Aiyla yang baru saja menyelesaikan kegiatan mencuci piringnya segera menoleh ketika mendengar suara pintu kamar Zaidan yang terbuka. Penampilan suaminya terlihat sangat rapih dengan kaos putih polos yang dilapisi jaket kulit berwarna hitam.
"Mas Zaidan mau kemana?" Tanya Aiyla.
"Mau keluar. Saya ada urusan." Ucap Zaidan tanpa menoleh dan sibuk memasang jam tangan miliknya.
Aiyla hendak mengatakan sesuatu. Namun, Zaidan sudah lebih dulu berjalan keluar. Baru saja Aiyla akan meminta maaf untuk kejadian di meja makan tadi, tapi Zaidan sudah pergi. Mungkin Ayla bisa meminta maaf setelah laki-laki itu kembali nanti.
Aiyla akhirnya memilih untuk kembali ke kamar saja. Gadis itu menanggalkan hijab yang melekat dikepalanya lalu duduk di depan cermin hias sembari menatap lekat pantulan dirinya lewat cermin.
Sudah satu minggu Zaidan dan Aiyla menikah, tapi sampai detik ini pun Aiyla belum berani melepas hijabnya di depan suaminya sendiri. Bukannya Aiyla enggan memperlihatkan apa yang seharusnya menjadi hak Zaidan, hanya saja suaminya itu belum bisa menerimanya bahkan masih bersikap dingin ketika bersama Aiyla.
Aiyla yang hendak berjalan menuju ke kasur lalu menghentikan langkahnya saat mendengar suara pintu yang di ketuk dari luar rumah. Gadis itu segera meraih hijabnya dan mengenakannya kembali.
"Assalamu'alaikum, Aiyla." Sapa sosok perempuan dengan senyum manis kearah Aiyla.
"Wa'alaikumussalam. Kak Maira." Aiyla menyapa dan memeluk singkat kakak iparnya itu.
"Ayok, masuk kak." Ucap Aiyla mempersilahkan Maira untuk masuk.
Maira merupakan kakak kandung Zaidan. Semenjak menikah, Maira memilih tinggal terpisah dan ikut bersama sang suami. Meski begitu, setiap sebulan sekali Maira akan mengunjungi kedua orang tuanya juga.
"Kamu apa kabar dek?" Tanya Maira.
"Alhamdulillah aku baik kak. Kak Maira sendiri gimana kabarnya?" Tanya Aiyla.
Keduanya kini duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Meski baru 2 minggu saling mengenal tapi keduanya tampak sangat akrab dan kompak.
"Alhamdulillah kakak baik. Oh, iya, kakak datang kesini bawain kalian kue." Wanita itu menyodorkan kotak yang berisi kue.
"Ya, ampun. Kak Maira kok jadi repot-repot gini. Makasi, ya, kak." Ucap Aiyla.
Maira kemudian mengalihkan tatapannya pada setiap sudut rumah itu. Sejak kedatangannya, Maira belum melihat Zaidan sama sekali. Tidak mungkin kan Zaidan sudah bekerja? Laki-laki itu mengambil cuti 10 hari.
"Ngomong-ngomong Zaidan kemana dek? Kok nggak keliatan dari tadi?"
"Mas Zaidan lagi keluar kak."
"Kemana?" Tanya Maira kembali.
Aiyla terdiam mendapatkan pertanyaan seperti itu dari kakak iparnya karena dirinya pun tidak tahu kemana perginya Zaidan saat ini.
"Aku juga kurang tahu kak." Jawab Aiyla.
Maira menatap dalam kearah adik iparnya. Zaidan dan Aiyla baru saja melangsungkan pernikahan 1 minggu yang lalu. Bukankah seharusnya pasangan suami istri itu sedang menikmati indahnya pengantin baru? Tapi kenapa Maira merasa ada yang ganjal dengan pernikahan Aiyla dan adiknya.
"Kamu sama Zaidan nggak lagi berantem kan dek?" Tanya Maira mencoba menebak. Tapi, dalam hati Maira berharap Aiyla menjawab tidak.
Gadis berpakaian syar'i itu kemudian menggeleng lalu tersenyum.
"Alhamdulillah nggak kak. Aku sama Mas Zaidan baik-baik aja." Jawab Aiyla membuat Maira mengembangkan senyumannya.
"Dek, kakak boleh tanya sesuatu? Tapi, kakak harap kamu jawab dengan jujur pertanyaan kakak." Ujar Maira sembari mengubah posisi duduknya kearah sang adik ipar.
"Iya, kak. Boleh."
"Apa Zaidan memperlakukan kamu dengan baik setelah kalian menikah?" Aiyla tersentak kaget mendengar pertanyaan Maira. Mengapa tiba-tiba wanita itu menanyakan perihal sikap Zaidan padanya.
Di satu sisi Aiyla tidak ingin membeberkan aib suaminya sendiri. Namun, disisi lain Aiyla juga sudah berjanji untuk menjawab dengan jujur pertanyaan kakak iparnya.
"Dek?" Maira meraih tangan Aiyla untuk genggam. Tatapan Maira seolah berharap Aiyla menjawab pertanyaannya dengan jujur tanpa ada kebohongan didalamnya.
"Kakak sudah menganggap kamu sebagai adik sendiri. Kamu boleh cerita apapun sama kakak." Maira kembali menyakinkan gadis berhijab syar'i itu.
Sikap Aiyla yang sejak tadi hanya diam seraya menunduk membuat Maira menyimpulkan bahwa dugaannya benar. Sejak awal, Maira berusaha berpikir positif jika sang adik bisa menerima Aiyla sebagai istrinya dan berusaha untuk membuka hati untuk gadis itu. Namun, melihat Aiyla yang enggan menjawabnya, semakin menambah keyakinan Maira akan dugaannya selama ini.
"Sekarang kakak tahu jawabannya tanpa perlu kamu beri tahu." Tutur Maira dengan lembut.
Aiyla mendongak menatap kakak iparnya yang saat itu juga tengah menatapnya. Kata orang-orang, hanya sebagian perempuan yang beruntung bisa diterima dengan baik oleh keluarga pasangannya. Dan Aiyla adalah satu dari deretan perempuan yang beruntung itu. Kedua mertuanya sangat menyanyanginya layaknya putri kandung mereka sendiri dan kakak iparnya juga menerimanya dengan baik dan tidak membedakan Aiyla dan Zaidan. Hanya satu kekurangan dalam hubungan ini. Karena Zaidan belum bisa menerima Aiyla sebagai istrinya.
"Maafin Zaidan, ya, dek. Nanti kakak akan coba bicara sama Zaidan supaya dia bisa belajar menerima kamu sebagai istrinya."
"Jangan kak," Potong Aiyla dengan cepat.
"Insyaa Allah Aiyla sendiri yang akan berusaha meluluhkan hati Mas Zaidan dan buat Mas Zaidan bisa menerima Aiyla sebagai istrinya."
Manik mata milik Maira bertemu dengan tatapan teduh Aiyla. Sungguh beruntung adiknya itu bisa menikah dengan gadis solehah seperti Aiyla. Gadis yang sangat jarang di temui di zaman ini.
"Tapi, kamu harus janji, ya, sama kakak. Kalau suatu saat Zaidan memperlakukan kamu dengan buruk sampai buat kamu tidak bisa bertahan lagi di hubungan ini, kabari kakak. Kakak akan selalu ada buat kamu."
Di sisi lain Zaidan sedang menikmati makan siang bersama ketiga sahabatnya di salah satu restoran yang ada di pusat perbelanjaan. Bahkan wajah Kevin, Azri dan Hanif sudah seperti benang kusut saking kesalnya dengan laki-laki yang tanpa rasa bersalah itu menikmati makan siangnya dengan lahap.
"Jadi ini hal penting yang lo maksud?" Tanya Kevin dengan raut wajah tidak percaya.
Saat berada di kantor, ketiga laki-laki itu mendapatkan pesan dari Zaidan untuk segera ke pusat perbelanjaan karena ada hal penting yang harus dilakukan ketiga sahabatnya itu.
"Lo mikir nggak sih, Zaidan. Kita lagi sibuk-sibuknya di kantor. Dan lo cuman manggil kita kesini buat liatin lo makan siang aja?" Kesal Hanif sembari memijit pangkal hidungnya.
"Makin hari lo makin nggak jelas, Dan. Ngapain coba makan di luar kayak gini. Lo itu udah punya istri. Harusnya lo minta sama istri lo buat masakin makan siang. Jangan malah gangguin kita bertiga kayak gini." Timpal Azri yang juga sama kesalnya dengan kedua sahabatnya.
Zaidan yang akhirnya selesai mengisi perutnya kemudian menatap sahabatnya bergantian.
"Gue memang sengaja manggil lo bertiga kesini. Dan gue juga nggak bohong kan? Hal penting yang gue maksud itu urusan perut gue. Kalau gue sampai kelaparan dan pingsan, kan nggak lucu. Lo bertiga juga yang bakal repot." Ucap Zaidan dengan santainya.
"Dan, ya, sebenarnya gue udah makan dikit waktu di rumah. Tapi, karena gue lagi kesel sama cewek itu makanya gue pergi aja."
"Kalau gitu gue do'ain lo supaya bucin sampai keakar-akarnya sama istri lo itu. Biar nggak bisa gangguin kita betiga lagi." Kevin tampak serius mengucapkan hal itu membuat Zaidan mendelik tajam kearahnya.
"Jangan aneh-aneh, ya, lo!" Peringat Zaidan dengan tatapan tajam.
"Lho, Zaidan?" Suara yang sedikit familiar di telinga Zaidan mampu membuat laki-laki itu memutar badannya ke sumber suara.
"Khalisa?"
"Wah, nggak nyangka kita bisa ketemu lagi. Mungkin jodoh kali, ya." Meski terdengar seperti candaan tapi tetap saja yang mendengarnya bisa menangkap makna lain dari ucapan perempuan itu.
"Ayo, duduk!" Ucap Zaidan mengajak Khalisa bergabung bersama mereka.
"Kalian lagi makan siang, ya?" Tanya Khalisa melihat beberapa sisa makanan di atas meja.
"Lebih tepatnya Zaidan aja." Sela Hanif.
"Zaidan, kok kamu baru makan siang jam segini? Ini juga udah hampir lewat jam makan siang. Lain kali jangan dibiasain kayak gitu. Takutnya malah nimbulin penyakit." Ujar Khalisa.
"Iya, deh. Makasi, ya, udah ngingetin." Ucap Zaidan seraya tersenyum.
Melihat interkasi Zaidan dan Khalisa yang cukup akrab membuat Kevin sedikit memiringkan tubuhnya mendekat kearah Zaidan dan membisikkan sesuatu ke telinga laki-laki itu.
"Ingat, Dan. lo itu udah punya istri. Ingat kata pak Ustadz, suami yang selingkuh itu dosanya besar." Pesan Kevin.
"Oh, iya, boleh nggak aku minta nomer handphone kamu. Siapa tau suatu saat aku butuh bantuan kamu."
"Boleh," Jawab Kevin dengan cepat lantas merampas ponsel Khalisa yang masih berada di genggaman perempuan itu. Dengan santainya, Kevin menyimpan nomernya di kontak handphone Khalisa dengan nama 'Masa depanku'. Agak aneh memang, tapi itulah Kevin Sanjaya.
"Maaf, tapi bukan nomer handphone kamu yang aku maksud. Tapi, nomer Zaidan." Ujar Khalisa yang tampak menahan kesalnya dengan tingkah sahabat Zaidan satu itu.
"Zaidan nggak bisa, soalnya dia udah punya ist----aakkkhh." Belum sempat menyelesaikan ucapannya laki-laki itu justru mengadu kesakitan karena Zaidan yang sengaja menginjak kakinya dengan sekuat tenaga.
"Ist-- apa maksud kamu?" Tanya Khalisa penasaran.
"Bukan apa-apa. Lupain aja omongan dia tadi. Oh, iya, maaf Khalisa kita berempat harus pergi dulu, ada urusan penting soalnya." Ucap Zaidan lalu segera menarik ketiga sahabatnya untuk pergi dari restoran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Nar Sih
lanjutt kakk ,sabarr aiyla munkin untuk saat ini blm ada cinta zaidan untuk mu tapi yakin lah pasti suatu hri dia akan bucin pada mu ,semagat aiyla💪👍
2023-12-10
2