Besok paginya, aku terbangun saat matahari hampir meninggi, menerangi mata ku dengan cahayanya yang panas. Aku tersentak, dan kulihat Mas Sam masih terbaring di samping ku.
Selain burung, bisa kudengar pula suara nyaring bunyi peralatan masak di dapur. Aku yakin itu adalah Mama. Lantas aku beranjak dari tempat tidur lalu membuka pintu jendela.
Mata ku nanar menikmati pemandangan pagi yang asri, meski sesekali pikiranku melayang soal rumah mertua ku ini. Suasananya begitu tenteram walau tinggal di tengah-tengah perkotaan Karena Papa rajin menanam, sementara Mama senang merawatnya.
"Ma, Berlian bisa bantu apa?" Kataku setelah akhirnya sampai di dapur.
Mama menoleh, lalu menyunggingkan bibir, tersenyum. "Sebentar,"
Kulihat Mama mengambil gelas di lemari piring-piringan. Lalu ia mampir mengambilkan air minum di meja makan.
"Minumlah dulu, air putih bagus diminum setelah bangun tidur untuk meningkatkan metabolisme."
"Terima kasih, Ma." Kuambil gelas itu dari tangan Mama, lalu ku minum.
Sesudah aku meneguk air minum yang diberikan Mama, seseorang datang membuka pintu pagar di halaman samping.
"Ada kotak susu di depan pintu rumah, biasanya jam segini memang sudah diantar."
Aku sudah melihat sepeda pengantar susu itu berbelok di pojokan. Awalnya, aku mengira siapa yang datang pagi-pagi begini? Ternyata pengantar susu langganan Mama, susu yang selalu Papa gembar-gemborkan segarnya.
"Boleh aku yang mengambilnya sekarang, Ma?"
"Nanti saja," Jawab Mama padaku. "Papa sebentar lagi pulang dari marathon pagi, nanti dia yang ambil sendiri."
"Marathon?"
"Setelah pensiun, Papa memang rajin olahraga. Katanya untuk jaga stamina. Padahal menurut Mama, Papa itu bakal tetap tampan walaupun sekarang gendut."
Tawa ku meledak, mendengar seloroh Mama tentang suaminya. "Memang dulu Papa kurus, Ma?"
Mama tersenyum manja ke arahku. "Papa itu dulu badannya seperti Asa dan Sam. Persis, cuma Papa lebih tinggi sedikit. Sekarang karena sudah tidak ada kegiatan di luar, kerjanya cuma makan dan jadi tester kue di toko. Makanya jadi gendut."
"Mama dan Papa dari dulu pasti sangat harmonis, ya?"
Mendengar pertanyaanku itu, Mama buru-buru berjalan menghampiri aku. Tawanya mengikuti setiap langkah saat ia mendekat.
"Syukur kalau kelihatannya begitu. Tapi, sejatinya tidak ada rumah tangga tanpa masalah. Mau saling cinta, mau saling sayang, itu tidak menjamin kalau semuanya akan baik-baik saja."
"Mama benar." Jawabku lesu.
Begitu pula Mama, beliau memandangku dengan senyum tipis yang melekat di bibirnya. Kemudian berkata; "Berlian tahu? Besok ulang tahun Angkasa dan Samudera. Kemarin Aina ajak Mama untuk buat kejutan kecil-kecilan, tadinya Aina mau ngomong ke Berlian, tapi semalam kamu cepat-cepat masuk kamar. Jadi tidak sempat."
"Mas Sam ulang tahun?" Aku terkejut, karena memang tidak tahu apa pun. "Oh, astaga. Berlian benar-benar tak ingat."
"Nah, sekarang kan sudah ingat. Bagaimana? Kamu mau?"
"Itu acaranya besok malam," ujarku mengawang, sementara kuamati pula Mama yang tengah meracik bumbu untuk sayur. Ingatanku tertuju lekat-lekat pada ucapan Mas Sam semalam. "Tapi sepertinya aku tidak bisa ikut untuk membuat kejutan itu, Ma... "
"Kenapa?"
Seraya menghela napas, aku menjawab, "Sayangnya hari ini Mas Sam mengajakku pulang Ma... "
"Pulang? Kenapa cepat sekali? bukannya Sam bilang akan menginap sampai 3 hari."
Apa pun alasan di balik masalahku ini, rasanya agak sulit ku katakan pada Mama kalau semalam aku dan Mas Sam ribut karena masalah yang terlalu rumit dan tak bisa dimaafkan. Apalagi sekarang, kepercayaan Mas Sam padaku sudah sepenuhnya merapuh. Bagaimana aku bisa mengatakan pada Mama?
"Kalian sedang ada masalah, ya?" Suara Mama terdengar parau sementara tatapannya menelusuri wajahku dengan sorot yang dalam membuatku jadi tak enak hati.
"Ya. Mama tahu?"
"Semalam Mama, ketemu Sam di dapur. Dia ambil air minum. Mungkin karena Mama paham dengan kelakuan anak sendiri, jadi Mama tahu ada masalah di antara kalian. Raut wajah Sam sangat kusut, matanya merah, sedangkan tatapannya sendu. Sikapnya juga jadi lebih canggung. Ada apa? Mungkin Mama bisa bantu meluruskan."
Aku melempat pandangan pilu ke arah Mama, sambil menelan ludah dengan susah payah, ku coba menjawab; "Semalam kami ada masalah, yang pada intinya mempengaruhi penilaian Mas Sam kepada ku, Ma. Jujur, pikiranku saat ini sangat terganggu karena masalah semalam. Aku takut, Mas Sam memang tak nyaman dengan pernikahan kami, Ma---Aku bukan istri yang baik untuknya, terlebih sifatku tidak sematang pemikiran Mas Sam."
Mendengar ku melontarkan pengakuan semacam itu membuat Mama menggelengkan kepala, "Tidak, tidak sama sekali. Kenapa Berlian bisa berpikir begitu?"
"Aku---sungguh merasa tak pantas untuk Mas Sam, Ma," ujar ku bersikeras. "Kami menikah tanpa saling mengenal sebelumnya, aku takut Mas Sam menyesal setelah tahu aku ini orang yang bagaimana. Setelah keributan semalam, aku melihat keraguan di mata Mas Sam."
Sudut-sudut bibir Mama melekuk ke atas setelah mendengar penuturan dariku. "Sam tidak akan pernah menyesali jalan yang sudah ia pilih, sayang." Kata Mama.
Mama mematikan kompor sejenak, kemudian mengelus puncak kepalaku. Beliau nampak sangat lembut dan bisa ku rasakan seolah Mama telah menjelma menjadi wanita yang amat berharga untukku. "Lagi pula, apa pun yang Berlian lakukan, itu tak akan mengurangi penilaian Sam sama sekali. Malah Mama yakin, Sam sudah matang dengan pandangannya terhadapmu. Karena sebenarnya, Sam sendirilah yang meyakinkan Mama untuk terima Kamu di toko kue dulu."
Aku mendongak, memandang Mama.
"Maksud Mama? Mas Sam---"
Mama tersenyum. "Iya. Jadi begini, sebenarnya dulu Mama sedikit trauma untuk mempekerjakan orang di toko. Pernah ada kejadian, di mana Mama merasa terkhianati. Padahal tanpa dia berbuat begitu, Mama sudah anggap dia seperti anak sendiri. Kedua anak Mama dan Aina hampir celaka karena perbuatan pegawai itu."
Sampai sini, aku mengerti kalau orang yang tengah dibicarakan Mama ini, adalah Laras. Tapi aku tak menyanggah apa pun, masih ingin menyimak semua sampai tuntas.
"Setelah kejadian itu, Mama hampir tak bisa menerima siapa pun untuk kerja di toko. Mama sulit percaya ke siapa pun. Tapi, tiba-tiba Sam minta Mama untuk tawarkan kamu pekerjaan. Ingat tidak? pertama kali Mama bertemu kamu?"
Aku menengadah berusaha mengingat lagi bagaimana pertemuanku dan Mama berlangsung. Mataku menerawang, mencoba menggali waktu sampai ingatlah aku dengan peristiwa yang disengaja itu. "Saat itu, aku melihat Mama hampir dicopet. Lalu, aku mendekat dan menggagalkan orang jahat itu."
"Benar," kata Mama. "Dan setelah itu Mama cerita ke Sam soal kamu. Sekitar dua hari setelah itu, Sam datang lagi ke Mama, minta Mama untuk temui kamu lagi di pasar terus ajak kamu kerja di Toko."
"Hah? Kok bisa?" tanyaku dengan mata membelalak, rasanya agak janggal karena rupanya Mama menerima ku bukan sekadar tercuri pada perhatian dan caraku mendekatinya. Tetapi karena permintaan Mas Sam?! Satu hal yang tidak pernah aku duga.
"Entahlah," jawab Mama. "Sam itu dari kecil jarang minta sesuatu dengan Mama atau Papa, tapi hari itu dia sangat bersikeras bahkan seperti tengah memohon."
"Ma?" Sekali lagi kutelan ludah dengan keras. Kemudian ku lanjutkan kata-kataku yang tadinya sempat kugantung. "Apa Mas Sam sudah kenal denganku sebelumnya?"
Semua sungguhlah misteri, ternyata bukan hanya aku yang banyak menyembunyikan sesuatu selama ini... tetapi Mas Sam, jauh melebihi dugaanku.
Mama masih diam, sementara tangannya tak henti mengusap rambutku. Dia tersenyum, dan selalu nampak ramah begitu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Phiby Ortiz
udah di ceritain begitu sama mama kania, berlian nalar ga ya buat berpikir kalo laras bermasalh,kesel bgt ih
2024-05-07
0
Deuis Lina
pasti Sam udah tau latar belakang berlian,,
2023-12-18
2
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
sam ingin memberi kesempatan pada berliana untuk mengetahui kejadian sebenarnya.
2023-12-17
0