"Hanya membuat susah saja dan melakukan hal yang tidak berguna selama bertahun-tahun. Apa tidak capek di marahi terus," sindir Monica yang langsung berdiri dan langsung pergi dari tempat tersebut.
Alea menghela napasnya yang terbiasa dengan kata-kata itu. Sakit sudah pasti dan dia akan menjadi sangat lemah ketika berada di rumahnya. Dia bukan Alea yang garang di luaran.
"Kak Alea. Kakak sebentar lagi akan menikah. Livia ikut senang melihat kakak dan kak Galang akan menikah," ucap Livia dengan tersenyum. Alea hanya tersenyum tipis mendengar tanggapan Livia kepada-nya.
"Kak Alea. Ayo kekamar kakak. Livia tadi sudah bersihkan kamar kakak dan kakak harus ceritakan pada Livia bagaimana pengalaman kakak selama ini selama kuliah di Luar Negri dan Livia sangat senang dengan kakak yang menjadi seorang Dokter, kakak sangat hebat," ucap Livia yang memang terlihat sangat mendukung Alea dan bahkan menjadi satu-satunya yang sangat menyukai Alea menjadi Dokter. Tanggapan Livia sangat positif berbeda dengan Sandres dan juga Monica.
"Ayo kak. Kekamar kakak!" ajak Livia lagi.
"Iya," jawab Alea dengan singkat. Livia tersenyum dan mengajak Alea untuk pergi.
***********
Alea hari ini bertemu dengan Galang. Galang adalah pria yang di kenalnya yang juga sahabatnya sejak dulu. Galang bertamu kerumah itu dan langsung bertemu dengan Alea dengan mereka yang mengobrol di taman sembari ke-2 berjalan.
"Selamat untuk gelar kamu!" ucap Galang.
"Makasih!" sahut Alea.
"Aku tidak percaya. Jika kamu selama di Luar Negri kuliah dengan baik dan sudah menjadi seorang Dokter. Kamu seorang Dokter dan aku bangga sama kamu," ucap Galang dengan tersenyum.
"Makasih Galang, aku juga bangga sama kamu. kamu juga menjadi seorang pengusaha yang sukses," sahut Alea.
"Iya, semua tidak terasa. Kita semakin dewasa dan punya cita-cita yang pelan-pelan kita raih," sahut Galang.
Alea hanya menganggukkan kepalanya, "Hmmmm, kamu tau tentang pernikahan kita?" tanya Alea.
"Bukannya karena itu. Makanya kamu harus pulang dan jelas aku tau," jawab Galang.
"Kamu tidak masalah?" tanya Alea.
"Kamu menyukaiku bukan? Lalu kenapa itu menjadi masalah dalam pernikahan kita dan kita juga sudah saling mengenal satu sama lain," jawab Galang dengan singkat dan santai.
"Lalu bagaimana dengan kamu? Apa kamu menyukaiku?" tanya Alea dengan menghadap Galang dan menunggu jawaban dari Galang.
"Apa penting sebuah ucapan dari menyukai apa tidak?" tanya Galang.
"Kita akan menikah dan aku rasa pernikahan adalah jawaban dari pertanyaan kamu," lanjut Galang tanpa menjawab pasti.
"Kamu ragu?" tanya Galang melihat Alea yang diam.
"Tidak. Aku hanya tidak ingin salah langkah dan ingin merugikan siapa-siapa dengan pernikahan ini," jawab Alea.
"Jangan berpikir terlalu jauh Alea. Kita akan menikah dan aku akan tinggal di rumah kamu bersama kamu," ucap Galang.
Alea mengkerutkan dahinya mendengar pernyataan Galang.
"Tinggal di sini?" tanya Alea.
Galang menganggukan kepalanya, "kenapa apa itu hal yang salah?" tanya Galang.
"Tidak. Bukannya ketika menikah. Kebanyakan wanita akan ikut bersama suaminya dan bukan sebaliknya," ucap Alea menurut sepengetahuannya.
"Aku juga ingin mandiri. Namun ini permintaan keluargamu dan aku hanya mengikuti," jawab Galang.
"Aku pikir setelah menikah, aku bisa keluar dari rumah ini kembali. Tapi ternyata Galang justru tinggal di sini dan aku tetap saja akan terus menjadi Alea yang merasa hidup di neraka," batin Alea.
"Kamu kenapa Alea." tanya Galang yang melihat Alea bengong.
"Oh tidak apa-apa," jawab Alea.
"Kamu keberatan. Jika setelah menikah kita tinggal bersama keluargamu?" tanya Galang.
"Tidak kok. Aku tidak keberatan," jawab Alea bohong.
"Alea, kita juga tinggal di rumah kamu hanya akan sementara. Karena kita juga harus mandiri dan punya rumah sendiri," ucap Galang.
"Iya aku tau itu," ucap Alea yang membuat Galang tersenyum.
"Ya sudah ayo jalan lagi!" titah Galang mempersilahkan Alea. Alea mengangguk kepalanya dan berjalan terlebih dahulu.
"Tidak apa-apa Alea. Yang penting kamu punya Galang dan walau tetap tinggal di rumah ini. Paling tidak ada yang melindungi dan benar kata Damian, aku masih punya kehidupan yang indah di depan sana dan aku berharap pernikahan ku akan membawa kebahagiaan dan kenormalan hidupku," batin Alea yang terus berharap dengan semua kehidupanya yang di jalaninya.
*********
Mobil mewah berhenti di depan rumah yang mewah juga yang sangat pengemudi langsung keluar dari mobil mewah tersebut.
Pria tampan yang bertubuh kotak-kotak dengan berkulit putih itu langsung memasuki rumah mewah itu.
Pria itu langsung menuju kamarnya dan tiba di kamarnya dia langsung melonggarkan dasinya lalu membukanya. Pria itu juga langsung berdiri di depan cermin dengan membuka pakaiannya. Membuka kancing kemejanya 1 persatu dan mengambil pakaian ganti dari dalam lemarinya.
Pria berkulit putih itu itu kembali berdiri di depan cermin yang memerhatikan dirinya dan melihat bekas kemerahan di bagian lehernya.
"Wanita itu benar-benar. Dia sangat ganas dan seperti seorang pemain, padahal dia bahkan tidak pernah melakukannya," gumamnya dengan menyunggingkan senyumnya saat melihat tanda kemerahan itu.
"Alvian!" tiba-tiba suara itu membuat Alvian kaget dan langsung memakai pakaiannya menutupi bekas itu.
"Mama," sahut Alvian dengan menelan salivanya yang gugup.
"Kamu kapan pulang, tiba-tiba sudah ada di kamar saja dan tidak tau masuk dari mana?" tanya Adara dengan menatap intens putranya itu.
"Kemarin aku baru pulang dari Amerika dan tadi tidak ada orang di bawah," jawab Alvian gugup.
"Kemarin pulang. Lalu kenapa baru ada di rumah ini hari ini?" tanya Adara dengan alisnya yang terangkat menatap selidik putranya itu.
"Oh itu, Alvian, Alvian tidur di tempat mama Shandra," jawab Alvian dengan wajahnya terpaksa bohong.
"Oh begitu. Jadi kamu kerumah mama Shandra terlebih dahulu. Ya sudah mama hanya bertanya," ucap Adara yang terlihat kecewa dengan jawaban Alvian.
Adara juga langsung pergi. Alvian memejamkan matanya yang tau salah bicara dan langsung menghampiri Adara dengan memeluk Adara dari belakang.
"Mama marah dengan Alvian yang pulang terlebih dahulu kerumah mama Shandra dari pada kerumah mama?" tanya Alvian yang menduga-duga.
"Mama tidak marah," jawab Adara.
"Tapi dari wajah mama terlihat mama sangat marah," ucap Alvian dengan lembut.
"Mama tidak marah kamu harus kemana terlebih dahulu. Mama dan mama Shandra sama-sama ibu kamu. Tapi mama tidak tau apa yang putra mama ini lakukan sampai tidak sempat menelpon mama, mengabari jika dia sudah pulang," jawab Adara
"Maaf mah, Alvian janji tidak melakukan hal itu lagi," ucap Alvian yang merasa bersalah.
"Tidak apa-apa. Mama tidak apa-apa sama sekali," ucap Adara terlihat kecewa.
"Bagaimana mama mengatakan tidak marah sama sekali dan tidak apa-apa. Wajah mama saja terlihat sangat jelas dan terlihat ngambek. Alvian jad merasa bersalah. Jika mama seperti ini," Icao Alvian.
Adara menghela napasnya dan melihat ke arah Alvian. Adara menghadap Alvian dengan memegang pipi Alvian.
"Mama tidak marah lagi. Tapi lain kali jangan seperti itu," ucap Adara pada Alvian.
"Alvian janji tidak akan seperti itu lagi. Jadi mama jangan marah lagi ya," ucap Alvian. Adara menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah mama mau buatkan kamu makan dulu, nanti kamu turun ya," ucap Adara memegang pipi putranya itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments