"Sepertinya kondisi Emily mulai membaik. Dia sudah mengingat sedikit demi sedikit tentang masa lalunya"
Dokter Aerin berbicara pada Petter dan Sofia yang juga ikut masuk ke ruang praktek dokter Aerin untuk memdampingi Emily.
"Tapi sebaiknya jangan terlalu di paksakan, biarkan Emily mengingat masa lalunya secara perlahan"
Jelas Dokter Aerin lagi, sembari menuliskan resep obat untuk Emily di atas secarik kertas.
"Ini resep untuk Emily, di minum secara teratur ya. Semoga ingatan Emily cepat pulih"
Dokter Aerin menyodorkan secarik kertas pada Petter.
"Kalian duluan saja ya, ada hal penting yang ingin Papa bicarakan dengan dokter Aerin"
Titah Petter pada Sofia istrinya. Sofia mengangguk paham, dan menuruti perintah sang suami.
"Ayo sayang kita tunggu Papa di luar saja"
Sofia merangkul bahu Emily dan membawa gadis itu keluar dari ruang praktek dokter Aerin.
***
"Dokter Aerin Veronica, tolong berikan saya resep obat, agar Emily tidak akan pernah mengingat masa lalunya kembali!"
Pinta Petter pada Dokter Aerin yang juga sahabatnya sejak dari zaman kuliah dulu.
Mereka sudah bersahabat cukup lama, jadi Petter tidak canggung meminta sesuatu yang tidak wajar pada sahabatnya itu.
"Tapi Petter! Itu tidak mungkin. Kalau pun bisa akan sangat beresiko. Aku tidak mau menanggung resikonya nanti"
Dokter Aerin sempat kaget dengan permintaan sahabat lamanya itu, semula Ia mengira Petter ingin Emily bisa kembali mengingat masa lalunya dengan segera. Namun ternyata malah sebaliknya.
"Kamu tahu sendiri kan Rin, bagaimana kondisi Sofia setelah kecelakaan itu, jiwanya benar-benar terguncang setelah kehilangan calon bayi kami. Aku tidak akan sanggup jika terjadi sesuatu kepada Sofia lagi.
Kalau Emily sampai mengingat masa lalunya dan meminta kembali kepada orang tua kandungnya, Sofiaku akan terguncang dan kembali depresi. Aku tidak sanggup membayangkan semua itu"
Ucap Petter sembari mengusap wajahnya dengan kasar.
Kali kini Petter berbicara dengan mode teman kepada Dokter Aerin. Tidak ada yang Ia tutup tutupi dari Aerin, termasuk dengan penyebab rasa takut yang membelenggu hatinya.
"Tapi Tuan Petter Anderson yang terhormat, ini perbuatan ilegal namanya. Aku tidak bisa melakukan pekerjaan dengan resiko sebesar ini"
Dokter Aerin mencoba menolak permintaan konyol dari sahabatnya.
Memang ada obat seperti yang Petter minta, tapi itu jatuhnya melanggar hukum jika di berikan tidak sesuai aturan.
"Jangan khawatir, aku akan menanggung semua resikonya nanti. Kamu hanya tinggal memberikan resep obat itu saja. Aku akan mencari sendiri obat itu dengan caraku" Desak Petter.
"Sebagai imbalannya, aku akan membantumu untuk menjadi direktur utama di rumah sakit ini pada periode selanjutnya"
Petter terus mendesak dan mengiming-imingi Dokter Aerin agar mau berkerja sama dengannya.
Memiliki kedudukan yang tinggi sebagai seorang Gubernur, suaranya jelas sangat berpengaruh termasuk tentang posisi Direktur utama di rumah sakit milik pemerintah ini selanjutnya.
"Baiklah, tapi tanggung resikonya sendiri ya. Jangan pernah libatkan aku dalam keadaan apapun jika terjadi sesuatu nanti"
Dengan terpaksa Aerin menyanggupi permintaan Petter. Mereka sudah lama bersahabat, tidak mungkin Aerin tega menolak permintaan temannya itu.
Apalagi Petter menjanjikan dirinya untuk menjadi direktur utama di rumah sakit ini pada periode selanjutnya. Mana bisa Aerin menolak, karna itu impiannya sejak dari dulu.
***
***
Cek lek
Senyum mengembang dari wajah Edward, saat mendengar pintu utama di buka.
"Syukurlah dia baik-baik saja"
Kedatangan Emily beserta kedua orang tuanya di sambut dengan senyuman oleh Edward, walaupun Ia hanya bisa melihat kondisi Emily saat ini dari kejauhan. Tapi Edward cukup lega saat melihat gadis itu tidak kesakitan lagi.
Edward sangat Khawatir dengan kondisi adik angkatnya itu, diam-diam Ia menunggu kepulangan Emily dari rumah sakit.
Edward merasa sangat khawatir pada Emily, apalagi Emily merintih kesakitan tepat di hadapannya, sampai-sampai Edward di tuduh telah menyakiti Emily oleh Sofia.
Karna merasa cemas, jadilah Edward tidak bisa tidur. Dia menunggu Emily pulang dari rumah sakit walaupun malam sudah sangat larut.
"Minum obatnya dan langsung istirahat ya sayang"
Ucap Sofia sembari menyodorkan beberapa butir obat yang harus di minum oleh Emily.
"Terima kasih Mah"
Emily mengambil beberapa butir obat dari tangan Sofia, dan meminumnya secara bersamaan.
Glek Glek Glek
Segelas air putih, melancarkan jalan obat-obat itu menuju lambung Emily.
"Maafkan Papa Emily, Papa terpaksa melakukan ini"
Batin Petter bergeming. Senyum getir tersungging di bibir pria itu saat melihat Emily menenggak obat yang di resepkan dokter Aerin.
Tentu saja resep obat sesuai permintaan Petter sebelumnya, agar ingatan Emily tidak segera kembali, bahkan tidak pernah kembali selamanya.
Ada rasa bersalah juga di hati pria itu, tapi mau bagaimana lagi ini satu-satunya cara agar Emily tidak pergi dari kehidupan mereka.
"Sekarang kamu istirahat ya sayang, Mama akan menemani kamu disini sampai kamu tertidur"
Ucap Sofia lembut, Emily yang masih tampak lemah hanya bisa mengangguk saja tanpa banyak bicara seperti biasanya.
Sofia beranjak naik ke ranjang Emily dan memeluk putri kesayangannya hingga mereka terlelap bersama.
Kondisi Emily memang jauh lebih baik sepulangnya dari rumah sakit. Gadis itu sudah tidak mengeluh sakit lagi. Tapi Sofia tidak tega jika harus meninggalkan Emily seorang diri di kamarnya. Takutnya sakit kepala Emily akan kambuh sewaktu-waktu. Jadilah Ia memutuskan untuk menemani Emily sepanjang malam ini.
"Selamat tidur Nak, mimpi indah ya"
Petter mengusap lembut puncak kepala Emely, kemudian pria itu mengecup kening Emily dan Sofia secara bergantian, setelahnya barulah Petter beranjak pergi meninggalkan dua wanita kesayangannya saat ini.
Emily adalah putri kami sekarang dan selamanya akan menjadi putri kami.
#Terima kasih yang udah baca karya ini, jangan lupa like n komennya ya 💕 selamat membaca 🥰🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments