BAB 08 - Saudari Jahat Hati

Langit siang terasa begitu teduh dengan awan putih menggantung. Walaupun matahari kini telah meninggi di tengah-tengah ufuk. Di halaman samping rumah aku duduk termenung, mataku terpaku pada pakaian yang terjemur menggantung. Pakaianku dan Mas Samudera.

"Mas pulang malam hari ini," kataku sambil menopang dagu di lantai kayu teras samping rumah. "Lebih baik aku mengunjungi Laras! kurasa ini tidak masalah seperti kemarin, aku bisa pulang lebih awal setelah mengantarkan makan siang untuk Laras."

Setiap kali aku merenung sendirian, aku tenggelam dalam keharuan, tentang Laras yang bahkan tidur pun tak nyenyak di dalam bui sana, bahkan terakhir dia berkeluh kesah tentang penampilannya yang kurusan karena tak nafsu makan.

Aku segera beranjak, bersiap dan menelpon Abah Maimun untuk mengantarku ke kantor polisi. Hampir sekitar 30 menit, klakson motor Abah sudah berbunyi di depan rumah. Asap dari kenalpot motornya yang cempreng bahkan sudah akrab di telingaku.

"Seperti biasa neng?" tanyanya.

"Ya, bah." kataku.

Sampai di kantor polisi, penjaga lapas menyambut ku dengan gayanya yang khas. "Hari ini datang tepat waktu, Mbak. Sekalian antar makan siang ya?" ia berdiri dari meja dan menuntunku ke meja pojok khusus pengunjung.

Aku menjawabnya dengan senyuman. Dan mengikuti langkahnya dari belakang. Setelah duduk di kursi kayu yang keras, ku buka kotak makan yang kubawa agar Laras bisa langsung memakannya.

"Berlian?"

Laras datang padaku setelah diantar penjaga, ketika aku sedang menunggunya bersama makanan ini.

Aku segera memeluknya, dan dia pun membalas demikian, menggambarkan gairah kerinduan yang sama hebatnya dengan yang kumiliki.

"Aku datang bawakan kamu makan siang," ujarku, kemudian kami kembali duduk. "Makanlah, supaya kamu gemuk."

"Menemui aku terus begini, apa tidak akan mencurigakan? Suamimu tidak tahu apa-apa kan?"

"Tidak," jawabku sambil tersenyum. "Mas Sam kerja dan pulang nanti malam. Jadi, aku akan baik-baik saja walau menemui kamu di sini."

"Oh, baguslah." Jawabnya acuh tak acuh. Kemudian langsung meraih makanan yang kusiapkan untuknya.

"Aku ingin mengatakan sesuatu."

"Katakan saja," jawab Laras sambil mengunyah. "Aku harap ini bukan kabar buruk yang merusak selera makan ku."

"Tidak sama sekali. Aku yakin kamu pun akan senang mendengarnya." Ujarku sambil membayangkan saat Mas Sam memelukku semalam, dan dia membisikkan; buatlah aku jatuh cinta, Berlian. Hmm... dia ingin membuka hatinya untukku.

"Kalau begitu katakanlah." minta Laras padaku dengan nada sedikit penasaran.

"Mas Sam semalam bilang padaku, dia ingin membuka hatinya untukku. Bahkan dia sendiri yang minta agar aku membuatnya jatuh cinta. Ini kabar yang sangat baik, kan? dengan begitu usahaku untukmu bisa berjalan lebih mulus."

Ia terdiam sejenak, lembut menatapku.

"Bagus Berlian, kamu memang saudariku yang paling pintar. Bahkan kamu bisa merebut hati Samudera dalam waktu yang sangat singkat, di luar perkiraanku. Aku sangat senang dan bangga padamu, dengan begitu kamu tidak perlu terlalu lama pula menjalani hidup berumah tangga dengan Sam."

"Hmm," gumamku sambil menatap wajahnya lekat-lekat. Kemudian ku alihkan pandanganku, rasanya begitu hampa dan perih. Entah mengapa tiba-tiba aku tak berani membayangkan hidup tanpa dia. Tidak bisa. Dan seandainya bisa, aku belum tahu caranya.

"Hei!" Laras memanggilku lagi.

Aku tersadar dari lamunan mendengar hal yang mengejutkan tadi, Laras berkata seolah menganggapku membenci pernikahan kami dan aku menjalankan pernikahan hanya demi dirinya saja, Laras mengucapkan kata-kata itu dengan penuh keyakinan, persis seperti saat kesepakatan kami dulu. Hanya bedanya sekarang, perkataannya malah membuatku sedikit pilu.

"Kenapa diam? Selain itu tadi, apalagi kabar yang bisa ku dengar di keluarga barumu itu? Bagaimana soal mantan kekasihku dan sahabatku yang telah berkhianat?"

"Ah, Maaf. Aku kurang fokus." kataku pelan. "Bagaimana tadi? kamu bertanya apa?"

"Aku tanya bagaimana kabar keluargamu? Ibu Kania dan suaminya? Atau mantan kekasihku, Angkasa dan istrinya?"

"Oh,Mama dan Papa sehat-sehat saja, tapi terakhir yang kudengar mereka baru saja pulang kampung ke rumah kakek bersama Mbak Rania yang baru pulang dari Ambon, minggu kemarin. Tapi sekarang mereka sudah kembali ke rumah." Jelas ku, "Kalau Mas Angkasa dan Mbak Aina, hmm Mereka akan menjadi orang tua, kemarin malam mereka mampir ke rumah kami dan mengabari kalau Mbak Aina sedang mengandung."

"Aina hamil?" Tanya Laras padaku dengan ekspresi masam dan nada yang marah. Sementara aku hanya mengangguk tanda mengiyakan.

"Baiklah, kalau begitu aku punya permintaan padamu, Berlian. Aku tahu kamu harus bagaimana sekarang."

"Bagaimana? Aku memang butuh bimbinganmu, agar rencana kita berjalan seiras dan tidak berantakan."

Laras mendekatkan bibirnya ke telingaku. Wajahnya yang sekuning rembulan begitu dekat dengan wajahku. Ia masih berbisik lembut, beberapa helai mahkota kepalanya menyentuh pipiku, sementara matanya melirik mataku, seperti tengah memberi isyarat bahwa ini adalah rencana yang benar-benar paten untuk dirahasiakan.

"Membuat Aina keguguran?" Kataku membelalak. Rasanya aku tak salah mendengar tentang bisikan Laras yang diterima telingaku barusan.

"Ssstttt!" Laras menutup mulutnya dengan jari telunjuk, memperingatkan ku untuk memelankan suara.

"Kamu sudah gila, Ras?" Kataku pelan namun juga sedikit menekan. "Mbak Aina itu hamil! kita memang mau balas dendam dengan mereka semua, tapi bayi dalam kandungan Mbak Aina itu tidak salah apa-apa, Ras!"

"Maaf. aku tahu mungkin sekarang pikiranmu telah dipenuhi prasangka buruk tentangku. Biar ku jelaskan semuanya agar kamu tidak salah paham."

Ekspresi menolak kutampakkan di wajah dengan jelas. "Aku tidak bisa, Ras!"

"Berlian, kamu sendiri yang berjanji padaku untuk membalaskan dendam. Aku tahu anak mereka tidak salah, tapi pada intinya aku menginginkan mereka menderita persis seperti yang aku alami. Dan anak itu, sekarang adalah sumber bahagia mereka. Apalagi yang mau ditunda? Itu setimpal, Berlian! Mereka tidak boleh bahagia, selagi aku masih menderita di sini, sungguh tidak adil untukku."

Dengan air mata, Laras berujar padaku. Aku tahu ini bukan nurani hatinya, sebab Laras yang ku kenal memanglah perempuan baik dan pekerja keras. Meski mungkin dia sedikit blak-blakan dan pantang menyerah, tapi dengan sikap seperti itulah yang membuatnya mampu menempuh hidup.

"Aku dan kamu itu saudara. Tidak ada lagi yang bisa menopang kita, kalau bukan kita sendiri. Tidak ada lagi yang bisa kita percaya selain kita berdua saja, kalau ada salah satu dari kita terluka, hanya kamu yang bisa membantuku dan hanya aku yang bisa membantumu. Hatiku ini sudah terlalu sakit karena perbuatan Angkasa dan Aina, termasuk juga Samudera dan mertuamu. Penderitaanku yang bagaimana lagi harus kamu lihat, agar mau membela ku tanpa segan?" Laras menarik napas sejenak untuk kemudian melanjutkan kata-katanya.

Aku terdiam, seraya memikirkan betapa sulitnya mengikuti keinginan Laras. Tetapi, aku terpaksa. Karena bila tidak, aku khawatir akan menyesal.

"Lagi pula bayi itu belum memiliki nyawa," Lanjutnya, membuat dahiku mengernyit curiga. "Mereka akan memilikinya lagi nanti. Jadi, kali ini saja Berlian, tidak akan masalah. Kamu harus memberikan mereka pelajaran tentang bagaimana rasanya kehilangan dan menderita saat kebahagiaannya direnggut."

Aku begitu lemah jika mengingat tentang kami, Laras sudah menemani hampir seluruh perjalanan hidupku. Dia bahkan jauh lebih berharga di banding segala hal di dalam hidupku ini, dan saat dia berkata itu, aku merenung; "Permintaanmu cukup menyulitkan aku, Ras. Tapi, aku sudah terlanjur berjanji denganmu."

Ucapanku itu sepertinya memberikan angin segar untuk Laras. Aku tahu ini tidak akan cukup ditebus dengan apa pun. Tapi, bagiku lagi-lagi Laras benar, saat ini hanya dia yang ku miliki di dunia ini, dan hanya aku yang dia miliki, sudah sepatutnya kami saling melindungi dan membela di saat salah satu di antara kami terluka.

"Aku tidak memaksa, kalau memang kamu tidak mau menepati janjimu juga tidak masalah. Biarlah aku mendekam di penjara ini sepanjang hayat, lagi pula seperti yang kamu dengar apa yang ku rasakan biarlah menjadi garis takdirku, mungkin aku memang dilahirkan dengan penuh kemalangan dan biarlah aku mati tanpa keadilan."

"Baiklah," kataku beberapa menit kemudian. "Akan kuusahakan!"

Laras menyeka air matanya dan tersenyum. "Yeah, terima kasih Berlian. Aku berharap lebih padamu." Ia mengangkat sebelah tangannya dan mengacungkan jempol.

Aku menghembuskan napas yang sejak tadi terasa berat. Setelah berdiam cukup lama, dan polisi memanggil Laras untuk kembali ke sel, aku beranjak keluar, meninggalkan sejuta pikiran yang membenani ku tanpa kuharapkan. Dengan berat hati dan kecewa, aku akhirnya memutuskan untuk pergi.

"Ayo pulang, Neng!"

Abah Maimun menyambutku dengan tawanya yang ramah. Paling tidak itu membuatku sedikit kerasan.

Terpopuler

Comments

lili

lili

teruskan saja Berliana balas dedammu dan pada akhirnya kamu menyesal sendiri,Laras itu yg jahat ....kamu yg polos bin bego terhasut omongan ...

2024-01-21

1

Haku

Haku

gak ada akal sama sekali itu org, orang tuh berubah, lah tau kesalahan masih saja. .. tidak patut

2023-12-11

0

Teh Yen

Teh Yen

kamu itu bodoh apa terlalu polos sih berlian masa ucapan Laras yg jelas" menurut hati nuranimu salah d turutin jg ,, kapan kamu sadar kalo orang yg kamu sebut sodara angkat itu hatiny jahat dia jahat berlian dia hanya menjadikan kamu alat balas dendamnya

2023-12-11

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 00 - Pintu Cerita
2 BAB 01 - Pertemuan Pertama
3 BAB 02 - Kita Menikah
4 BAB 03 - Samudera Yang Misterius
5 BAB 04 - Teka-Teki Dendam Ini
6 BAB 05 - Ipar
7 BAB 06 - Buatlah Dia Cinta
8 BAB 07 - Ruang Makan
9 BAB 08 - Saudari Jahat Hati
10 BAB 09 - Usaha Yang Tak Biasa
11 BAB 10 - Jejak Pertama
12 BAB 11 - Balas Dendam
13 BAB 12 - Siapa Sangka
14 BAB 13 - Tidak Baik-Baik Saja
15 BAB 14 - Yang Tak Terduga
16 BAB 15 - Hatimu Tak Seindah Namamu
17 BAB 16 - Lebih Baik Berpisah
18 BAB 17 - Suami Sejati
19 BAB 18 - Seluas Samudera, Banyak Yang Tak Terduga
20 BAB 19 - Siapa yang Berharga?
21 BAB 20 - Menggoda Dia
22 BAB 21 - Permohonan Ulang Tahun
23 BAB 22 - Istri Tentara
24 BAB 23 - Masa Lalu
25 BAB 24 - Perempuan Jahat
26 BAB 25 - Mencari Jalan Yang Benar
27 BAB 26 - Soal Cerita Yang Lalu
28 BAB 27 - Dinginnya Angin, Malam Ini
29 BAB 28 - Menyambut Pagi Bersama?
30 BAB 29 - Teka Teki yang Masih Mengawang
31 BAB 30 - Aku Akan Mundur
32 BAB 31 - Suara Ghaib
33 BAB 32 - Ketahuan
34 BAB 33 - Tolong Jaga!
35 BAB 34 - Kabar Buruk
36 BAB 35 - Kiamat Angkasa
37 BAB 36 - Bagaimana Perasaanmu?
38 BAB 37 - Kepercayaan Yang Sudah Pudar
39 BAB 38 - Dia Menjauh, Aku terluka
40 BAB 39 - Diam-Diam Kami Datang
41 BAB 40 - Tekad Ini Berubah
42 BAB 41 - Momen (Terakhir) Kita
43 BAB 42 - Pelampiasan
44 BAB 43 - Emosi Membakar Diri
45 BAB 44 - Makan Batunya
46 BAB 45 - Mengejar Maaf Kamu
47 BAB 46 - Lelaki Misterius
48 BAB 47 - Istri Terbaik
49 BAB 48 - Tanda tanda Kejujuran Samudera
50 BAB 49 - Mahesa
51 BAB 50 - Semesta Dia
52 BAB 51 - Prajurit Terbaik Negara
53 BAB 52 - Cinta Sejati
54 BAB 53 - Cinta Samudera
55 BAB 54 - Penyesalan Terdalam
56 BAB 55 - Kehilangan Aina
57 BAB 56 - Mulai Dari Awal
58 BAB 57 - Mari Hidup Bersama
59 BAB 58 - Kejujuran
60 BAB 59 - Naluri Wanita
61 BAB 60 - Cemburu
62 BAB 61 - Suami, Pendamping Terhebat
63 BAB 62 - Pengemis Maaf
64 BAB 63 - Goresan di Hati Sebening Kristal
65 BAB 64 - Bukan untuk Berlian, Tapi Karena Kepercayaan
66 BAB 65 - Aku Tidak Buta, Aku Tidak Tuli
67 BAB 66 - Adil yang Bagaimana Bagi Mereka?
68 BAB 67 - Sentuhan Terakhir
69 BAB 68 - Air Mata dan Air Hujan
70 BAB 69 - Hari Pertama Sebelum Perpisahan
71 BAB 70 - Mengukir Kenangan di Hari Kedua
72 BAB 71 - Hari Ketiga Dan Perpisahan Kita
73 BAB 72 - Sayonara Samudera Ananta
74 BAB 73 - Masih Dengan Usahanya
75 BAB 74 - Di Malam yang Kelabu, Air Matanya Samar
76 BAB 75 - Karunia Terindah Dari Tuhan
77 BAB 76 - Yang Hadir Saat Dia Pergi
78 BAB 77 - Semua Menjadi Asing
79 Kok Ga Up, Thor ? 🫵
80 BAB 78 - Dia Masih Menjagamu
81 BAB 79 - Saudari Ku Kembali
82 BAB 80 - Saudari Sejati Yang Baik Hati
Episodes

Updated 82 Episodes

1
BAB 00 - Pintu Cerita
2
BAB 01 - Pertemuan Pertama
3
BAB 02 - Kita Menikah
4
BAB 03 - Samudera Yang Misterius
5
BAB 04 - Teka-Teki Dendam Ini
6
BAB 05 - Ipar
7
BAB 06 - Buatlah Dia Cinta
8
BAB 07 - Ruang Makan
9
BAB 08 - Saudari Jahat Hati
10
BAB 09 - Usaha Yang Tak Biasa
11
BAB 10 - Jejak Pertama
12
BAB 11 - Balas Dendam
13
BAB 12 - Siapa Sangka
14
BAB 13 - Tidak Baik-Baik Saja
15
BAB 14 - Yang Tak Terduga
16
BAB 15 - Hatimu Tak Seindah Namamu
17
BAB 16 - Lebih Baik Berpisah
18
BAB 17 - Suami Sejati
19
BAB 18 - Seluas Samudera, Banyak Yang Tak Terduga
20
BAB 19 - Siapa yang Berharga?
21
BAB 20 - Menggoda Dia
22
BAB 21 - Permohonan Ulang Tahun
23
BAB 22 - Istri Tentara
24
BAB 23 - Masa Lalu
25
BAB 24 - Perempuan Jahat
26
BAB 25 - Mencari Jalan Yang Benar
27
BAB 26 - Soal Cerita Yang Lalu
28
BAB 27 - Dinginnya Angin, Malam Ini
29
BAB 28 - Menyambut Pagi Bersama?
30
BAB 29 - Teka Teki yang Masih Mengawang
31
BAB 30 - Aku Akan Mundur
32
BAB 31 - Suara Ghaib
33
BAB 32 - Ketahuan
34
BAB 33 - Tolong Jaga!
35
BAB 34 - Kabar Buruk
36
BAB 35 - Kiamat Angkasa
37
BAB 36 - Bagaimana Perasaanmu?
38
BAB 37 - Kepercayaan Yang Sudah Pudar
39
BAB 38 - Dia Menjauh, Aku terluka
40
BAB 39 - Diam-Diam Kami Datang
41
BAB 40 - Tekad Ini Berubah
42
BAB 41 - Momen (Terakhir) Kita
43
BAB 42 - Pelampiasan
44
BAB 43 - Emosi Membakar Diri
45
BAB 44 - Makan Batunya
46
BAB 45 - Mengejar Maaf Kamu
47
BAB 46 - Lelaki Misterius
48
BAB 47 - Istri Terbaik
49
BAB 48 - Tanda tanda Kejujuran Samudera
50
BAB 49 - Mahesa
51
BAB 50 - Semesta Dia
52
BAB 51 - Prajurit Terbaik Negara
53
BAB 52 - Cinta Sejati
54
BAB 53 - Cinta Samudera
55
BAB 54 - Penyesalan Terdalam
56
BAB 55 - Kehilangan Aina
57
BAB 56 - Mulai Dari Awal
58
BAB 57 - Mari Hidup Bersama
59
BAB 58 - Kejujuran
60
BAB 59 - Naluri Wanita
61
BAB 60 - Cemburu
62
BAB 61 - Suami, Pendamping Terhebat
63
BAB 62 - Pengemis Maaf
64
BAB 63 - Goresan di Hati Sebening Kristal
65
BAB 64 - Bukan untuk Berlian, Tapi Karena Kepercayaan
66
BAB 65 - Aku Tidak Buta, Aku Tidak Tuli
67
BAB 66 - Adil yang Bagaimana Bagi Mereka?
68
BAB 67 - Sentuhan Terakhir
69
BAB 68 - Air Mata dan Air Hujan
70
BAB 69 - Hari Pertama Sebelum Perpisahan
71
BAB 70 - Mengukir Kenangan di Hari Kedua
72
BAB 71 - Hari Ketiga Dan Perpisahan Kita
73
BAB 72 - Sayonara Samudera Ananta
74
BAB 73 - Masih Dengan Usahanya
75
BAB 74 - Di Malam yang Kelabu, Air Matanya Samar
76
BAB 75 - Karunia Terindah Dari Tuhan
77
BAB 76 - Yang Hadir Saat Dia Pergi
78
BAB 77 - Semua Menjadi Asing
79
Kok Ga Up, Thor ? 🫵
80
BAB 78 - Dia Masih Menjagamu
81
BAB 79 - Saudari Ku Kembali
82
BAB 80 - Saudari Sejati Yang Baik Hati

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!