Keluar dari dapur, aku melihat seorang pria yang tiba-tiba menyihirku. Dia baru masuk dari pintu depan dengan tawa sumringah yang persis milik Mas Samudera. Dia mengenakan kaus hitam legam dengan jaket kulit berwarna cokelat. Dan yang membuat penampilannya mengguncang duniaku adalah kemiripannya yang seiras dengan suamiku.
Mas Angkasa, aku belum menyadari bahwa ia semirip itu dengan Mas Samudera. Sebab terakhir bertemu dengannya hanya saat pernikahanku dengan Mas Sam, dan itu hanya kulihat sekilas, tidak sejelas sekarang saat ia duduk di kursi, di rumah kami.
"Kopinya, Mas." Kataku sambil menata gelas di depan Mas Angkasa. Baru kemudian mundur sedikit, kepada istrinya. "Tehnya, Mbak."
Mereka mengangguk dan menyunggingkan senyum untukku. "Terima kasih, Berlian."
"Kenapa ke rumah sakit?" Tanya Mas Samudera pada Iparku, Aina dan Mas Angkasa. "Siapa yang sakit?"
"Beberapa hari ini Aina sering gelisah. Suka mual-mual dan muntah. Jadi, hari ini ku putuskan untuk mengantarnya berobat." Jawab Mas Angkasa.
"Oh ya? Lalu sakit apa?"
Mereka berdua saling pandang dan tersipu-sipu malu begitu Mas Samudera melayangkan pertanyaan itu. Dalam dugaanku, ini mungkin bukan sakit seperti yang dipikirkan, melainkan;
"Aina hamil."
"Hamil?" kataku terkejut. "Sudah berapa minggu Mas?"
"2 minggu." Mas Angkasa tersenyum padaku.
"Wah, Selamat ya Mas, Mbak. Sebentar lagi bakal jadi orang tua." Aku kemudian menoleh, memalingkan pandangan pada Mas Sam yang duduk di sampingku. "Dan kita sebentar lagi punya keponakan, senang sekali kan Mas?"
Mas Samudera menenggelamkan senyumnya. Membuatku paham bahwa ia dalam posisi yang tidak baik-baik saja. Wajar, Aina adalah mantan kekasih yang bisa kuyakini bahwa Mas Sam masih sangat mencintainya.
Kupandangi lagi dia. Dia masih mengangguk-angguk kecil menyembunyikan perasaannya. Dan entah mengapa itu membuatku terharu, bukan karena ketegarannya yang baru kali ini kusaksikan, bukan pula karena patah hati suamiku bersedih untuk orang lain, melainkan oleh keikhlasannya menerima pengkhianatan kekasih dan saudaranya sendiri. Begitu kan? Aku sebenarnya tak tahu apa pun tentang mereka.
"Mas?" Kataku.
"Hmm?" Dia menatapku, dengan senyuman itu. Dan di saat itulah kusaksikan keindahan Mas Samudera yang menggetarkan. Tiada ciptaan lain, seindah senyum Mas Samudera yang teduh.
"Aku bahkan menunggu berita ini dari lama sekali!" Katanya dengan semangat yang menyala. Dia merangkul Mas Angkasa, saudara kembarnya penuh kebanggaan. "Bagaimana aku tidak bahagia mendengar ini semua, beritahu Mama dan Papa bahwa mereka akan segera memiliki cucu. Aku yakin mereka akan sama bahagianya dengan kami."
Namun, di balik semangat dan tawanya yang menyala-nyala, terdedah ekspresi penuh duka. Ingin rasanya aku memeluk Mas Samudera, walau hanya malam ini saja, sekadar agar dia tidak terlalu berat menanggung beban perasaan. Tapi, keinginan itu kuurungkan karena dia hanya akan terlihat lemah bila dikuatkan. Apabila aku memeluknya, semua orang di sini akan tahu bahwa ia memang sedang tidak baik-baik saja.
Pukul 19.00 malam, Mas Angkasa dan Aina pamit pulang. Kami sempat menawarkan makan malam bersama, tapi mereka menolak dengan alasan agar tidak kemalaman sampai ke rumah Mama dan Papa. Kudengar malam ini mereka akan menginap di sana.
Sepulang saudara kembar dan iparnya, Mas Samudera langsung ke kamar. Kurasa sekarang ia sudah tak mampu lagi untuk memendam perasaan, dia mungkin sudah tak kuat lagi berupaya tegar dengan senyum kecut penuh kepalsuan.
"Mas?---" Aku berdiri di samping ranjang, sementara ia duduk menghadap jendela. "Mas, aku sudah siapkan makan malam. Kita ke meja makan sekarang, ya?"
"Aku belum lapar, Berlian. Kamu makanlah lebih dulu. Nanti aku susul."
"Mas masih marah denganku? karena masalah tadi sore?"
"Tidak, aku tidak marah. Aku cuma merasakan sesuatu yang tidak mudah kujelaskan. Aku perlu waktu untuk benar-benar merasakannya."
"Ya, aku tahu. Jika melihat hubungan Mas sebelum denganku, memang berat rasanya saat mantan kekasih menikah dengan saudara sendiri. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi, sekalipun bukan rahasia lagi bahwa jodoh tidak bisa ditebak. Tapi siapa sangka kekasih yang amat kita cintai rupanya sekarang menjadi ipar. Dan aku tahu Mas Sam masih mencoba untuk ikhlas. Tapi, kamu harus tahu, Mas, aku tidak pernah mencela perasaan Mas yang begini. Aku mengerti sulitnya di posisi Mas Samudera sekarang."
Akhirnya Mas Samudera mengangkat kepalanya, saat dia menoleh itu, aku memahami bagaimana ia menahan diri untuk tak tenggelam dalam rasanya yang menyesatkan.
Aku pun beranjak dari tempatku untuk menghampirinya. Dia memandangku dengan lebih baik sekarang. Kemudian, aku berlutut di hadapannya, meraih tangannya, dan menggenggamnya erat-erat. Pertama kali ku lakukan hal begini pada lelaki.
"Kehamilan Mbak Aina, benar-benar mengguncang hatimu ya Mas?" Kataku, "Jangan bersedih, bukankah kehadiran anak itu patut disyukuri? tidak apa-apa. Pelan-pelan kamu akan mampu mengobati luka hatimu, Mas."
Aku berlindung dari perasaan berdebar ini, perasaan yang muncul saat tanpa kusangka Mas Samudera menarik tubuhku dan menenggelamkan ku dalam rengkuhan dadanya yang bidang dan hangat. Bisa kurasakan bagaimana degup jantungnya yang berirama. Menggetarkan hatiku, bahkan walau hanya untuk malam ini.
"Maaf, sungguh maaf. Aku mesti minta maaf padamu, karena sudah bersikap tak adil. Dan ini adalah dosa yang kutorehkan lewat dirimu. Aku juga tahu kamu tidak tersinggung dengan sikapku ini, semua ini kuyakini karena kita nampak menikah hanya sekadar nama. Tapi, aku memahami betapa besar hatimu menguatkan aku, bahkan saat mataku bersedih untuk orang lain, tersaruk-saruk menanggungnya. Tak berdaya."
Sejenak kulupakan tentang hasrat pembalasan dendamku begitu bisikan Mas Samudera menggema, memenuhi telinga dan pikiranku. Aku tak mampu memahami, ini di luar perkiraan, dia menangis bukan karena sakit hati dengan Angkasa atau kecewa dengan Aina, melainkan menangis karena merasa bersalah padaku. Merasa bersalah, karena masih memiliki simpati pada wanita lain. Meski di saat ia tahu kami sendiri memang tak saling mencintai.
"Maafkan aku, karena bersikap curang pada hatimu. Kamu adalah istriku, marwah yang seharusnya kujaga sebaik mungkin. Tapi malam ini aku telah mencorengnya." Ucapnya pelan. "Aku perlu waktu untuk menumbuhkan hasrat itu, sampai aku benar-benar yakin. Buatlah aku jatuh cinta, Berlian."
"Akan kutemani kamu selama menumbuhkan perasaan itu, Mas."
"Boleh, buatlah aku mencintaimu. Mencintai seperti yang kamu inginkan---"
Mas Sam mulai bersikap lebih tenang, tidak hanyut lagi dalam perasaannya. Aku pun entah mengapa merasa lega, mungkin karena sekarang jalanku lebih mulus dari perkiraan. Mas Sam, telah membukakan pintu itu, dan aku tinggal melangkah saja. Membuatnya jatuh cinta... Membuatnya mencintaiku seperti yang aku inginkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
lili
kayaknya Berliana salah sangka,mungkin Laraslah yg salah...dan Berliana dijadikan balas dedam
2024-01-21
0
Hj. Raihanah
jangan dulu berbuat sesuatu sebelum kau tahu cerita yang sebenarnya berliana
2023-12-31
0
Sri Rahayu
yg ada nanti malah Berlian yg jatuh cinta sama Samudra 😍😍😍...lanjut Thorr 👍👍👍😘😘😘
2023-12-10
0