Ch 03 : Misi Selesai

"i-itu tidak mungkin bukan?... Kekaisaran Loxis tidak pernah sampai melakukan kekejaman seperti itu pada warganya..." ujar Tessa gusar tak percaya akan pernyataan dari kepala desa yang ia dengar.

Kebenaran telah terungkap, Tessa mengetahui bahwa para desa-desa terpencil di perbatasan Loxis selalu terkena musibah dan hidup sengsara, yang dimulai dari tidak adanya irigasi air dari pemerintah, keamanan, jalur perdagangan, serta fasilitas umum lainnya.

Rome sedikit melirik gadis itu, melihat tingkahnya yang seolah-olah ini tak pernah terjadi sebelumnya, "kebijakan-kebijakan Loxis memang dari dulu sempat dikritik oleh warga setempat Tessa... aku tahu kamu masih muda, tapi kamu seolah-olah tak pernah tahu oleh semua fakta ini?"

"A-aku... aku berani bersumpah, aku benar-benar tak pernah tahu soal ini sebelumnya"

...

"... Para bangsawan Ruthur menjijikkan itu yang memulai semua peraturan-peraturan nyeleneh dan tak rasional... mereka seharusnya mewakilkan rakyat... tetapi mereka malah mengambil hak-hak dari rakyat yang tinggal di desa-desa terpencil seperti kami..." Tambah Fredrick sang Ogre dengan sedikit penekanan,

Kepala desa kembali diam setelah menjelaskan alasan konflik dari desa-desa perbatasan, sedangkan Fredrick sang Ogre menatap Tessa dengan tatapan yang sulit diartikan.

"memang itu kenyataan yang ada disini nona muda... monarki Loxis sudah korup sejak dahulu kala... Yang akhirnya membuat warga selain dari ibukota selalu terkena imbasnya..."

Tessa masih tak percaya apa yang ia dengar dari telinganya sendiri, "s-saya... Benar-benar tidak tahu soal itu..."

"saya memang mendengar desas-desus hal serupa tuan kepala desa... Tapi baru kali ini saya mengetahuinya langsung dari sini..." Disela-sela keheningan, Rome memberikan pemikirannya

Sang kepala desa tertawa kecil, ia sudah lama tak menghiraukan apa yang pemerintahan Loxis terapkan, lagipula ia sudah tua, menikmati masa-masa terakhirnya lebih penting dari hal-hal seperti itu,

"jangan terlalu dipikirkan kalian berdua, kami disini sudah terbiasa akan hal-hal seperti ini... dan lagipun ini bukan tanggung jawab kalian untuk menyelesaikan masalah-masalah kami disini..."

Rome yang mendengar pernyataan pria tua itu sedikit tidak enak entah kenapa, tapi memang benar apa katanya, ini bukan urusan mereka berdua, mereka hanya orang luar, dan Rome hanya membantu Tessa agar ia mendapatkan imbalannya dari tuan Belfort.

"S-saya paham tetua... Kalau begitu maafkan saya yang agak lancang" ucap Tessa sembari menundukkan kepalanya sebentar.

...

Suasana kembali hening, sebelum Kepala desa memecah keheningan tersebut, "bagaimana kalau minum?... Atau makanan ringan mungkin? kalian pasti lelah berjalan jauh dari ibukota bukan begitu?..."

Setelah Kepala Desa mengucapkan kata-kata tersebut, suasana di ruangan itu pun menjadi lebih hangat. Fredrick yang duduk disamping kepala desa pun tersenyum simpul, sedangkan Tessa merasa tidak enak untuk tinggal berlama-lama, ia takut merepotkan.

"Maaf tetua, kami disini hanya ingin menyelamatkan desa tadinya, tapi semenjak mendengar cerita sebenarnya dari anda, kami tidak punya tujuan lagi untuk menetap disini terlalu lama" jelas Gadis itu seraya tersenyum gugup.

"Tak usah sungkan-sungkan, kalian disini adalah tamu, saya sebagai sebagai Kepala desa wajib memberikan suguhan, mari" Kepala desa kemudian tersenyum sumringah, memang, ia sudah lama tidak mendapati tamu dari luar desa, jadi tak heran jadinya jika ia menahan mereka berdua.

"Allya!... Ada tamu! Ayah minta tolong bawakan minuman serta makanan ringan ya!..." Anak dari kepala desa itu pun menyahuti ayahnya dari dalam rumah, lalu segera menyiapkan apa yang diperintahkan.

Tessa menyenggol Rome pelan dengan sikunya. "Bagaimana ini?... aku jadi tidak enak..." bisiknya pada pemuda disampingnya itu,

Rome pun menghela nafas pelan, 'mungkin saja dewa menjawabku kalau aku merasa bosan... masalah ini sedikit membuatku pusing, aku tak bermaksud untuk ikut campur... Jadi... terserahlah' ucapnya dalam hati

"Aku sih tak masalah, Setidaknya kita tidak pulang kelaparan" bisik balik Rome menjawab Tessa

"... K-kamu ya Rome... Huft~ baiklah,"

Tak lama kemudian, anak perempuan dari Kepala desa membawakan nampan besar, berisi teko, gelas-gelas, dan empat buah toples berisi makanan ringan,

"Silahkan..." ucap lembut anak Kepala desa itu sembari meletakkan nampan itu didepan para tamu, ia tersenyum simpul pada Rome dan Tessa, seraya kembali kedalam.

"Maaf jika kalian kurang suka, hanya ini yang bisa kami suguhkan, karena... ya... bahan pokok kami hanya padi dan kentang saja" ucap Kepala desa dibarengi dengan tawa kecil

Tessa menggelengkan kepalanya cepat, "t-tidak sama sekali tetua, saya akan memakannya, aduh... jadi merepotkan..."

Berbeda dengan Tessa yang masih sungkan dengan suguhan-suguhan dihadapannya, Rome, membuka salah satu toples yang berisi kerupuk beras manis dan mulai mencicipinya,

Gadis cantik itu pun dibuat terkejut akan tingkahnya, sedangkan Rome mulai mencicipi makanan ringan yang lain sementara Tessa melihatnya terdiam,

Kepala desa and Fredrick pun tertawa kecil akan tingkah mereka berdua, "lihat, temanmu sangat lahap menyantap makanannya nona, nona sendiri tidak mau ambil?"

Rome menoleh sekilas kearah mereka yang tertawa, kemudian tersenyum simpul dengan makanan ringan yang masih ada di mulutnya, Tessa yang melihat itu pun mulai mencicipi suguhan dari kepala desa.

Kedua tamu tersebut menikmati jamuan dari Kepala desa dengan antusias, Tessa sedikit terkejut, karena makanan yang dibuat disini entah mengapa terasa lezat, walaupun bahannya tidak terlalu rumit ia rasa.

"Ngomong-ngomong, kami belum tahu siapa nama kalian..." ucap Fredrick ditengah-tengah perjamuan

Tessa dengan cepat menoleh kearah sang Ogre, "oh, itu benar, kami belum memperkenalkan diri kami... saya Tessa..."

"Rome..."

Kepala desa kemudian memangguk pelan setelah mengetahui nama-nama dari tamunya tersebut, ia lalu tersenyum ramah "Rome dan Tessa ya?... akan kuingat itu"

"Rome, benar?... bicara soal pertarungan kita tadi, teknik bertarungmu benar-benar sangat unik, kau bisa mengkombinasikan serangan dari semua anggota tubuhmu dan tak terikat hanya dengan senjatamu... Baru kali ini aku berhadapan dengan seorang ksatria yang bertarung seperti itu," ujar Fredrick dengan tatapan antusiasnya dengan sesama ksatria

Pemuda yang disebut itu pun menoleh, "Saya bukan seorang ksatria, saya hanya seorang tentara bayaran yang kebetulan bisa bertarung..."

Sang Ogre pun tertawa lebar mendengar jawaban dari Rome, sedangkan Tessa disampingnya mencoba mendengarkan. "Tak perlu merendahkan dirimu sendiri anak muda, aku tahu seperti apa orang yang berpengalaman hanya dengan melihat postur dan teknik orang itu... dan kupikir kau punya kekuatan dan stamina diatas rata-rata seorang prajurit"

Tessa perlahan tersenyum mendengar pernyataan Fredrick akan partnernya tersebut, "itu benar, meskipun kita baru bertemu, aku akui kamu memang kuat Rome" Pemuda itu pun membalasnya hanya dengan senyuman kecil

"Gerakan yang luwes tanpa jeda, disertai tarian mematikan dari teknik bela diri dan berpedangmu... Kalau boleh tahu darimana kau belajar semua ini?"

Rome menghabiskan sisa makanan di mulutnya sebelum menjawab pertanyaan dari sang Ogre. "beberapa benua seperti Yamato dan Blilongan... Saat saya berumur 9 tahun... pada saat itu saya pergi dari Vediach untuk berguru"

Seluruh penghuni ruangan kecuali Rome sedikit terkejut, karena pada saat pemuda itu masih anak-anak, ia sudah berkelana sangat jauh. "itu... jauh sekali ditimur bukan?... dan disaat kau masih anak-anak?... aku tak habis pikir, lalu?"

Rome pun melanjutkan ceritanya dengan sedikit terlihat tenggelam dalam kenangan masa kecilnya. "keberuntungan saya membawa saya berguru di bawah bimbingan beberapa master bela diri dan pendekar pedang yang hebat. Mereka mengajarkan saya bukan hanya tentang keterampilan bertarung, tetapi juga nilai-nilai kehidupan. Bersama teman-teman seperjuangan, saya menjelajahi hutan-hutan dan gunung-gunung, dan belajar memahami pentingnya bertahan hidup"

Mata Tessa berbinar mendengarkan cerita Rome, sementara Fredrick dan kepala desa tampak begitu tertarik.

"Itu pasti sebuah petualangan yang menarik bagimu, lalu? Apa yang membuatmu meninggalkan tempat itu, nak?" tanya kepala desa dengan antusias

Rome tersenyum kecut, "Sayangnya pada saat itu saya meninggalkan sahabat yang saya anggap seperti keluarga sendiri di Loxis... saya pun mau tak mau akhirnya kembali ke Vediach, Meskipun begitu, pengalaman berkelana itu selalu membekas di hati saya."

Fredrick mendengar hal itu sedikit tersentuh akan jalan hidup sang pemuda dihadapannya. "Kau tertempa dengan sangat baik anak muda, layaknya bilah pedang, kau adalah bilah tertajam di seluruh jajaran senjata di pandai besi, Aku yakin, setiap langkah yang kau ambil membentuk siapa dirimu sekarang."

Terlihat, hidangan di meja mereka mulai berkurang, tetapi cerita mereka terus mengalir, pertanda bahwa percakapan menjadi menarik—

Waktu pun berlalu, menunjukkan bahwa hari mulai beranjak sore, dan terlihat Rome dan Tessa akan segera beranjak pergi dari desa setelah perbincangan mereka,

Kepala desa dan Fredrick mengantarkan mereka pada gerbang masuk desa. "Kami senang akan kedatangan kalian berdua anak muda... Kami selalu terbuka untuk kalian berdua jika kalian berkunjung kemari di lain waktu"

"Terima kasih atas semuanya tetua, saya pribadi menerima banyak sekali nasihat bermanfaat dari kalian berdua, benar-benar waktu yang sangat berharga" Tessa tersenyum sumringah sembari menunduk hormat

Sedangkan Rome tersenyum simpul sembari mengatakan, "banyak sekali informasi penting yang belum pernah saya dengar, terima kasih banyak tuan kepala desa, dan anda juga paman Ogre"

"Sama-sama anak muda, saya juga berterima kasih atas waktunya"

"Sama-sama... hey Rome, bagaimana kalau kita beradu pedang di lain hari eh?..."

Pemuda itu menyeringai, "akan kuusahakan bila ada waktu"

Mereka berdua pun kemudian mulai beranjak pergi dari desa setelah berpamitan dengan Kepala Desa dan Fredrick, melewati jembatan tua besar yang menghubungkan perbatasan antara desa-desa terpencil dengan ibukota,

Jaraknya lumayan dekat meskipun terjal, mereka berdua harus memilah jalan yang mereka tapaki dengan hati-hati.

...

Disela-sela keheningan dalam perjalanan mereka, Tessa berusaha membuka obrolan. "Err... Rome? Boleh aku tanya suatu hal?... kenapa kamu memilih menjadi seorang tentara bayaran? Bukankah menjadi seorang ksatria kerajaan lebih terhormat?"

Pemuda dibelakangnya tersebut menaikkan sebelah alisnya bingung, "ada apa dengan pertanyaan tiba-tiba itu?..." tanya nya balik memastikan

"T-tidak ada, hanya saja aku penasaran dan ingin mengenalmu lebih baik..."

...

Rome menghela nafas pelan "Aku tak suka terikat dengan suatu faksi... Karena pekerjaan ini jauh lebih fleksibel untukku... Membuatku tak lagi kelaparan di jalanan, itu saja sudah cukup"

Tessa sedikit bingung dengan jawaban Rome, "tetapi Rome, dengan kemampuanmu, orde ksatria Loxis akan sangat terbantu jika kamu mau bergabung,  tidakkah kamu ingin perang saudara ini selesai?" ujarnya sembari melirik kearah pria dibelakangnya,

Rome yang mendengar itu mendecih pelan. "jujur saja ya... aku sudah muak bertarung untuk Loxis, para bangsawan kikir itu akan terus membuatmu berperang tanpa mengetahui apa sebabnya... tak ada gunanya bertarung untuk para babi berlemak itu"

"penyebab perang saudara ini pun dimulai karena percekcokan antara bangsawan Loxis dan bangsawan Chastershire, bukankah itu konyol?" lanjutnya dengan sedikit nada sarkastik

Tessa sedikit tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh pria itu, "lebih baik mati terhormat untuk membela negara, daripada mati untuk diri sendiri..."

"terkadang kehormatan dan patriotisme diabaikan oleh para bangsawan yang hanya memikirkan kepentingan pribadi mereka, lalu akhirnya apa yang kamu cari?"

Tessa meresapi kata-kata Rome dengan serius, "Mungkin benar dengan apa yang kamu katakan Rome, tapi kita tidak bisa membiarkan keputusasaan meruntuhkan tekad kita. Kita perlu mencari jalan keluar dari konflik ini, bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi untuk rakyat yang kita bela."

Rome tersenyum pahit, "Dan bagaimana kita bisa menemukan jalan keluar dari labirin itu? Kamu tahu kan Bangsawan-bangsawan itu memiliki kekuatan dan sumber daya yang bisa mereka gunakan sesuka hati, kamu yakin bisa lepas dari genggaman mereka?"

Tessa memandang langit senja, diam seraya mencari jawaban di dalam dirinya.

Tessa kemudian menggeleng tegas, "Aku tidak akan terjebak dalam permainan mereka. Aku akan mencari kebenaran di balik perang ini, dan aku akan membuktikan bahwa keadilan masih ada!"

Rome kemudian tertawa kecil, "dari awal pertanyaanmu sudah kuduga kamu adalah anggota orde ksatria Loxis... kamu masih masa pelatihan bukan?" Tessa tak menjawab, ia masih kesal dengan apa yang diucapkan Rome.

"Dengar ya, tak ada yang namanya kehormatan didalam perang... prajurit bertumpah darah dan saling membunuh meninggalkan kesengsaraan semata... kamu akan dikumpulkan dan diadu di lubang neraka itu sampai mati, dan akhirnya hanya ada dua pilihan yang harus kamu ambil, membunuh... atau dibunuh"

Tessa menggigit bibir bawahnya, "meskipun begitu... aku masih percaya... Bahwa aku bisa mengembalikan kedamaian Vediach dengan teman seperjuanganku"

Obrolan kemudian berakhir, perjalanan mereka kembali diselimuti kesunyian, sampai mereka kembali ke ibukota.

...>>>...

Loxis Capital City : Oxhold

Mereka berdua tiba di ibukota saat malam telah turun, dan suasana masih riuh dengan warga setempat yang sibuk melakukan aktivitas seperti jual beli dan mencari hiburan di keramaian kota.

Rome dan Tessa melangkah tanpa mengucapkan sepatah kata pun, membimbing langkah mereka menuju kediaman Belfort.

Setibanya di sana, seorang pelayan berperawakan tua menanti di depan gerbang mansion dengan tenang.

Pria tua itu kemudian membungkukkan tubuhnya dengan hormat, setelah menyadari keberadaan mereka berdua "Selamat datang, Tuan Rome, Nona Tessa. Tuan Belfort menanti kedatangan Anda di dalam."

Tessa mengangguk sebagai tanda penghargaan, Pelayan itu membuka gerbang dengan cekatan, memberikan hormat singkat kepada Rome dan Tessa, lalu memimpin mereka melalui lorong-lorong indah menuju ruang utama. Di dalam, seorang pria tua mengerjakan sesuatu di meja pribadinya, tuan rumah Belfort, menyambut mereka dengan senyuman ramah.

"Tessa, Rome, selamat datang. Bagaimana hasilnya?" tanya Belfort dengan lembut, seraya mengganti perhatiannya pada kedua pemuda-pemudi dihadapannya

"Ada sesuatu hal yang penting yang aku harus bicarakan kakek..." ucap Tessa dengan serius

Pria tua itu menaikkan alisnya, "apakah itu Tessa?"

Gadis itu menghela nafas sejenak, "Informasi yang diberikan oleh informan kakek salah besar. Desa itu tidak diserang oleh para Imp, melainkan para Imp yang malah melindungi desa itu. Mereka juga tidak memakan para bayi hidup-hidup seperti yang dijelaskan oleh informan kakek."

Pria tua itu terkejut sesaat, lalu menghela nafas berat. "Begitu ya?..."

"Kemungkinan besarnya dia memang seorang mata-mata, tuan... dari yang saya dengar, si informan ini terdengar seperti melebih-lebihkan, dan ia seolah ingin para Imp itu terlihat jahat, ada sesuatu hal ganjal terjadi di belakang anda tuan..." tambah Rome disela-sela keheningan

Belfort mengangguk paham "Aku akan urus ini secepatnya, terima kasih atas investigasinya kalian berdua... dan Rome, ini yang sudah kujanjikan" lalu menyodorkan sejumlah uang kertas dari laci mejanya.

"4500 austral, kubonusi 1000 karena menjaga cucuku selamat sampai rumah" ucap pria tua itu dengan tersenyum simpul.

Dengan senyum cerah, Rome mengambil sejumlah uang tunai yang terletak di atas meja tuan Belfort. "Terima kasih banyak, tuan" ujarnya. Tessa, yang menyaksikan adegan itu, mengerutkan kening dan segera meninggalkan ruangan menuju kamarnya setelah mengucapkan terima kasih pada Rome.

Belfort pun bingung dengan tingkah cucunya "kenapa anak itu?"

"Kami berdebat pendek dijalan, dengan hasilnya kami berbeda pendapat" ucap Rome datar, sembari memasukkan sejumlah uang yang ia terima di kantung celananya,

Belfort yang mendengar itu tertawa kecil. "apa kalian membahas tentang orde ksatria?" Rome menjawab dengan menganggukan kepalanya

"Anak itu selalu mengidamkan seorang ksatria, dia selalu marah saat nama ksatria diremehkan" pria tua itu menghela nafas sekali lagi.

...

"... kalau begitu saya pamit tuan Belfort, ini sudah larut malam... Dan malu mengatakannya tapi saya merasa lelah"

"ah ya, terima kasih sekali lagi Rome, hati-hati dijalan, dan maafkan kelakuan cucuku ya"

Rome tersenyum simpul dan mengangguk, "tidak apa tuan, Tessa masih belum bisa berpikir matang, itu wajar... Permisi" Ia kemudian berbalik, meninggalkan kediaman Belfort dengan langkah mantap setelah berpamitan.

Saat berjalan pulang menuju apartemen murahnya, ia kegirangan dalam diam. 'dengan uang sebesar ini aku bisa bersantai sampai bulan depan... sial, rasanya aku ingin meledak saat ini juga karena senang'

...

'bagaimana kalau aku menyewa wanita di rumah bordil milik pak tua Lloyd?... tidak tidak itu terlalu mahal... aku harus belajar berhemat, mungkin sekali-kali aku harus mencicipi makanan internasional di karnaval?... ya, itu ide bagus, aku akan melakukannya besok'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!