Pekerjaan hari ini sudah selesai. Matt merentangkan tangannya untuk menghilangkan penat yang kini ia rasakan. Ia melihat Niken yang masih mengetik sesuatu di laptopnya. "Niken, selesaikan saja besok. Aku sangat lelah dan mengantuk." kata Matt.
"Kamu tidurlah. Aku akan menyelesaikan ini. Supaya besok pekerjaannya akan menjadi ringan."
Matt mengangguk. Mereka memang sudah biasa seperti ini. Jika Matt sudah capek, ia akan tidur lebih dulu dan Niken akan kembali ke kamarnya sendiri.
Lelaki tampan itu segera ke kamar mandi. Ia mandi dan mengganti pakaiannya dengan kaos oblong dan celana pendek.
Selesai mandi, Matt langsung naik ke atas ranjang dan duduk sebentar untuk memeriksa ponselnya. Ia terkejut mendapatkan pesan dari Alin. Biasanya Alin tak pernah menghubungi dia lebih dulu. Matt juga tak menghubungi Alin sepanjang hari ini. Ia pun membuka pesan itu.
Matt, aku menggunakan kartu yang kau berikan padaku untuk belanja bahan kue. Kami membuat kue di rumah paman dan bibiku. Nggak apa-apakan?
Matt tersenyum membaca pesan itu. Ia yang memang malas mengetik pesan segera menghubungi Katalina.
"Hallo....." terdengar suara Katalina dari seberang.
"Kamu sudah tidur?"
"Sudah di atas tempat tidur. Namun belum mengantuk."
"Ini sudah cukup larut. Tidurlah. Dan kamu dapat menggunakan kartu itu untuk apa saja. Aku kan sudah mengatakan kalau kartu itu nggak ada limitnya."
"Terima kasih Matt."
"Sudah minum susu hamilnya?"
"Sudah."
"Ya sudah. Aku mau tidur dulu.Bye..."
"Bye...."
Matt meletakan ponselnya di atas nakas lalu mematikan lampu baca yang ada di samping ranjang. Ia memejamkan matanya tanpa menyadari bahwa asistennya itu sedang menatapnya dengan wajah cemburu. Matt seakan lupa kalau Niken ada di kamar itu dan mendengarkan percakapan mereka.
Sejak kapan Matt menjadi perhatian seperti itu? Menelpon Alin seolah-olah pernikahan mereka adalah sesuatu yang didasari oleh cinta. Menyebalkan !
Niken mengumpat dalam hati. Ia sungguh geram dengan Perempuan yang sudah menggantikan posisinya untuk menikah dengan Matt.
Saat ia sudah menyelesaikan tugasnya, ia menatap Matt yang sudah tertidur dengan nyenyak di atas ranjang. Di pandangannya wajah tampan yang sangat dicintainya itu. Lelaki yang sudah merebut hatinya dipertemuan pertama mereka. Demi membuktikan kalau dia adalah wanita yang pantas untuk Matt. Niken kenal Matt dari kakaknya. Saat itu Matt sedang mencari seorang asisten. Karena kepintarannya juga Niken bisa mendapatkan kepercayaan dari lelaki berwajah dingin itu.
Tangan Niken terulur dan membelai wajah Matt. Aku yakin jika pernikahanmu dengan Alin selesai, kau akan melihat aku, Matt. Selama ini aku sudah menyingkirkan semua perempuan yang dekat denganmu selama ini. Aku pasti juga bisa menyingkirkan si gadis miskin itu.
Niken berdiri lalu tersenyum. ia kemudian memperbaiki letak selimut yang menutupi tubuh Matt lalu meninggalkan kamar itu.
********
Katalina meletakan ponselnya sesaat setelah menerima panggilan telepon dari Matt. Namun, sebelum ia membaringkan tubuhnya lagi, ia mendengar ada suara ketukan pintu. Katalina kaget mendengarnya karena heran jika ada yang bertamu disaat waktu sudah menunjukan pukul 11 malam.
Katalina melihat kamar paman dan bibinya masih terkunci. Berarti mereka tak mendengar suara ketukan pintu.
Perlahan Katalina memutar anak kunci untuk membuka pintu.
"Okan?"
Okan menatap Katalina dengan mata yang bersinar karena cinta yang ia miliki untuk gadis itu. "I miss you so much." katanya dengan suara yang bergetar lalu langsung membawa Katalina ke dalam pelukannya.
Untuk sesaat Katalina tertegun. Ia tak tahu harus melakukan apa. Seluruh tubuhnya terasa kaku, hanya perutnya saja yang bergetar. Seakan anak yang dalam pelukannya menyambut pelukan sang ayah.
"Lepaskan, Okan!" Katalina perlahan mendorong tubuh Okan ketika ia berhasil menguasai dirinya.
"Biarkan aku sejenak memelukmu. Aku mohon!" kata Okan tanpa mau melepaskan pelukannya.
"Pelukanmu sudah terlarang untukku." Katalina kembali mendorong tubuh Okan.
"Bagaimana mungkin terlarang kalau kamu masih mencintai aku?"
"Siapa yang mencintai kamu?" tanya Katalina sambil menatap Okan dengan tajam.
Okan tersenyum. Ia ingin menyentuh pipi Katalina namun Katalina menepiskan tangannya.
"Bagaimana mungkin hanya dalam beberapa hari cinta mu padaku langsung hilang? Aku tak yakin jika kamu memiliki hubungan dengan uncle Matt sebelumnya. Hatiku berkata ada sesuatu perjanjian diantara kalian sampai akhirnya kamu mau menikah dengannya. Aku bahkan sempat berpikir kalau anak yang kamu kandung itu adalah anakku. Ya, siapa tahu uncle Matt menikahi mu hanya karena kamu hamil dan uncle Matt memang dituntut untuk menikah sebelum usianya 28 tahun. Karena saat aku menyentuh mu pertama kali, itu adalah masa suburmu."
Jantung Katalina rasanya mau lepas saat mendengar perkataan Okan. "Kamu sungguh terlalu percaya diri, Okan. Aku mencintai suamiku. Usia kandunganku baru 5 Minggu saja. Jika aku hamil anakmu, maka kandunganku pasti sudah berusia sekitar 9 minggu. Sadarlah bahwa kisah diantara kita sudah selesai. Kita tak mungkin bersama. Dan kamu tahu prinsipku kan? Seorang mantan, tak akan pernah kembali dalam hidupku. Karena mantan tetaplah mantan, tidak akan pernah menjadi seseorang di masa depanku."
Okan memejamkan matanya sesaat. Rasanya sangat sakit mendengar semua itu dari Katalina. "Aku terjebak bersama Viona. Waktu itu, aku hendak menjemputmu di kampus....." Okan duduk di depan pintu rumah itu dan mengungkapkan cerita yang sebenarnya.
Cerita Viona dan Okan.....
"Lina mana?" tanya Okan sambil menurunkan kaca mobilnya.
"Lina sedang pergi bersama Nora. Ini aku juga mau ke sana."
"Kemana?"
"Ke vila keluarga Nora di luar kota."
"Kenapa dia nggak telepon ya?" Okan mencoba menghubungi ponsel kekasihnya tidak aktif.
"Mungkin di sana sinyalnya jelek. Apalagi sekarang sedang hujan." kata Viona.
"Ya sudah, ayo masuk! Kita pergi bersama." Okan mulai dilanda rasa gelisah. Ia tahu kalau dirinya begitu posesif semenjak pacaran dengan Lina. Walaupun Lina bukan wanita pertama dalam hidupnya karena Okan sudah sejak SMA tinggal di luar negeri namun Lina sekarang adalah segalanya bagi Okan.
Mobil pun menuju ke daerah puncak. Mereka memasuki salah satu villa.
"Kok sepi?" tanya Okan.
"Sebentar aku turun ya?" Viona turun lebih dulu dan bertanya pada seorang penjaga.
"Okan, mereka katanya masih mampir di rumah kakeknya Nora. Jadi kita menunggu di sini saja? Hujan nampaknya semakin deras saja."
Okan mengangguk karena memang udaranya semakin dingin.
"Kita dipersilahkan masuk. Penjaganya mau menghubungi mereka di tempat yang lain karena memang di sini nggak ada sinyalnya."
"Ok."
Keduanya duduk di ruang tamu. "Okan, kamu mau aku buatkan kopi atau teh? Tadi penjaganya bilang kita bisa membuat minuman untuk menghangatkan tubuh."
"Ok." Jawab Okan lalu mengeringkan badannya dengan handuk kering yang tadi diberikan oleh penjaga villa.
Viona kembali dari dapur dengan secangkir kopi dan secangkir teh juga beberapa potong kue.
Okan langsung meminum kopi itu karena bajunya yang sedikit basah membuat tubuhnya menjadi dingin apalagi Okan hanya menggunakan kaos lengan pendek dan celana jeans.
Duduk berdua tanpa ada aktivitas apapun, kopi di gelas Okan juga sudah habis.
"Putra TV saja ya?" Viona menawarkan.
"Ya. Putar saja." kata Okan. Kini ia mulai merasakan tubuhnya menjadi panas.
Viona menyalahkan TV dan langsung menawarkan salah satu Chanel TV luar negeri yang memutarkan film tanpa sensor. Adegan dalam film itu membuat Okan merasa sangat panas. Sebagai lelaki dewasa yang tak pernah lagi menyentuh perempuan manapun sejak bersama Katalina, Okan mulai merasakan terbakar gairah yang tak biasa. Apalagi adegan dalam film menampilkan dua orang berlawanan jenis yang sementara melakukan pemanasan saat bercinta.
"Viona, aku....!" Okan bermaksud akan keluar untuk menenangkan pikirannya yang sudah mulai kotor itu namun ketika ia menengok ke arah Viona, ia menemukan gadis itu sudah membuka kaos bagian atasnya.
"Maaf Okan, kaos ku basah. Aku sangat kedinginan."
Okan memejamkan matanya. Ia bermaksud akan menjauh dari godaan setan ini, namun Viona tiba-tiba memeluknya dari belakang. "Okan, ayo kita bercinta!"
"Kamu ......, jangan seperti ini, Vio!"
Viona tak mau melepaskan tangannya yang memeluk Okan. Bahkan dengan nekat Viona menggesek dua gunung kembarnya yang memang besar itu.
"Vio...., jangan.....!"
"Aku janji kalau Lina tak akan tahu ini semua." Kata Viona lalu membuka pengait penutup dadanya itu. Ia dengan nekat berdiri menghadap Okan.
Desakan dalam diri Okan tak terbendung lagi. Ia menjadi gelap mata dan langsung menyerang Viona. Okan menyatukan dirinya dengan gadis itu tanpa ada pemanasan sedikit pun.
Viona menjerit kesakitan. Namun Okan tahu kalau dia bukan yang pertama untuk Viona. Tak ada penghalang seperti yang pernah Okan rasakan saat bersama dengan pacar pertamanya dulu. Juga tak ada bercak darah.
Ketika semuanya selesai, Okan dengan cepat mengenakan pakaiannya kembali dan segera keluar dari ruang tamu itu. Sejuta penyesalan mulai menyelimuti hati Okan dan membuat ia menangis sambil berteriak kesal menumpahkan kegundahan hatinya.
Tak lama kemudian Viona mendekat. "Okan, jangan seperti ini. Aku bersumpah tak akan mengatakan apapun pada Lina. Aku tahu kalau dia sangat mencintaimu. Aku juga sebenarnya mencintaimu, Okan. Namun aku sadar kalau semuanya tak mungkin karena kalian saling mencintai. Cukup bagiku sudah pernah bersama mu sekali."
Okan menatap Viona. "Kamu sudah tak perawan lagi ya?"
Viona mengangguk sambil menangis. "Waktu aku di SMA, aku diperkosa oleh kakak kelasku. Namun aku malu melaporkan pada semua orang. Mungkin mereka tak akan percaya kalau gadis seperti aku bisa diperkosa oleh kakak kelasku yang tampan itu. Makanya aku memilih diam."
Okan menarik napas panjang beberapa kali. "Mengapa kita bisa seperti ini. Adakah sesuatu yang kamu campur di minuman kita?"
"Aku nggak tahu, Okan. Aku juga merasa aneh setelah meminum teh ku."
"Apakah penjaganya yang sengaja menaruh sesuatu di gula yang ada?" tanya Okan dengan nada marah.
Viona hanya menggeleng. Gadis itu hanya menangis sambil terduduk di atas rumput yang basah karena hujan yang baru berhenti.
Okan mengusap wajahnya kasar. Ia tak tahu harus bagaimana jika bertemu dengan gadis pujaannya.
*********
Next episode masih tentang cerita Okan ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Sandisalbiah
okan goblok titik...
2024-08-08
0
Bundanya Jamal
😡😡😡😡 huh okan , udahlah, biarkan alin hidup bahagia dngan suaminya , jngan ganggu trs ,mattt cpat plng kasian alin
2024-03-09
0
gia nasgia
Dasar rubah😡
2024-01-01
1