"Janji?" sahutku dengan nada parau. "Maksud kamu apa Mas? Kamu punya janji dengan seseorang untuk menikahi ku?"
Tepat pada saat aku bertanya itu, mata Mas Sam terpejam. Dia berhenti bicara. Sementara aku masih dipenuhi sejuta tanya, mungkinkah janji yang ia maksudkan adalah alasannya mau menikahi ku, seperti yang dikatakannya saat hari pertama kami menikah?
"Ya, janji pada Mama." Katanya dan aku bisa menjamin bahwa itu hanyalah kebohongan yang dia buat, persis seperti aku sekarang.
Aku melirik sekilas ke arah Mas Sam yang berdiri di sisi lain tempat tidur, berseberangan denganku. Aku tak tahu sebenarnya apa yang sedang bergejolak di benak suamiku. Tidak mampu ku tebak sebenarnya, apa jalan pikirannya dan aku kesulitan untuk mengukur batas Mas Sam yang sebenarnya.
Kami hening beberapa saat. Kuperhatikan Mas Sam, dia nampak sangat lelah, dan itu membuatku khawatir. Wajar, dia menghabiskan satu panci bubur kacang hijau sendirian, ditambah sekarang emosinya tidak karuan, melihat rencanaku dan Laras yang mengerikan. Aku mengerti. Tetapi, Mas Sam lah juga yang bertanggung jawab untukku di dalam keluarga ini, dan aku pun harus memahami perannya itu.
"Kutanya sekali lagi padamu, mengapa kamu memiliki obat penggugur kandungan?! Tolong jawablah dengan jujur!" Mas Sam mengulangi lagi pertanyaannya, dan aku pun akan tetap bersikukuh seperti semula.
"Sudah ku katakan Mas, aku mencurinya dari Mbak Aina sendiri. Makanya kalian harus terus mengawasinya, selama kehamilan ini."
"Ya, menjaganya. Karena orang jahat akan terus mengincar untuk membahayakan dia."
Aku sepakat. Hatiku memang ingin Mas Sam dan yang lainnya terus menjaga Mbak Aina, karena aku mungkin akan terus mengganggunya, sementara di lain sisi, aku sendiri tak akan mampu menjalaninya.
"Ya, bagus. Mbak Aina adalah segalanya, pantas mendapatkan perhatian lebih darimu."
"Cukup, Berlian!" Mas Sam kembali membentakku, dan itu cukup membuatku tersentak. "Aku sudah katakan padamu, berhenti bahas soal perasaan. Disini kita bahas kenapa kamu punya obat penggugur kandungan? Kamu mau memberikan ini untuk Aina, kan? Tolong jangan berbohong lagi! Kamu sudah keterlaluan, ini semua menyangkut nyawa, Berlian. Ini kriminal!"
"Mas!"
Sesungguhnya segala hal yang melebihi ketakutan ku akan kemarahan Mas Sam ini adalah; aku khawatir semua orang di rumah mendengar keributan kami. Dengan perlahan aku mencoba untuk mengakhiri perdebatan ini.
"Sampai kapan kamu akan terus menuduh ku Mas?" tanyaku padanya dengan nada lebih rendah. "Hanya karena obat itu sekarang ada padaku, kamu akan tetap menganggapku sebagai orang yang salah. Berulang kali aku mengatakan, kamu pun akan tetap dengan pikiran yang sama, kan? Lalu penjelasan apa lagi yang kamu minta Mas?"
Di sekeliling kami, suasana kamar dengan hujan di luar yang membentangkan kesunyian, para nyamuk urung menyerang karena obat nyamuk elektrik yang sudah dipasang Mas Sam tadi. Dan kami masih saling bersikap keras dan dingin.
".... Sekeras apa pun kamu meminta penjelasan dariku, sekeras itu pula aku akan menjawab yang sama." Lanjut ku.
"Dua minggu sudah kita menikah." Ku amati Mas Sam yang mengusap-usap kening. "Memang masih terlalu cepat, jika aku mengharap---" Ujarnya.
"Berharap apa?"
Mas Sam menggeleng-geleng, "Itu tidak penting, harapan ku padamu, itu sekarang jadi tidak penting. Karena yang utama sekarang adalah; Jangan sekali-sekali kudapati kamu mau membahayakan Aina lagi, karena bermain dengan kesabaranku adalah hal yang salah, Berlian."
Dengan adrenalin yang mengalir deras, aku mengepal tangan. Diikuti dengan perasaan yang aku sendiri tak mengerti, tak bisa kugambarkan. Mungkinkah aku marah? Atau aku cemburu seperti yang dikatakan Mbak Aina tadi di dapur? Perasaan yang mendominasiku, perasaan yang meluap-luap untuk dipahami tuannya.
"Kesabaranmu sebatas Mbak Aina, Mas?" Aku terisak. "Kamu mengancam ku untuk mantan kekasih yang sekarang jadi ipar?"
Aku bangkit dan berjalan ke arahnya, menghampiri dia dengan langkah yang gemetar.
"Untuk apa menikahi aku Mas? Untuk apa menerima perjodohan denganku sementara kamu masih cinta dengan Mbak Aina? Kamu sadar tidak Mas, ucapan kamu, tuduhan kamu, bahkan segala ancaman dan kepercayaan dari kamu sungguh menyakiti aku Mas!" Ku pukul sebelah dadanya dengan telapak tangan, "Jawab Mas, Ayo jawab! Kenapa mau menikahi aku? untuk jadi pelarian? Untuk jadi alasan ke semua orang, seolah kamu sudah melupakan Mbak Aina? Atau aku ini hanya kamu jadikan alat biar tidak canggung kalau kumpul dengan Mas Angkasa dan Mbak Aina?"
Jalan pikiran Mas Sam selama ini ternyata hanya berada pada satu jalur, Mbak Aina dan Segalanya tentang Mbak Aina.
"Kalau masih cinta dengan Mbak Aina, kita cerai saja sekarang, Mas! Biar aku yang mundur. Aku juga punya harga diri, aku punya hati, Aku juga berhak dicintai, bukan pelampiasan atau tempatmu mengatur siasat." Sementara aku mengerang, Mas Sam masih tetap diam, sorot matanya yang tajam kini menjadi hilang.
"Kamu salahkan aku terus, aku masih bisa jelaskan Mas. Tapi, kalau kamu membentakku untuk Mbak Aina, jelas aku kecewa. Walaupun kita menikah tanpa cinta awalnya, tapi aku masih bisa menghormati kamu sebagai suami. Aku juga punya kisah cinta sebelum kamu, Mas. Tapi, sekali pun aku tak pernah menyebutnya di depan kamu! Apalagi ancam kamu untuk mantan kekasih ku."
Tiba-tiba aku merasa lebih daripada mengalihkan pembicaraan dan berkelit, tetapi pembahasan di antara kami sekarang jauh lebih kompleks dan aku merasa masuk di dalamnya. Aku merasakan kemarahan hebat yang tak bisa kubendung. Walau, kenyataannya di awal memang aku lah yang salah dan berbohong.
"Kalau aku salah, tolong beritahu. Bukan bersikeras menuduhku untuk membela masa lalu kamu, apalagi sampai mengancam ku." Kataku, dan sekali lagi ku pandangi dia dengan berderai air mata. Bisa ku pastikan ini bukan air mata kebohongan untuk mendapatkan simpati atau kepercayaan darinya. Tapi----
"Kita cerai saja, Mas." Tegasku. "Percuma kamu minta aku buat kamu jatuh cinta. Sekeras apa pun aku mencoba, kalau hatimu masih terikat dengan Mbak Aina, semua percuma. Aku lelah kalah kalau harus bersaing dengan masa lalu kamu yang terlalu indah."
Mas Sam meraih tangan ku di dadanya, dan dengan adegan yang sama saat di ranjang, ketika aku mengusap perutnya tadi. Dia memegang pergelangan tanganku, dan menurunkannya.
"Bagaimana caraku untuk mengerti posisimu?"
Isakan ku tertahan di tenggorokan. "Posisi ku yang bagaimana sulit untuk kamu mengerti?"
"Berlian---"
Mas Sam mendekat, menghampiriku. Dan secara spontan kupejamkan mata. Karena aku takut, Mas Sam marah besar dan hendak memukul ku kuat-kuat.
Tetapi, dalam sekejap setelah perlahan kubuka kembali mata ini, aku mendapati diriku dalam pelukan Mas Sam. "Aku tidak tahu," ujarnya, dia menangkup belakang kepala ku sembari membelainya untuk waktu yang lama. "Tapi aku masih perlu mengajarimu, sebab sekarang kamu adalah istri ku. Yang kamu niatkan, yang kamu kerjakan, semua menjadi tanggung jawabku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nuy
Knp ga jujur aja sih sebel berlian tukang bohong gini demi bela si penjahat laras 😡😡😡😡😡
2024-09-21
0
Maizaton Othman
play victim kamu,berlian..
2024-09-18
0
Ass Yfa
meledak...
2024-09-07
0