Aku terbangun saat kudengar pintu depan rumah terbuka, kupandangi jam dinding sudah pukul 22.00 rupanya aku ketiduran di ruang makan sambil menunggu Mas Sam pulang. Aku segera bergegas meski pikiranku masih tak bisa ku elakkan dari kesepakatan ku dan Laras tadi siang. Ini sedikit menganggu, dan aku mengakui.
"Selamat datang, Mas." Aku menyambutnya saat dia masih memutar anak kunci untuk menutup pintu kembali, dan lekas kucium punggung tangannya dengan khidmat.
"Terima kasih. Dan tidurlah kembali, maaf aku membangunkanmu." ucap Mas Sam pelan di dekat telingaku.
Aku hanya menggelengkan kepala.
"Kenapa? Apa ada hal yang ingin kamu sampaikan?"
"Maaf, Mas. Aku ingin makan malam bersama sebelum tidur. Sebenarnya aku sudah memasaknya dari pagi, mungkin sekarang sudah dingin, tapi bisa ku panaskan kok." Aku berkata tanpa berani menatap.
"Mau ya Mas?"
"Kamu sudah memasak itu dengan susah payah untukku, dan masih menungguku pulang untuk memakannya bersama-sama." Aku mendengar perkataan Mas Sam sebelum akhirnya dia menambahkan, "Bagaimana aku bisa menolak?"
Komentar Mas Sam membuatku terus menatapnya. Sungguh satu yang bisa kupastikan dari dirinya, bahwa ia adalah lelaki yang sangat pandai menghargai seseorang. Dan enyahlah sedikit rasa gelisah ku, karena senyum dan mata Mas Samudera yang menenangkan.
Sementara Mas Sam beranjak dari sisiku menuju meja makan yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat kami berdiri sekarang. Mungkin hanya sekitar 20 saja. Dia lalu menarik kan kursi seraya mempersilahkan aku untuk mendudukinya.
"Tidak perlu di panaskan, begini saja juga tidak masalah." Katanya, sambil memutar jalan untuk duduk di kursi yang ada di ujung meja.
Mas Sam kemudian mengatur kursi sesuai perawakannya yang jangkung dan tegap sebelum mengambil alih piring dan sendok sayur. Ia terdiam sejenak, menatap lauk yang ada di meja, kemudian menoleh ke arahku. Dia terus menatapku, meski kali ini tidak sedingin biasanya. Sementara aku hanya diam seperti semula, hanya sempat satu kali menyunggingkan bibir dan tersenyum padanya.
"Biar aku ambilkan, ya Mas?"
Mas Sam mengangguk.
"Oh, ya bagaimana hari ini? apakah menyenangkan? Apa saja yang kamu lakukan sepanjang hari yang cerah tadi?"
Kekagetan terpancar di raut wajahku saat Mas Sam tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang mengejutkan itu ketika aku masih sibuk menuangkan nasi dan sayur ke dalam piringnya.
"Hmm," Aku terdiam sebentar. "Keliling mencari warung sayur, karena aku belum terlalu akrab dengan lingkungan sini, jadi aku keluar sekalian beli tomat dan terung. Maaf kalau aku keluar tidak pernah izin."
Sejenak Mas Sam mengamati ku, "Terima Kasih." ucapnya singkat.
Sesudah aku menyiapkan makan malam bagiannya. Mas Sam meneguk air putih yang sebelumnya telah ku siapkan juga di sampingnya. "Rasanya enak," pujinya padaku. Sedangkan aku sengaja menghindari tatapan matanya. Rasanya aku tak sanggup menanggung pengaruh tatapan itu terhadap detak jantung, gabungan antara rasa senang dan bersalah.
"Aku tak marah kamu keluar rumah, hanya terkadang aku khawatir kalau terjadi sesuatu padamu."
"Mas jangan cemas, aku akan baik-baik saja. Lagi pula apa yang perlu dikhawatirkan dekat sini?" Ujarku dengan nada yang rendah.
Ucapanku barusan membuat Mas Samudera menoleh seketika dan menatap mata cokelat ku. Aku melihat kilat kepedihan di sorot mata itu sebelum menghilang.
"Orang jahat." Ucap Mas membelalak.
"Maksudnya?"
"Terkadang orang jahat itu tidak nampak dari karakter dan penampilan saja. Bahkan orang yang dianggap baik pun bisa lebih jahat, karena kalah tidak, mana ada istilah serigala berbulu domba."
Aku hanya menjawab ucapan Mas Samudera dengan tawa, "Hahaha, Mas-mas. Kamu benar, tapi di sekitarku bisa kupastikan tidak ada yang begitu."
Rahang Mas Sam tampak mengeras.
"Kenapa Mas? Mas tidak suka makanannya ya?"
"Maaf, bukan begitu. Aku hanya kesulitan menggigit tulang ayam ini."
"Kenapa dimakan Mas? Tulang kan keras, lagi pula itu masih ada daging kenapa malah makan tulang?"
"Karena kupikir semua bagian ayam ini bisa dimakan, dan tulang sama baiknya dengan daging. Tapi setelah digigit ternyata malah menyakitiku."
Aku menatapnya, dengan tatapan tajam karena merasa tertekan. Terutama saat pertama kali kulihat sisi yang tak biasa dari Mas Samudera, dia kadang bersikap aneh, dan tiap kata yang dia lontarkan terkadang membuatku berpikir panjang. Seolah selalu memperingatkan aku.
"Besok kita menginap di rumah Mama dan Papa, ya?"
"Ada apa, Mas?" Tanyaku padanya.
"Ada acara kecil-kecilan untuk kehamilan Aina, sekaligus kumpul keluarga karena Mbak Rania juga pulang ke rumah."
"Aku mengerti, Mas."
Pikiran macam apa ini, kumpul keluarga? itu artinya aku akan bertemu lagi dengan Mbak Aina? Mungkinkah besok adalah waktunya? Oh, sial!
Ku rapikan meja makan yang agak berantakan, kemudian memandang keluar jendela, melihat langit yang temaram penuh awan kelabu. Mendung memenuhi malam, bintang-bintang tenggelam di balik kabut yang tebal. Udara dingin kian menusuk. Hanya lampu teras yang menyala memberi pelita pada kegelapan. Di tengah semua itu, dan semua kenyataan ini, aku merasa murung dan bersalah karena secara tidak langsung usaha ku untuk membalaskan dendam malah membuat hatiku jadi kalang kabut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nuy
Bener” jahat si laras 😡😡😡😡😡
2024-09-21
0
Nia Nara
Balas dendam juga harus tahu mana benar mana salah keles.. bikin orang keguguran mah psycho
2023-12-24
0
Yus Warkop
jangan lakuin berluan segdla keinginan laras ,
2023-12-13
0