Seusai Mas Samudera pergi bekerja. Suasana hening kembali menguasai ku. Dari ventilasi jendela dapur, angin bertiup sepoi dan dingin, mengecam diriku. Kuambil sabun cuci piring, tapi mataku tak bisa beralih dari pantulan cahaya matahari yang masuk, kecil dan sempit.
"Seperti inilah mungkin yang dirasakan Laras di dalam sana," aku menggumam. "Dingin, sempit dan remang-remang."
Laras menderita di dalam penjara, sementara Angkasa, Mas Samudera dan keluarga mereka hidup bahagia tanpa beban apa pun. Perasaan gundah hampir memadamkan seluruh semangat ku. Aku harus apa? Kegiatan apa yang harus kulakukan pertama-tama? Aku terdiam, dikutuk keheningan yang mematikan.
Ini hari kedua menjadi istri Mas Samudera. Kenapa aku mesti gelisah begini? Bagaimana caranya aku membuat dia jatuh cinta? Kami masih sangat kaku, bahkan hari ini kami sudah hampir ribut. Mas Samudera nampak selalu memperingatkan aku, mungkinkah dia sudah tahu? Atau dia memang memiliki alasan lain untuk menikahi ku, sama seperti yang kulakukan? Sungguh sebuah teka-teki.
"Bukankah jarak rumah ini justru lebih dekat dengan penjara?" Tiba-tiba hal itu terpikir dalam benakku, sejenak seusai tak henti ku pandangi sinar matahari dari kisi jendela yang kecil. "Aku sudah 3 hari tidak mengunjungi Laras, bagaimana kalau aku diam-diam ke sana sekarang? Sepertinya tidak masalah kan?"
Setelah semua pekerjaan rumah kulakukan, aku pun segera berangkat menuju tempat di mana Laras dikurung, tentu dengan ojek langganan ku, Abah Maimun.
"Sudah nikah, kenapa tidak diantar suami neng?" tanya Abah begitu aku mengenakan helm.
"Suami kerja Bah," jawabku singkat, tak lupa dengan senyum andalanku. Dan Abah menyambutnya dengan tawa nyaring.
Motor butut Abah terus melaju. Jalanan lurus mulus, mengingat tempatnya tak terlalu pelosok, di sebelah timur kota.
Sampailah aku di kantor polisi kota. Aku membuka pintu dengan hati-hati, agar tidak terlalu mencolok. Tempat seperti ini, dalam pikiranku, hampir rata-rata dipenuhi dan dijaga oleh orang-orang berbadan kekar dan seram (seperti Mas Samudera dan Papa mertuaku, Anta), yang apabila ada yang berbuat salah akan segera menghantammu dengan ucapannya yang tegas dan panas.
Begitu masuk, aku segera duduk di meja bagian pojok. Mataku menjelajah ke penjuru ruangan, sembari menunggu polisi membawa saudari ku keluar.
"Tahanan 09, ada yang menjenguk." Kata polisi, suaranya berat namun tetap sopan.
"Ya." Ucap Laras, saudariku yang cantik, namun malang.
Dia langsung berjalan ke tempat duduk di depanku, menghampiriku.
"Akhirnya kamu datang juga," sambutnya lembut sambil memelukku.
Kami saling pandang, menduga-duga adakah yang berubah pada diri kami masing-masing.
"Kamu kurusan, Ras." Kataku.
"Oh ya?" dia tersenyum masam. "Siapa sih yang betah tinggal di sini, makan-makanan benyek seperti nasi basi!"
Laras memelankan suaranya agar tak terdengar orang lain.
"Tapi kamu tetap cantik."
"Tidak secantik kamu, lihat! semenjak menikah dengan Samudera sepertinya penampilanmu makin terawat." Katanya, menggodaku.
"Ah, kamu sedang mengejekku."
"Memang!" ujarnya. "Walaupun kalian sudah menikah, kamu tidak lupa dengan janjimu dan rencana kita kan?"
"Tidak," jawabku singkat. "Aku tidak akan pernah lupa untuk dirimu, Ras. Justru pernikahan ini adalah langkah awal untuk kita membalaskan dendam. Kamu tenang saja, aku pasti akan membantumu. Lagi pula sepertinya aku tidak hanya akan menyakiti Mas Samudera, tapi juga keluarga besarnya... "
Aku segera mengepalkan tangan di atas meja untuk menggambarkan betapa marahnya aku dan seberapa besarnya hasrat akan pembalasan ini. Laras gembira bukan main untuk itu, "Kamu memang saudari kebanggaanku, Berlian. Tidak salah aku mencurahkan isi hati dan segala permasalahan ku padamu," ujarnya hampir menangis dan menggenggam tanganku. "Aku tidak tahu lagi, hidupku benar-benar berantakan saat ini---"
"Tapi, Ras," kataku lembut. "Boleh aku bertanya lagi padamu?"
"Hmm.... " Dia mend-esah manja.
"Kamu berakhir begini, sungguh karena kamu mencintai Mas Angkasa kan?"
"Tentu saja! Memangnya kenapa? apalagi yang membuatku bisa seperti ini? Aku ini sedang dizalimi oleh mereka! Oleh Angkasa dan suami kamu sekarang, Samudera!" Ujarnya sambil melepaskan tangan ku yang tadinya digenggamnya erat.
Kami sempat hening beberapa saat. Bukan maksud hatiku untuk meragukan Laras, Aku hanya merasa terganggu dengan ucapan Mas Samudera tadi pagi. Saat dia berkata; Kamu tahu, dulu dia sangat baik, sayangnya karakter aslinya tidak seperti yang terlihat. Dia begitu menginginkan saudara kembar ku, sampai harus berpura-pura baik untuk mendapatkan restu. Berbuat apa saja agar mereka bisa menikah, dan dia bisa merubah nasib. Semua demi harta----
Yang aku tahu selama ini, dari Laras tidak ada bahasan apa pun tentang harta---Laras mencintai Angkasa tapi Angkasa malah mencampakkannya.
Tiba-tiba aku merasa tersesat---Mas Sam membicarakan siapa dan Laras berkata apa? Aku bingung. Karena itu aku ke sini untuk kembali memastikan.
"Berlian!" Laras menyadarkan ku. "Kenapa kamu tiba-tiba bertanya begitu? Kamu meragukan ku?"
"Tidak sama sekali," jawabku sedikit grogi.
Laras menunduk lesu setelah melihat reaksi ku, tawa kebanggaannya yang tadi saat aku mengatakan akan memegang teguh kehendak balas dendamnya, seketika redup.
"Semenjak kita pisah kota," dia berkata dengan mata berkaca-kaca. "Aku bekerja di toko kue Ibu Kania, tempat kamu kerja juga. Dia memperlakukan aku dengan baik, memang. Sampai dia tahu aku dan Angkasa putranya, berpacaran, dia berubah dan marah besar. Dia mengancam Angkasa untuk putus hubungan denganku karena menurutnya aku ini tak pantas menjalin cinta dengan anaknya. Lalu selang beberapa waktu tanpa sepengetahuan ku, Angkasa berkhianat dan menikah secara diam-diam dengan sahabat karib ku di Universitas. Gadis yang sempat berpacaran dengan Samudera juga. Lalu setelah aku tahu pengkhianatan mereka itu, aku datang minta penjelasan mereka baik-baik, tapi yang kudapat malah penghinaan---"
"Kalau Ibu Kania marah dan minta kalian putus hubungan hanya karena menganggap mu tak pantas," Aku memotong sejenak penjelasan Laras. "Lalu kenapa beliau malah menjodohkan aku dengan Mas Samudera?"
"Kamu jangan gegabah, Berlian." jawabnya, yang nampaknya lebih tepat memperingatkan ku. "Dia itu Ibu Ibu culas, persis seperti Ibu mertua pada umumnya. Belum sekarang, tapi nanti dia pasti akan menunjukkan taringnya padamu. Bisa jadi nanti kamu bakal dibanding-bandingkan dengan mantunya yang lain, sahabatku yang sekarang jadi istrinya Angkasa. Perempuan yang derajatnya lebih tinggi dari orang miskin seperti kamu. Bisa jadi kamu cuma bakal dijadikan asisten gratis untuk acara-acara tertentu---"
Ini tidak baik, pikirku. Ayolah Berlian, yang dikatakan Laras barusan sungguh masuk akal. Aku mungkin hanya dijadikan investasi untuk bahan perbandingan, Iparku akan dibanggakan ke orang-orang, sementara aku hanya akan dicampakkan. Bergerak di belakang layar kalau ada acara. Bisa, semua itu sudah jadi rahasia umum.
"Baiklah," jawabku. "Lalu, sekali lagi aku ingin memastikan, mengapa kamu bisa di penjara?"
Laras kembali diam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku. "Samudera yang melakukannya."
"Alasannya?" Ujarku.
"Dia melaporkan aku dengan tuduhan mengganggu rumah tangga saudaranya." Jawabnya. "Sungguh tak adil, kan? Aku dicampakkan karena dianggap tak pantas, dikhianati kekasih dan sahabatku, lalu dituduh dan dimasukkan ke penjara."
Laras tertawa, tertawa untuk menghibur kemalangan dirinya.
Lalu sebelum aku sempat memberikan respon, Polisi yang berdiri di pojok ruangan datang dan berkata, "Waktu kunjungan sudah habis."
Aku dan Laras bergegas bangkit dari kursi, Laras mulai dikawal polisi, sementara aku berdiri memandangnya sebelum pergi.
"Berlian," Laras memanggilku, dan dia berhenti sejenak. "Kamu tidak akan mundur, kan? Samudera itu memang terlihat sempurna, tugasmu adalah membuatnya jatuh cinta. Bukan kamu yang jatuh cinta dengannya."
Aku hanya mengangguk kecil.
Diluar kantor polisi, Abah Maimun masih menungguku dengan motor tuanya yang berasap. Beliau baru selesai minum kopi di warung depan kantor, kemudian menghampiri ku setelah aku keluar.
Sesampainya di rumah, di luar perkiraan ku. Sudah ada Mas Samudera yang menyambut ku dengan wajah datar tapi membuatku berdebar hebat.
"Dari mana kamu?" Tanyanya padaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Phiby Ortiz
sinting lu ras,malah bikin narasi gila sendiri,ckck
2024-05-07
1
Nia Nara
KayaknyaLaras memanfaatkan berlian dan sam sudah tahu akan hal itu
2023-12-24
0
nurhayati rambe
ternyata saudara mu sendiri menjerumuskan mu berlian,,sadar lah sebenar nya yang jaharmt itu si laras,, bukan keluarga samudra,,
2023-12-12
0