Ch 05 : Perjalanan Menuju Lung Xin

Keesokan harinya, Rome dengan semangat bersiap-siap membawa seluruh peralatan yang ia butuhkan untuk perjalanannya, karena jarak tempuh dari Vediach ke Lung Xin sangat jauh,

Matanya sedikit suntuk, tapi mau bagaimana lagi, jika ia tidak segera berangkat, takutnya ia ketinggalan kapal untuk berlayar. Perkiraan menuju pelabuhan Vediach dari Loxis setidaknya 6 jam dengan berjalan kaki,

Tetapi Rome mempertimbangkan untuk menaiki kuda agar perjalanan lebih cepat. Namun, sebelum melakukannya, ia berusaha memastikan seluruh perlengkapan telah siap, potion penyembuh, antidote, beberapa ransum dan roti, tali panjang dengan pengait, serta tenda untuk menjamin kelancaran perjalanan.

Membawa semua perlengkapan tersebut kedalam ransel serba gunanya, lalu mencangklong pedang ke bahunya ia pun keluar dari apartemen dan tak lupa untuk mengunci pintu. Di jalan, ia sesekali bertegur sapa dengan para tetangganya yang ia lewati seperti biasa,

Rome melangkah melewati kerumunan warga yang mulai sibuk dengan aktivitas sehari-hari. Sedangkan beberapa penduduk Oxhold tampak sibuk membersihkan kota setelah meriahnya karnaval kemarin.

Udara masih segar dan sejuk, memberikan kesempatan pada Rome untuk menikmati hembusan udara segar itu dalam rongga paru-parunya. Ia melangkah menuju peternakan sembari menikmati aroma khas pagi yang menyertai langkah-langkahnya.

Sebelum ia belok di perempatan jalan menuju peternakan, ia tak sengaja melihat Zahn yang terburu-buru berjalan keluar dari sebuah toko, Rome dengan sigap berjalan menghampirinya,

Ia kemudian menepuk pundak teman dekatnya itu pelan, "sedang apa kau disini?" Tanyanya seraya tersenyum lebar,

Zahn tersentak ketika ia merasakan sentuhan lembut di pundaknya, Dan menyadari bahwa itu teman dekatnya. "Sial, mengagetkanku saja... Aku sedang berbelanja untuk klienku. Ia memintaku membeli beberapa bahan makanan."

"Eh, bukankah kau seharusnya menuju Lung Xin hari ini?"

Rome mengangguk pelan menanggapi, "benar, doakan aku selamat sampai tujuan"

"Uxas si raksasa maut butuh sebuah doa untuk selamat? Kau bercanda denganku?" jawab Zahn dengan tertawa

Rome seketika panik mendengar hal itu dari temannya, "jangan keras-keras bodoh, orang lain akan mendengarnya"

"Aku lebih percaya seorang nenek tua mengangkat seekor kerbau ketimbang dirimu yang tak selamat saat misi"

Rome menghela nafasnya berat, "Kau berekspektasi terlalu tinggi, aku masih seorang manusia, Zahn..."

"Terserahlah, sana cepat pergi, aku harus mengantarkan ini secepatnya" Zahn kemudian berbalik dan mulai berjalan menjauh dari Rome,

"Oi!... Huft... Baiklah kalau begitu..." Rome pun berbelok, melanjutkan langkahnya menuju peternakan.

...>>>...

Tiba di peternakan, Rome melihat barisan sapi yang tampaknya sedang dalam proses pemeliharaan susu. Ia mendekati seorang pria yang tengah sibuk memerah susu sapi. "Paman Gus?" panggilnya pada pria itu.

Pria yang dipanggil itu perlahan menoleh, "Rome?... ada yang bisa kubantu?" Ia berhenti melakukan kegiatannya, kemudian berdiri menghadap pemuda dihadapannya.

Pria itu tampaknya tak terlalu tua, berusia sekitar 40-an tahun, memiliki tubuh kekar dan postur tegap. Rambut hitamnya bersurai pendek, dan ciri khasnya adalah luka panjang di sebelah kiri bibir. Dan dulunya, ia adalah seorang pejuang Loxis.

Rome mengangguk pelan, "ya, saya sebenarnya ingin membeli kuda, apakah ada stok hari ini?"

Gus mendengar itu, menopang dagunya sambil mengelusnya pelan. "Maaf ya... hari ini kepala ksatria Loxis memborong semua kudaku untuk prajuritnya. Kalau boleh tahu, apa tujuanmu membeli kuda ini?"

"Saya ingin pergi ke pelabuhan dengan cepat, takutnya saya ketinggalan kapal"

"Buru-buru kalau begitu? Memangnya kemana kau akan pergi anak muda?"

"Lung Xin, Permintaan pengantaran barang dari seseorang"

"Jauh juga, Berarti kau butuh kecepatan... Sebenarnya ada... Tapi ini kuda pribadiku, kau bisa meminjamnya jika kau mau"

Rome sedikit tidak enak, ia langsung membayangkan kuda seseorang yang ia pinjam mengalami kejadian buruk di jalan, "apa benar-benar tak ada stok lagi paman?..."

"Maaf anak muda, para kudaku benar-benar habis diborong, mungkin aku akan menyetok kembali lusa besok"

"..."

Pemuda itu menghela nafas pelan, "baiklah, saya akan meminjam kudanya"

Gus mengangguk pelan, "kalau begitu ikut aku"

Bersama-sama, keduanya melangkah masuk ke rumah peternakan. Rome dapat melihat hewan ternak tengah menikmati santapannya dengan antusias. Beberapa dari mereka melempar pandangan ke arah Rome, sementara yang lain sepertinya tak terlalu memperhatikannya.

Tiba di salah satu kandang, terlihat kuda jantan berbulu hitam yang begitu memukau. Kuda itu terlihat dalam kondisi sehat dan kuat, mengindikasikan perawatan telaten yang diberikan oleh Gus selaku pemiliknya.

"Ini adalah Darius, dia anak yang sedikit pemberontak, tapi aku yakin kau pasti bisa mengendarainya" Gus melepaskan ikatan kuda tersebut dari kandangnya, agar ia bisa dibawa oleh Rome.

Rome mencoba mengelus kuda itu dengan lembut, dan dia sedikit terkejut karena Darius tidak menolaknya. "Sebenarnya... aku tak pernah meminjamkannya kepada siapapun. Dialah kuda yang paling aku sayangi, bahkan ketika ada yang menawarnya, aku selalu menolaknya... tapi untukmu, ini pengecualian."

"Kau beserta dua temanmu sudah banyak membantuku di peternakan ini dahulu" tambah Gus dengan senyuman simpul.

Rome tiba-tiba teringat masa kecilnya yang sering mengunjungi tempat ini bersama kedua sahabatnya. "... Saya hanya membantu, selain itu paman juga membayar saya setelah menyelesaikan tugas," ujarnya.

"Meskipun begitu aku sangat terbantu" kemudian Pria itu memberikan tali ikatan Darius kepada Rome.

Rome kemudian meraih tali ikatannya, sambil hati-hati menaiki punggung Darius. "Tak kusangka, ternyata kamu diberi izin untuk naik ke punggungnya," ujar Gus dengan kagum.

"Syukurlah kalau begitu, jika ia memberontak, akan merepotkan juga bagiku" ucap Rome dibarengi dengan tawa kecil.

...

"Salah satu bawahanku akan mengambil kembali kuda ini di pelabuhan, jadi tak perlu khawatir untuk mengembalikannya. Fokuslah pada urusanmu," Gus dengan pelan menepuk kudanya tersebut.

Rome mengangguk paham, "terima kasih paman,"

"Jaga dirimu dengan baik, anak muda, karena Lung Xin sangat jauh," ucap Gus sebelum Rome berpamitan. Setelah itu, Rome melesat bersama Darius sebagai tunggangannya, melintasi gerbang peternakan, dan melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Vediach.

...>>>...

Perjalanan berlangsung lancar, Darius tetap setia pada Rome tanpa menunjukkan tanda-tanda memberontak. Derap langkahnya sangat cepat, menjadi bukti bahwa perawatan yang baik diberikan padanya oleh sang pemilik.

Di tengah perjalanan, Rome mengambil sebungkus roti dari ranselnya. Kejenuhan menyerangnya sedikit, mengingat betapa panjangnya perjalanan menuju pelabuhan Vediach. Rome dengan pelan memulai mengunyah roti, sambil menikmati pemandangan indah di sekitarnya.

Sinar matahari menyusup di antara pepohonan rindang, menciptakan permainan bayangan yang menari di jalan setapak yang mereka lintasi. Suara riak air sungai kecil menjadi latar yang menenangkan bagi langkah mereka.

Rome memandang ke langit biru yang terhampar luas, membiarkan pikirannya melayang. "Jadi teringat... Aku, June, dan Lynda, sering sekali membantu paman Gus di peternakannya... Demi mendapatkan uang jajan lebih, kami sanggup berkotor-kotoran di lumpur" gumamnya lirih seraya tertawa kecil.

Darius menanggapi dengan mendesis lembut, seolah memahami setiap kata yang diucapkan penunggannya. Ketika mereka mencapai puncak bukit kecil, lautan terbentang di kejauhan, memecah kesunyian perjalanan mereka.

"Sekitar dua jam lagi aku akan sampai... Setidaknya Darius ini bisa membantuku mencapai sana lebih cepat," gumam Rome sambil memandang hamparan laut yang masih terlihat sangat jauh. Ia lalu memberikan remah-remah roti yang digenggamnya pada kuda tunggangannya, berharap dapat meningkatkan kecepatan perjalanannya.

Darius mendesis, lahap ia menghabiskan remah-remah roti dari Rome, "bagus bagus..." ucap pemuda itu senang.

Tanpa menyia-nyiakan waktu, setelah Darius menyudahi santapannya, mereka berdua pun melanjutkan perjalanannya. Derap kaki Darius seakan menari lincah di atas jalanan tanah, menciptakan melodi pada perjalanan yang penuh semangat.

...

Lahan demi lahan mereka lewati, namun Rome menyadari bahwa Darius tampak mulai kelelahan. Kecepatannya menurun drastis, seolah-olah memberi isyarat pada Rome untuk beristirahat sejenak.

Rome kemudian mengelus lembut Darius, lalu membimbingnya ke sebuah pohon besar yang berada tak jauh dari sana.

Setelah sampai di bawah pohon itu, Rome perlahan turun dari punggung Darius kemudian mengikatkan talinya pada sebuah dahan yang kuat. Rome memberikan roti pada Darius untuk mencegahnya kelaparan. Dan untungnya, di dekat pohon besar tersebut, terdapat sebuah sumur dengan air yang terlihat segar.

Tak menunggu lama, Rome mengambil beberapa liter air dengan sebuah wadah yang tergeletak di sana. Air tersebut ia berikan setengah kepada Darius, dan setengahnya lagi ia minum dan menyimpannya di sebuah botol yang ia bawa.

Dan tiba saatnya untuk beristirahat sejenak. Rome meletakkan tubuhnya bersandar di bawah pohon rindang, dan sang kuda dengan perlahan mengikuti. Dengan hati-hati, Darius duduk di tanah, memberikan kesan bahwa mereka berdua saling merasakan kelelahan dari perjalanan mereka. Suasana damai di bawah naungan pohon memberikan kenyamanan bagi mereka berdua.

Tak lama kemudian, angin sejuk semilir mulai menghampiri, menambahkan kesejukan pada tempat yang menjadi singgahannya. Rome kemudian menatap birunya langit, membiarkan dirinya terbawa perlahan oleh sejuknya angin, sementara daun-daun pohon bermain-main dengan sentuhan lembut di sekitarnya.

...

Kamu tahu Rome?... Ada berapa jumlah bintang diatas?

Umm... Kupikir Ratusan?... Itu pertanyaan yang aneh Lynda

Bukankah kamu penasaran?... Setiap melihat langit... Cahaya-cahaya kecil itu selalu menyinari langit yang gelap...

Mereka tahu langit kesepian, jadi para bintang menemaninya disaat gelap, benarkan Rome?

Hahahaha... Bukankah alasan itu sedikit kekanak-kanakan, June?

Hei! Tapi Itu benar kan!?

Pasti June membolos lagi di pelajaran Ibu Hockroft

Eh, asal kalian tahu ya! Aku mendapat nilai c di pelajaran ibu Hockroft!

Itu lebih rendah dariku...

...hahahahahaha

...

Rome mengusap air matanya yang tiba-tiba mengucur deras entah kenapa, ia kemudian mencoba untuk bangkit dan duduk, mengambil sebotol air yang ia isi sebelumnya, lalu menegaknya beberapa kali untuk menghilangkan dahaganya.

...

"Heii!! Anak muda yang disana!!"

Terkejut, Rome berdiri dengan cepat, mata memandang ke arah suara yang baru saja didengarnya. Ia menghunuskan pedang dari sarungnya, berjaga-jaga.

Tak lama kemudian, terlihat seorang kakek tua dengan langkah sempoyongan mendekat dari kejauhan. Pakaian kakek itu lusuh, dipenuhi oleh debu dan tanah. Wajahnya penuh ketakutan, dan ia berlari secepat mungkin meskipun sendi-sendi tubuhnya tampak menjadi korbannya.

Begitu menyadari, Rome menyarungkan kembali pedangnya, lalu mencoba menghampiri si kakek tua yang terlihat ketakutan itu. Disaat mereka bertemu, kakek itu dengan cepat menggenggam pakaian milik Rome, seraya jatuh ke tanah.

"P-pemuda! T-tolong aku! Tolong!- A-aku-" kakek itu bicara belepotan, suaranya serak seperti mau habis, dan ia terbatuk beberapa kali.

Rome dengan cepat membopongnya ke pohon tempat istirahat, lalu menyenderkannya perlahan, ia memberi minum pria tua itu dengan hati-hati agar setidaknya ia bisa berbicara dengan lancar.

"Anda tak apa?" pria tua itu kemudian menoleh pelan kearahnya,

"... A-aku diserang oleh sekolompok bandit... d-dan Istriku baru saja terbunuh... B-bisakah kamu membantuku mengambil kembali karavanku, anak muda?..." Pria tua itu berjuang sekuat tenaga untuk berbicara, dan untungnya, air pemberian Rome yang masuk ke rongga tenggorokan memudahkannya.

Rome mendengarkan dengan serius. Sebenarnya, ia tidak ingin membuang waktu lebih lama, karena ia masih harus mengejar kapal yang berlayar pagi ini. Namun, di sisi lain, ia merasa agak tidak tega setelah melihat kondisi kakek tua ini.

Dengan berat hati, ia pun memilih untuk membantu sang pria tua, "dimana... Karavan ini?"

Kakek itu tersenyum lega mendengar jawaban dari Rome, "T-tak jauh dari sini, mari, a-aku takut mereka sudah pergi"

Pria tua itu kemudian mencoba bangkit, sedangkan Rome melirik kearah Darius yang tertidur tak jauh dari pohon besar,

'dia masih tertidur rupanya... semoga tidak terjadi apa-apa padanya nanti'

"... Tunjukkan jalannya tuan"

Bersama-sama, mereka berdua berjalan menuju lokasi karavan milik pria tua itu. Rome melirik sekitar dengan hati-hati, pengalaman telah mengajarkannya untuk selalu waspada. Mungkin saja, pikirnya, kakek ini adalah umpan, sehingga para bandit dapat menyerangnya dari belakang.

Namun, sejauh ini, Rome tidak melihat tanda-tanda pergerakan di sekitarnya. Sambil terus berjalan, ia sesekali melirik ke arah pria tua di depannya. Ia ingin tahu apakah kakek itu berbohong atau tidak.

Namun, hasilnya nihil. Rome sangat memahami gerakan bahasa tubuh, bahkan sampai dapat mengetahui bahwa pria tua ini terlihat benar-benar ketakutan, dan sepertinya juga mengalami semacam trauma.

Setelah beberapa lama berjalan, dari kejauhan, mulai terlihat asap hitam mengepul ke atas langit, firasat Rome mulai tak enak setelah melihat intensitas asap tersebut,

Dan benar saja, terlihat jelas sekarang karavan itu telah terbakar. Dan terlihat ada sekitar 40an pria dewasa disana tertawa layaknya orang gila dengan membawa obor dan pedang mereka masing-masing.

...

"... Ya Tuhan... Mereka membakar persediaan tahunanku... Mengapa ini bisa terjadi?..." Pria tua itu tak kuasa menahan kesedihan yang melanda harinya ini. Dimulai dari ia dirampok, istrinya terbunuh, dan juga sekarang karavannya telah terbakar. Dengan terhuyung, ia pun tersungkur di tanah.

Rome menatap tajam para bandit. Dengan langkah berat, ia berjalan ke tengah-tengah konflik, memegang erat pedangnya yang telah terhunus tajam. Sementara itu, para bandit masih asyik menghancurkan karavan sang pria tua, serta berteriak kegirangan seakan-akan mereka baru saja memenangkan sebuah lotre.

Dalam waktu kurang dari sepuluh detik, salah satu bandit melihat kepala rekannya terbang, terpotong dengan halus secara tiba-tiba. Kejadian ini tentu saja mengagetkan bandit lainnya, yang dengan cepat memasang kuda-kuda mereka setelah melihat hal tersebut.

...

"Siapa disana!?"

"Keluar kau bedebah!!"

"Kau pikir kami takut!!?"

"Kemari kau sialan!!"

"Kau tak akan selamat setelah mengganggu kami!"

"Tunjukkan dirimu!!"

Berbagai umpatan terlontar dari mulut para bandit, tetapi tak lama kemudian salah satu bandit tersebut lagi-lagi kepalanya terpotong dengan halus oleh seseorang misterius yang menyerang mereka.

Panik perlahan melanda, para bandit tergesa-gesa dan mulai mencari keberadaan sang penyerang, sebelum salah satu dari mereka bertemu sebilah tajam dari pedang besar yang menebasnya tanpa ampun.

"AARGH!!"

Formasi bandit terpecah, membuat Rome mudah memanfaatkan ini dengan berbagai taktik yang ada dipikirannya,

"Keluar kau pengecut!!"

"Sialan! sebenarnya apa yang menyerang kita!?"

Rome keluar dari persembunyiannya, dengan menebas tepat pada leher salah satu bandit itu dengan cepat, membunuhnya seketika.

"Yo..." Para bandit menoleh dengan cepat kearah sumber suara, dan terlihatlah Rome sedang berdiri dengan menginjak salah satu mayat bandit yang ia bunuh tadi,

"Dalam Hitungan sampai tiga... Jika kalian para bedebah tak memberi tahuku dari mana atau siapa kalian ini... aku akan mencongkel mata-mata kalian sebelum membunuh kalian dengan cara yang paling menyakitkan yang belum pernah kalian alami sebelumnya..."

Para bandit menatapnya tak percaya, sebelum pemimpin mereka mendengus meremehkan, "dan siapa kau ini?... Kau pikir kami punya tanggung jawab untuk menuruti perintahmu?"

"Satu..." Dengan cepat, Rome meluncur ke arah para bandit. Tanpa ampun, dengan kelincahannya, ia mencongkel mata beberapa dari mereka secara langsung, menjadikan mereka buta secara permanen sebelum mengakhiri nyawa mereka.

Pikiran Rome sudah gelap gulita, kekejaman bengis mereka harus dibayar setimpal, itu yang ada dipikiran Rome sekarang, ditengah-tengah konflik, teriakan pilu pun terdengar lantang dari para bandit tersebut.

Terpopuler

Comments

𝑪𝒉𝒆𝒓𝒓𝒚🍒✨_

𝑪𝒉𝒆𝒓𝒓𝒚🍒✨_

Mantap banget ceritanya!

2023-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!