya merasa tegang, lambat laun merasa ditenangkan oleh sentuhan penyembuhan dan perhatian wanita itu.

Wanita itu kemudian mengangkat pandangannya, bertemu mata Rome dengan penuh empati. "Kamu telah melalui hal yang buruk... Tetapi selalu ingat bahwa pertolongan selalu ada diantara kita..." ucapnya dengan lembut, suaranya bak melodi yang menenangkan.

Rome mengangguk, merasakan ketenangan tak hanya dari perawatan fisik, tetapi juga dari ucapan wanita itu yang tulus. "terima kasih banyak... Nyonya"

"Tidak masalah anak muda... Aku juga berterima kasih padamu, jika tidak ada kamu pasti banyak korban yang berjatuhan karena penyusup yang kamu ceritakan itu"

Mei sedikit tersenyum lega setelah Rome berhasil ditangani oleh wanita tersebut,

"Kamu pemuda yang kuat... Biasanya pasien yang aku tangani dengan keluhan seperti kamu mengerang kesakitan saat aku olesi dengan obat ini..."

Ia tersenyum ringan, "anda bisa bilang... saya terbiasa dengan rasa sakit nyonya..."

"Jadi begitu... Ngomong-ngomong, apa kalian berdua kakak beradik?"

"Bu-"

"Ya, kami kakak beradik, dan kebetulan kami sedang mencari beberapa rempah langka di berbagai penjuru dunia" sela Rome dengan cepat, yang dihadiahi tatapan bingung dari Mei,

"Woah, itu menakjubkan!... tetapi apa orang tua kalian tidak khawatir?"

"..."

"U-untungnya kami telah direstui oleh orang tua kami, jadi kami tak perlu khawatir soal itu... L-lagipula ada k-kakak yang melindungiku selama perjalanan, b-benar kan kak?" Mei berimprovisasi dengan sedikit gugup, sementara Rome melirik pada gadis kecil itu, dan mencoba untuk menahan tawanya.

Gadis itu tentu saja kesal, Ia berubah cemberut seketika setelah melihat ekspresi dari Rome,

"Syukurlah... Kupikir kalian lari dari rumah" wanita itu kemudian mulai melilit luka-luka milik Rome dengan perban steril,

"..."

Ditengah pekerjaannya, sang ahli medis itu menyadari sesuatu, perlahan Ia memperhatikan Mei dengan teliti, "nak, apa kamu sakit?... Lihat dirimu, kamu pucat sekali"

Mei menggeleng kepalanya mantap, "tidak nyonya, saya sepertinya hanya sedang kedinginan" Ia sebenarnya sedikit tidak enak badan, tetapi Ia tak mau merepotkan wanita itu.

Wanita itu awalnya sedikit tidak percaya, tetapi perlahan menghiraukannya, "syukurlah kalau begitu"

Di tengah percakapan ringan itu, obrolan mereka bertiga berlanjut menjadi saling berbagi cerita. Rome yang membuat cerita-cerita palsunya, dan Mei yang hanya diam menanggapi, sementara wanita itu berbagi pengalamannya sebagai dokter yang sering berlayar untuk membantu mereka yang membutuhkan, wanita itu juga sesekali memberikan nasihat dan dukungan moral kepada kedua insan muda tersebut.

Ketika akhirnya perawatan selesai, Rome merasa bukan hanya luka-lukanya yang sembuh, tetapi juga tubuhnya perlahan-lahan pulih total yang membuatnya sedikit terkejut. Wanita itu, dengan senyum ramahnya, kemudian memberikan nasihat bijak, "Setiap luka membawa pelajaran, dan kesembuhan bukan hanya pada fisik, tetapi juga di dalam hati kita..."

...

Kedua pemuda pemudi mendengarkan nasihat itu dengan seksama, sebelum Rome mengangkat suaranya, "Nyonya pandai merangkai kata-kata ya?... Atau mungkin dari pengalaman hidup anda sendiri?"

Wanita itu tertawa kecil saat mendengar pernyataan dari pemuda dihadapannya, "mungkin keduanya?... Aku tak tahu pasti". Ia kemudian beranjak dari kursi yang didudukinya, dan mulai mengemasi barang-barangnya,

Melihat hal tersebut Mei dengan sigap membantu wanita itu mengemasi barang-barangnya. Setelah dirasa sudah terkemas rapi wanita itu tersenyum lembut pada kedua pemuda pemudi sebelum meraih gagang pintu.

"Aku ingin kamu lebih berhati-hati, setidaknya jika kejadian seperti ini terulang... kamu bisa meminta bantuan kepada orang sekitar, mengerti?"

Rome menggaruk kepalanya yang tak gatal, "akan saya usahakan..."

"Baiklah kalau begitu, aku akan kembali ke kabin ku... Sampai jumpa"

"Terima kasih banyak sekali lagi, Nyonya," ucap Mei sembari menundukkan kepala. Gadis itu sangat berterima kasih padanya. Dia ingin memberikan sesuatu sebagai imbalan, tetapi saat ini dia tak membawa barang berharga, dan uang pun juga tak ada. Pada akhirnya, dia hanya bisa pasrah.

Wanita itu pun dibuat tersenyum sekali lagi. "Tidak masalah" Ia lalu melangkah keluar dari kabin meninggalkan kedua pemuda pemudi tersebut.

Suasana kabin pun langsung hening, Rome menatap tangannya yang penuh perban, tiba-tiba mengingat setiap momen yang membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat. Dia merasa sangat berterima kasih kepada wanita itu, tidak hanya karena perawatan fisiknya, tetapi juga karena dukungan moral dan inspirasi yang telah diberikannya.

...

"Aku sangat beruntung ada seseorang sepertinya yang sukarela merawatku... jika tidak, aku pasti dalam keadaan kehabisan darah sekarang"

Mei menoleh perlahan kearah Rome yang membuka suara, "itu benar... Dan karena itu aku bersyukur kakak bisa selamat..."

Rome tersenyum kecil menanggapi gadis itu, sebelum menyadari hal aneh padanya. "Ya ampun Mei! Wajahmu sangat pucat dan bibirmu juga kering! Ada apa denganmu??" Pemuda itu tak menghiraukan luka-lukanya, Ia memaksa tubuhnya bergerak menuju sang gadis untuk memeriksanya lebih dekat.

Ia bisa melihat bahwa wajah Mei begitu pucat, bibirnya membiru dan pecah-pecah, gadis itu sendiri pun tak menyadarinya. "Lihat dirimu, kamu sangat pucat... Sebenarnya ada apa denganmu??"

Gadis itu seketika teringat ia sedang mengalami dehidrasi, "e-eh?... A-aku tadi kehausan menunggu kakak kembali, aku tertidur sebentar dan tiba-tiba saja seperti ini... aku juga lupa kalau aku tak membawa persediaan apapun bersamaku..." Ia sedikit malu mengatakannya, tetapi Ia tahu bahwa Ia sangat dehidrasi sekarang ini.

"Kamu haus?? Kalau begitu kamu juga lapar tentunya, maafkan aku tak menyadarinya lebih cepat, tunggu. akan kuambilkan sesuatu" pemuda itu dengan cekatan mengambil sebuah penyimpanan air minum, dan beberapa makanan yang layak dari tas miliknya.

Dengan senyuman tulus, Rome menyerahkan air minum dan roti beserta sosis pada gadis itu. "Ini, tidak seberapa tapi bisa melepaskan lapar dan dahagamu" ucapnya sambil menatap penuh perhatian.

Mei tertegun sesaat sebelum tersenyum sumringah, sedikit terharu oleh kebaikan pria yang baru ditemuinya itu. "Terima kasih banyak," ucapnya sambil tersenyum lega, mengambil air dan juga makanan yang ditawarkan pemuda itu dengan penuh rasa syukur.

Dia merasakan kelelahannya perlahan mulai berkurang. "Aku memang benar-benar merasa haus dan lapar," lanjutnya sambil meneguk air dan menyantap makanannya dengan lahap.

"Maaf... Aku lupa bahwa kita belum makan malam tadi, itu murni kesalahanku..." ucap Rome menyesal, pemuda itu lalu duduk di samping Mei, menyaksikan dengan senang bagaimana gadis itu menikmati makanannya.

"Tidak apa kak, aku sendiri juga lupa untuk memberitahumu... Jadi ini juga kesalahanku" tanggap Mei dengan senyum ditengah-tengah menyantap makananannya, pipinya menggembung karena telah terisi dengan beberapa roti.

Rome tak kuasa untuk menahan tawanya saat melihat tingkah gadis itu, "telan dulu baru bicara..."

Pipi gadis itu sedikit memerah, Ia pun mengikuti apa yang Rome perintahkan, menelan perlahan makanan yang ada di mulutnya. "M-maaf..."

...

Melihat Mei telah menyantap beberapa makanan serta melepaskan dahaganya dengan meneguk air minum yang Ia berikan, Rome pikir ini adalah saatnya untuk menanyakan alasan dibalik kejadian pengejaran sebelumnya,

"Sudah saatnya kamu bicara yang sebenarnya Mei... Aku tidak ingin memaksamu tetapi hal ini juga bisa berdampak buruk bagiku, untuk itu aku akan memastikan beberapa hal... apa atau siapa yang sebenarnya mengejarmu? Kenapa kamu sampai dikejar? Dan bagaimana kamu kabur dari kejaran mereka selama ini?..."

Gadis itu terdiam sejenak, Ia mengeratkan kepalan tangannya sebelum mendongak mengarahkan pandangannya pada Rome. "B-bagaimana kalau aku beritahu semuanya kalau kita sudah sampai di Lung Xin?... "

"Kenapa tidak sekarang?..." ucap Rome sedikit bingung,

"P-posisiku sangat sulit... aku hanya bisa memberi tahu kakak satu hal, Pengejarku itu sebenarnya... A-adalah pasukan elit dari kerajaan Chastershire di Vediach..."

"..."

Rome seketika terbelalak kaget, "apa kamu bilang!?... Chastershire!?? Bagaimana bisa kamu sampai diincar oleh mereka?? Dan kenapa kamu tidak bilang dari awal sih Mei! Sial, ini gawat... Aku telah membunuh salah satu dari mereka..."

"M-maafkan aku!" gadis itu pun dengan cepat menunduk menyesal,

"Kamu tahu sendiri kan aku adalah orang Vediach? Bisa-bisa aku diburu untuk seumur hidupku kalau begini, Chastershire sekarang bersebrangan dengan Loxis... Sial!" Ia meletakkan pantatnya kasar pada kasur, mencoba untuk tenang dengan beberapa kali menghela nafas panjang.

Mei hanya bisa diam, menundukkan kepala dengan penuh penyesalan karena telah menyeret Rome ke dalam masalah yang dibawanya. Sesekali, ia melirik pemuda itu dengan wajah gelisahnya, sementara Rome mengurut keningnya, perlahan mengurangi beban pikirannya.

Ia kemudian menoleh kearah sang gadis, wajahnya telah berubah menjadi serius. "maafkan aku sudah membetakmu Mei... Tapi ini memang masalah besar, jika kamu tidak tahu... situasi Loxis dan Chastershire saat ini sedang memanas, jika mereka tahu kalau aku membunuh salah satu anggota pasukan elit mereka... Aku benar-benar jadi incaran paling atas"

Gadis itu semakin merasa bersalah karena tidak memberitahunya lebih awal, "aku janji... Setelah kita sampai disana aku akan beritahu semuanya..."

"Hn, untuk sekarang aku akan pegang janjimu itu... Setidaknya perjalanan ini memakan waktu dua hari, kamu sebaiknya lebih waspada pada sekitar, bisa saja masih ada penyusup lain di kapal ini dan kita tidak tahu darimana serta kapan mereka akan menyerang..."

"Baik, kak"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!