Sebuah mobil berjenis sedan SUV berhenti di depan Sekolah Dasar Minnesota. Sudah beberapa menit mobil itu berdiam dengan mesin yang masih menyala, belum terlihat adanya tanda-tanda seseorang akan turun dari dalam sana.
"Betty, apakah kau tidak ingin turun?" Tanya Carl. Tangan kirinya memegang stir mobil, sedangkan tangan kanannya menggenggam persneling, dengan safety belt masih terpasang di tubuhnya.
"Ayah, kapan kau akan mengganti buku milik Ruth?" Dengan wajah tertunduk. Kedua tangan menggenggam erat di atas paha. Betty tidak menjawab pertanyaan ayahnya.
"Ayah sudah menghubungi pemilik toko buku itu. Mereka berjanji akan mengusahakannya 2 atau 3 hari lagi." Berhenti sejenak sambil mengusap lembut pucuk kepala putri kecilnya. "Kau tidak perlu khawatir, sayang. Apapun akan Ayah lakukan untuk mendapatkannya. Setelah buku tiba, kau bisa memberikannya langsung pada Ruth."
"Maafkan aku Ayah. Tapi sungguh aku tidak melakukannya." Masih dengan wajah tertunduk.
"Ayah ingin sekali percaya padamu. Tapi bukti berkata lain. Di sana jelas-jelas terlihat kau yang telah melakukan perbuatan itu. "
Mendengar perkataan ayahnya, Betty memejamkan kedua matanya, menahan agar kristal bening yang telah menggantung di indra penglihatannya tidak meluncur turun.
"Pergilah. Sebentar lagi kelas mu akan segera dimulai. Kau nanti bisa terlambat."
"Iya Ayah." Dengan lesu Betty membuka pintu dan segera turun dari mobil. Seumur hidupnya baru kali ini Betty merasakan, sekolah merupakan tempat menuntut ilmu yang tidak lagi menyenangkan.
Ia tidak tahu, bagaimana lagi caranya menjelaskan pada ayahnya, meyakinkan Ruth dan Mr. Robert, bahwa ia tidak terlibat sama sekali dengan rusaknya buku Winnie The Pooh milik Ruth. Tetapi bukti rekaman CCTV sangat menyudutkan dirinya. Ia tidak mengerti, siapa yang telah menyamar sebagai dirinya dan melakukan semua kejahatan itu. Kemudian melimpah semua kesalahan padanya.
Langkah Betty terasa berat. Teramat berat. Koridor sekolah tempat biasa ia lalui, saat ini terasa begitu asing. Kelas yang akan dia tuju terasa amat jauh. Langkah demi langkah bagai suatu perjuangan tanpa henti. Ketika ia menapaki tangga menuju kelasnya, tatapan beberapa orang siswa yang kebetulan berpapasan, terasa sangat asing. Begitu juga ketika ia telah berada di lantai dua. Semua mata seakan menatap padanya dengan penuh kebencian. Di tengah semua ketidaknyamanan itu, seorang anak perempuan yang datang dari arah depan tiba-tiba menabrakkan diri padanya.
Bruk..
Semua buku yang dibawa anak perempuan itu seketika berserakan.
"Hei.. Kau bisa hati-hati kalau jalan !! Punya mata itu dipakai. Jangan hanya dijadikan pajangan !!" Hardik gadis itu.
Siapapun bisa melihat, bahwa anak perempuan itu melakukannya dengan sengaja. Sehingga ia punya alasan untuk mempermalukan dirinya di depan banyak siswa.
"Kau yang tiba-tiba menabrakku. Kenapa kau yang marah-marah. Dan satu lagi. Kau tidak ada hak sama sekali memaki-makiku. Kau bukan Ibuku !!" Seumur hidup, Betty belum pernah dibully oleh siapapun, tapi dia cukup mengerti bagaimana caranya untuk membela diri dalam situasi seperti itu.
"Kau... !! " Anak perempuan itu cukup terkejut dengan reaksi Betty atas tindakannya. Kedua telapak tangannya mengepal menahan amarah.
" Kenapa? Apa karena kau anak kepala sekolah, sehingga kau merasa berkuasa di sini?" Tantang Betty.
"Berani ya kau padaku. Dasar pencuri ..!!! " Gadis itu mendorong tubuh Betty hingga terjungkal ke belakang.
Muka Betty memerah menahan marah dan malu. Perundungan yang di alamatkan padanya di hadapan banyak orang, menyinggung peristiwa yang sama sekali tidak pernah ia lakukan. "Kenapa anak manja ini bisa mengetahui hal itu? Sedangkan kemarin tidak ada orang lain di ruang Mr. Robert selain Ruth dan kedua orang tua kami." Betty merasa ada yang telah mencuri dengar pembicaraan mereka. Atau ada yang telah menyebarkan luaskan berita bohong itu pada semua orang. Tidak ingin berlama-lama di tempat itu, dengan cepat Betty bangkit dan..
Plak...
"Tutup mulutmu, Cindy. Jangan mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak kau ketahui kebenarannya !!!" Setelah meninggalkan jejak telapak tangannya di pipi Cindy, Betty segera memungut tasnya dari lantai. Kemudian pergi dengan langkah lebar menuju kelasnya.
"Kau berani padaku Betty. Awas kau !! " Teriak Cindy.
Cindy Davis adalah putri dari Arthur Davis, kepala sekolah Minnesota Elementary School. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini memang sedikit manja. Mengingat ia merupakan anak perempuan satu-satunya yang dimiliki Arthur dan istrinya Stella.
Setengah berlari Betty menjauh tanpa memperdulikan teriakan Cindy. Di ujung koridor sana kelas Betty berada. Ia langsung memasuki ruang belajar yang pintunya dibiarkan terbuka itu.
Semua mata tertuju padanya, begitu Betty melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas. Betty yang awalnya masuk dengan terburu-buru, perlahan memelankan ayunan langkahnya begitu ia merasakan ada perubahan suasana kelas yang tiba-tiba. Berjalan pelan menuju kursinya, sudut matanya awas memperhatikan teman-teman sekelasnya saling berbisik dengan tatapan menyudutkan.
Memilih untuk membiarkan semua itu, Betty duduk di kursinya dengan membuang pandangan jauh ke luar jendela. Tidak lama kemudian, terdengar suara tawa Ruth dan teman-teman sekelasnya, entah mengapa terdengar sumbang, dan menyakitkan di telinga.
"Apakah mereka semua mengetahui kejadian kemarin? Kalau memang benar, siapa yang telah menyebar luaskan kejadian itu pada semua siswa di sekolah? " Gumam Betty.
Perlahan cairan bening turun dari sudut matanya. Kepada siapa dia akan berlindung? Sedangkan tidak ada seorang pun yang mempercayainya, bahkan pada sosok pria yang ia panggil ayah. Dengan cepat, ia mengusap air matanya setelah ia mendengar suara khas Mr. Robert memasuki kelas. Pria kharismatik itu menjadi penyelamatnya pagi ini.
.
.
Pukul 11 siang, Betty baru saja keluar dari toilet yang ada di ujung koridor dekat tangga. Ia harus cepat-cepat kembali, karena sebentar lagi kelas Mrs. Hillary Sibille akan berakhir. Tadi ia meminta izin sebentar, setelah tugas mata pelajaran bahasa Perancis ia selesaikan. Begitu keluar dari pintu toilet, Cindy telah menunggunya sambil bertolak pinggang. Tanpa memperdulikan gadis berambut sebahu itu, Betty menerobos jalan yang dihadang Cindy, hingga Betty menyenggol bahu gadis itu. Begitu Betty melewatinya, dengan cepat cindy menarik kuat tangan kiri Betty, hingga tubuhnya tertarik ke belakang.
"Apa yang kau lakukan. Lepaskan!! " Betty menyentak tangannya, hingga cengkraman Cindy pun terlepas.
"Urusan kita belum selesai." Ujar Cindy dengan wajah congkak.
"Aku masih ada kelas, Cindy. " Ucap Betty tidak perduli. Ia kemudian membalikkan badannya berniat meninggalkan gadis itu. Baru satu langkah ia berjalan, Cindy kembali mencengkram lengan Betty, kuat.
"Aku bilang, urusan kita belum selesai!! Berani kau mengabaikanku. Dasar pencuri amatiran !! " Hardik Cindy.
Mendengar tiga kata terakhir yang diucapkan Cindy, Betty langsung bereaksi keras.
"Tutup mulutmu, Cindy!!"
"Kenapa? Marah? Kan memang benar. Kau seorang pencuri. Masih menyangkal juga? Dasar tidak tahu malu. Sudah bagus kau tidak dikeluarkan dari sekolah ini. Jangan berlagak suci kau!!" Ejek Cindy.
Betty manarik kuat tangannya yang dicengkeram Cindy, hingga terlepas kembali. Kemudian secepat kilat Betty mendorong tubuh Cindy sampai menghantam dinding. Gadis itu pun meringis kesakitan.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
ramanda
entah menyamar atau betty melakukannya karena terkena hipnotis dari seseorang
2024-11-09
1
🏘⃝Aⁿᵘ𝐀⃝🥀му𒈒⃟ʟʙᴄ𝐙⃝🦜ˢ⍣⃟ₛ
memang mengakui sebuah kesalahan yang tidak pernah dilakukan itu menyakitkan 😔
2024-02-10
4
໓աiɛ🌸
yaa pasti Ruth lahh yg ceritaa ga mungkin org lainn kannn
2024-01-11
3