🌾🌾🌾🌾🌾🌾
"wah! Rumah ini dan letaknya sangat persis seperti yang selama ini ibu impikan! Rumah sederhana yang letaknya ditengah perkebunan dengan sedikit tetangga. Kak Karin memang sangat tahu apa yang ibu sukai." seru Sarah, gadis berusia tiga belas tahun itu kagum, berbicara kepada ibunya, wanita yang sedang berdiri disebelahnya setelah mereka berdua turun dari atas motor, yang dikendarai oleh ibunya.
Dan melihat-lihat rumah bulatan dihadapannya, yang terlihat begitu asri, sejuk dan damai dengan pemandangan hamparan perkebunan yang begitu luas, yang ditanami jagung, tomat, cabe dan padi yang tersusun sangat rapi di sejauh mata memandang. Selain itu disana juga ada pohon buah-buahan, seperti mangga, jeruk, rambutan, lengkeng dan lain-lain.
"kita pindah kesini sekarang juga ya bu." bujuk Sarah sembari memegang tangan ibunya dan menggoyang tangan ibunya dengan manja, karena dia telah jatuh hati dengan rumah dan pemandangan disekitarnya. Meski yang menjadi milik mereka hanya rumah itu.
"iya, telepon ayahmu, suruh dia membereskan barang-barang dirumah yang tidak seberapa itu, dan minta dia mencari mobil untuk membawa semua barang-barang itu kesini!" perintahnya setuju, karena dia juga menyukai rumah sederhana bercat putih itu.
Lalu berjalan menuju ruang besar yang dikelilingi pagar besi, yang dapat dilihat dari depan rumahnya dan berjarak sekitar seratus dari rumahnya.
"ibu mau kemana?" tanya Sarah yang tidak tahu ibunya ingin kemana, namun dia mengikutinya.
"kerumah itu, untuk meminta kunci rumah kita." serunya sembari menunjuk rumah besar didepannya, dan terus berjalan, karena saat Karin mengirimkan alamat rumah ini, dia juga berpesan kepada ibunya untuk meminta kunci rumah itu kepada pemilik lamanya. Yang tinggal dirumah besar.
Dan hanya ada satu rumah besar disana, yaitu rumah Dirga. Si Pemilik perkebunan dan peternakan yang terkenal cukup dingin dan sangat jarang berbicara kepada perempuan, apa lagi kalau tidak penting!
"maaf bu, pak Dirga sedang tidak ada dirumah. Tapi sebelum pergi dia sudah menitipkan kunci rumah itu kepada saya." seru wanita yang usianya sekitar empat puluh tahun, yang sebelumnya sedang sibuk membersihkan halaman, ketika dua orang perempuan menghampirinya dan berdiri dibalik pagar besi.
"iya tidak apa-apa, saya hanya ingin minta kunci itu saja. Soalnya hari ini saya dan keluarga saya akan pindah kerumah itu!" jelas perempuan yang terlihat seperti seorang ibu itu dengan sopan.
"oh, iya, ini kuncinya bu." perempuan itu langsung menyerahkan kunci rumah tersebut, tanpa proses banyak tanya. Seperti pesan bosnya sebelum menitipkan kunci itu kepadanya. Lalu dua orang perempuan itu pun pergi, setelah mereka menerima kunci tersebut.
"siapa itu tadi bik?" tanya Naina kepada salah satu perempuan yang berkerja dirumah dan juga perkebunan, begitu dia keluar dari rumah, karena saat didalam rumah dia sempat mengintip keluar jendela, dan melihat apa saja yang terjadi diluar.
"itu orang yang beli rumah disebelah rumah yang ditempati oleh buk Nita." jelas perempuan itu, sembari melihat kearah Naina yang sedang berdiri diteras dengan melipat kedua tangannya dibawa dada.
"kak Dirga jadi menjual rumah itu?" tanya Naina sedikit tidak percaya kepada perempuan dihadapannya, meski dia sebelumnya sudah tahu bahwa kakaknya memang berencana untuk menjual rumah itu, namun ketika itu dia berpikir kakaknya hanya bercanda.
Sebab selama ini mereka tidak pernah kekurangan uang, hingga harus menjual salah satu rumah yang mereka miliki, ditambah lagi itu adalah salah satu rumah yang biasa diperuntukkan untuk para pekerja yang bekerja kepada mereka. Dan akan menjadi tempat tinggal untuk para pekerja selama mereka bekerja disana, tanpa sedikitpun dipungut biaya sewa.
"sepertinya jadi, dan sudah terjual non!" ujar perempuan itu dan mulai kembali melanjutkan pekerjaannya, menyapu dan membersihkan semua sampah dedaunan yang ada dihalaman.
"aneh!" celetuk Naina. Lalu kembali berjalan kedalam rumah, dia sungguh tidak mengerti mengapa kakaknya menjual rumah itu, dan apa alasan kakaknya menjual rumah itu?
Rumah bulatan nomor 2.
"Rumah ini sangat nyaman dan sejuk ya bu?" tutur Sarah setelah mereka masuk kedalam rumah, dan duduk disalah satu sofa yang memang sudah ada disana.
Rumah itu sudah bersih dan lengkap dengan perabotannya, padahal sebelum masuk mereka berdua berencana untuk membersihkan rumah itu terlebih dahulu, namun setelah masuk! Ternyata mereka tidak perlu melakukannya. Karena rumah itu sudah bersih dan rapi.
"kak Karin pasti menghabiskan banyak uang untuk membeli rumah ini!" ujar Sarah lagi, setelah matanya menyusuri dan melihat setiap perabotan yang ada disana, lalu kemudian bangun dari sofa dan berjalan untuk melihat-lihat setiap kamar. Padahal kakaknya baru dua tahun bekerja dikantor.
"lihatlah bu, kamarnya juga sudah ada spring bed dan juga AC!" seru Sarah kemudian dengan mata terbelalak, karena tidak menyangka bahwa kakaknya akan membeli rumah lengkap dengan isinya seperti ini, dan semuanya terlihat masih baru. Padahal jika dihitung-hitung gaji kakaknya tidak akan cukup untuk membeli semua itu, ditambah lagi kakaknya masih punya kredit mobil, yang masih berjalan.
Namun sepertinya baik Sarah dan ibunya tidak memikirkan itu karena mereka sangat percaya kepada Karin, Karin tidak akan melakukan sesuatu yang terlarang hanya karena untuk sebuah materi semata. Selain itu Sarah juga merasa senang melihat semua kamar memiliki AC sendiri, karena sekarang dia tidak perlu berebut pengatur AC lagi dengan kakaknya, dan bisa tidur dengan volume AC sesuai yang dia inginkan, dan dia tidak perlu lagi menggigil setiap malam, karena dinginnya suhu kamar yang ia tempati bersama kakaknya.
Sebab kakaknya selalu menghidupkan AC dengan suhu 15°C, dan membuat Sarah selalu tidur dengan menggeretakan giginya karena kedinginan. Namun dia tidak pernah marah kepada kakaknya dan selalu mengalah, sebab dia sangat menyayanginya kakaknya.
"mama, seperti rumah sebelah sudah ada yang menempati ya?" seloroh Sakira mengajak Nita yang sedang melipat baju berbicara, dengan menyebut penghuni rumah yang berjarak sepuluh meter, dari rumah yang mereka tempati, dan duduk didekat ibunya sembari membantu ibunya melipat baju.
Karena dia tadi sempat melihat penghuni baru itu masuk kerumah itu! tapi Sakira tidak melihat wajah orang itu dengan jelas.
"iya, sepertinya!" tanggap Nita tidak antusias, karena tidak terlalu ingin tahu dengan tetangga barunya itu.
"apakah itu pekerja baru yang akan bekerja disini juga ya ma?" tanya Sakira mencoba terus mengajak ibunya berbicara, agar ibu tidak terus melamun seperti yang akhir-akhir ini sering dilakukan oleh ibunya.
"sepertinya bukan, karena kemarin rumah itu diisi dengan perabotan yang bagus, dan juga dipasang AC di setiap kamarnya." ujar Sahira menyela dan ikut nimbrung bersama ibu dan kakaknya.
"kamu tahu darimana?" tanya Sakira, dan melihat kearah Sahira yang sedang duduk didepannya.
"tidak sengaja kemarin melihatnya, ketika bik Irma dan pak Udin membersihkan rumah itu!" jawab Sahira jujur dan menyebut tetangga dari rumah nomor tiga, yang jarak antara rumah mereka sekitar tiga puluh meter, dan harus melewati rumah nomor dua terlebih dahulu.
"apakah rumah itu disewakan?" tanya Sakira lagi, dan kini terlihat seperti sedang berpikir.
"entah, tidak tahu! Lagi pula itu bukan urusan kita, ya kan ma?" tutur Sahira meminta pendapat kepada ibunya.
"betul! Itu bukan urusan kita." jawab Nita setuju dengan Sahira, dan kemudian berjalan kekamar untuk menyusun baju-baju yang telah selesai dilipatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments