"Bagaimana, Matt?" tanya Niken pada bosnya itu.
"Kita ambil saja kerja samanya untuk membuat gudang pabrik pengolahan jagung ini. Kebetulan lokasi ini letaknya di luar kota jadi aman dari pemukiman warga dan pengurusan ijinnya juga pasti tak akan banyak drama."
Niken nampak senang. Ia mengajak Matt untuk berinvestasi di perusahaan pamannya dan ternyata cowok itu mau melakukannya.
Surya, pamannya Niken pun nampak sangat senang.
"Nanti Niken yang akan membuat surat perjanjiannya dan juga kontrak kerja samanya." Kata Matt setelah mereka menemukan kata sepakat menyangkut pembagian keuntungannya.
"Terima kasih tuan Ciputra." Surya menjabat tangan Matt.
"Jika suratnya sudah selesai, maka orang-orang saya akan segera meratakan tanah ini untuk pembangunan pabriknya." ujar Matt. Ia menatap arlojinya. Sudah pukul 4 sore dan langit nampaknya semakin mendung.
"Kita pulang sekarang Matt?" tanya Niken.
"Iya." Matt langsung masuk ke dalam mobilnya karena sesungguhnya cowok itu tak suka jika harus kena air hujan. Ia akan langsung mengalami bersin-bersin.
Mobil Matt pun berjalan meninggalkan lokasi itu. Saat ia melewati kawasan peternakan, Matt ingat sesuatu.
"Kenapa berhenti?" tanya Niken melihat Matt yang menepiskan mobilnya.
"Aku ingat kalau ini lokasi tempat tinggal pamannya Alin. Dan dia ada di sini. Alin tadi pagi mengajak aku makan malam di sini."
"Jadi?" Niken mulai was-was.
"Kamu pulang saja naik taxi. Aku akan ke tempat pamannya Alin. Dia pasti sudah di sana."
"Kamu tega membiarkan aku pulang dengan taxi? Ini sudah mau hujan, lho." Niken memasang wajah penuh permohonan.
"Nggak mungkin juga kan aku mengantar kamu dulu ke kantor dan balik lagi ke sini. Jaraknya agak jauh ." Matt mengeluarkan ponselnya dan langsung memesan taxi online untuk Niken.
Niken memaki dalam hati saat ia menyebut nama Alin. Matt yang dikenalnya sebagai lelaki cuek dan tak terlalu peduli dengan kehidupan orang lain, kenapa juga sekarang harus perhatian hanya karena acara makan malam keluarga miskin di rumah pamannya Alin?
Saat taxi online datang, Niken pun turun dan segera berpindah ke dalam taxi. Matt kemudian membelokan mobilnya ke arah jalan masuk peternakan. Ponselnya kembali berbunyi dan Matt terpaksa berhenti karena ia tak menggunakan headset. Matt sangat memperhatikan keselamatan saat berkendara.
"Hallo.....!" sapa Matt saat melihat kalau ternyata yang meneleponnya adalah Rachel kakaknya.
"Matt, kamu di mana?"
"Mau ke rumah paman dan bibinya Alin. Ada apa?"
"Aku merancang beberapa gaun hamil untuk Alin. Jika kalian, sempat mampirlah ke butik ku. Aku ada di butik sampai jam 10 malam."
"Ok, sist." Matt mematikan ponselnya. Ia melihat kalau ada pesan dari Alin untuknya.
Matt, makan malamnya dibatalkan. Bibi sedang merawat nyonya Ariani yang sedang sakit. Paman juga sedang ke kota bersama pak mandor. Aku sudah pulang.
Matt pun bermaksud akan memutar arah mobilnya saat ia melihat kalau GPS yang ada di kalung Katalina ada di dekat sini. Kalung yang Matt berikan pada Katalina memang bukan kalung sembarangan karena ada GPS di balik baru liontinnya. Matt memang sedang ingin mengawasi Katalina agar tak bertindak bodoh dan mengakibatkan rahasia mereka terbongkar sebelum waktunya.
Matt meletakan ponselnya di atas dasbor mobilnya dan mengikuti arah GPS itu. Hujan mulai turun dan semakin deras. Matt merasa bingung. Apa yang Katalina lakukan di tempat yang sepi ini?
Ia melihat jarak mobilnya dan GPS di kalung Katalina semakin dekat. Dan Matt terkejut melihat gadis itu yang berjalan sangat cepat. Sesekali kepala Katalina nampak menengok ke belakang. Sepertinya ia sedang diikuti oleh seseorang. Matt langsung turun dan mendekati Katalina. Namun secara samar ia melihat ada sebuah mobil yang berhenti tak jauh dari Katalina berdiri. Matt seperti pernah melihat mobil itu. Tapi dia lupa di mana.
"Alin, apa yang kamu lakukan di tengah hujan ini?"
"Matt.....!" Katalina begitu kaget melihat Matt. Ia kembali menengok ke belakang dan masih melihat mobil Okan yang nampaknya mundur perlahan.
"Ayo masuk ke dalam mobil."
Katalina mengangguk dan segera mengikuti langkah Matt.
Sesampai dalam mobil, Matt mencari sesuatu dan ia berhasil menemukan kaosnya lalu memberikannya pada Katalina.
"Buka kemeja mu dan ganti dengan ini!" kata Matt setengah memerintah.
"Buka?" Katalina kaget.
"Memangnya kamu mau pulang dalam keadaan basah kuyub seperti ini? Kamu bisa sakit. Ingat kamu sedang hamil."
Katalina perlahan membuka kemejanya. Tangannya sedikit bergetar karena dingin yang dirasakannya. Matt langsung mematikan AC mobil saat melihat Katalina gemetar kesulitan membuka kancing kemejanya. Matt menarik napas kesal melihat Katalina yang menurutnya sedikit lambat. Ia kemudian maju dan....
"Matt, apa yang kamu lakukan?" Katalina kaget saat melihat Matt yang membuka kancing kemejanya.
"Tanganmu gemetar seperti itu. Bagaimana bisa membukanya? Kamu bisa terserang hiportemia."
"Tapi....."
"Aku ini suamimu, jika itu yang kamu takutkan saat aku membuka kemejamu. Kita tak melakukan sesuatu yang terlarang."
Jantung Katalina berdetak sangat cepat. Tak ada pria yang sedekat ini dengannya selain Okan. Tangan Matt yang menyentuh kulit di dadanya membuat Katalina merasakan bagaikan disengat listrik ribuan volt.
"Buka....!" kata Matt sambil membantu Katalina melepaskan kemejanya dan ketika kemeja itu terlepas, Matt dengan cepat memakaikan kaosnya yang kering. Setelah itu ia segera memutar balik mobilnya dan segera meninggalkan tempat itu dengan kecepatan tinggi.
Katalina memejamkan matanya karena sebenarnya ia takut dengan laju mobil yang terlalu cepat.
Mereka akhirnya tiba di rumah. Matt memarkir mobilnya di garasi sehingga mereka tak akan basah sebab garasi terhubung dengan dapur.
"Astaga nyonya, tuan..., kok bisa basah kuyup seperti ini?" Bi Num kaget.
"Bibi tolong buatkan teh hangat dan antar ke kamar ya? Buat dua saja." ujar Matt lalu dengan cepat meraih tubuh Katalina, memeluknya apa bridal Style dan segera menuju ke lift.
"Matt, turunkan!" Katalina memberontak.
"Jalanmu terlalu pelan. Kayak bebek."
Saat pintu lift terbuka, mereka berpapasan dengan Viona. Perempuan itu terkejut melihat Matt dan Katalina yang nampak basah.
"Ada apa?" tanya Viona.
Matt dan Katalina kompak tutup mulut sampai keduanya masuk ke dalam lift dan pintu tertutup.
Viona jadi kesal. Namun matanya terbelalak saat melihat suaminya yang juga muncul dari arah garasi dengan pakaian yang basah.
"Sayang, kok kamu basah juga?" tanya Viona heran. Hatinya langsung panas. Apakah Okan ketemu dengan Katalina? Lalu uncle Matt memergoki mereka makanya wajah uncle Matt tadi begitu menakutkan?
Viona mengejar langkah Okan yang mengikuti tangga. "Sayang, tunggu!"
Okan tak memperdulikan Viona yang memanggilnya. Ia memasuki kamar dan langsung ke kamar mandi.
Sementara itu di kamar Matt, pria itu segera menurunkan Katalina begitu mereka ada di kamar. Ia ke kamar mandi, mengisi air hangat dalam bathtub. "Alin, mandilah dan cuci rambutmu, setelah itu segera keringkan dengan hairdryer."
Katalina hanya mengangguk. Ia masuk ke kamar mandi lalu mengunci pintunya. Ia berendam di sana sambil menenangkan pikirannya.
Selesai mandi dan mengeringkan rambutnya, Katalina keluar dari kamar mandi sambil menggunakan jubah handuk. Matt yang sedang berdiri di balkon kamar segera ke kamar mandi setelah melihat Katalina yang sudah keluar kamar mandi. Katalina melihat ada 2 gelas teh di sana. Yang satu sudah habis. Pasti sudah diminum oleh Matt. Katalina pun meminum yang satunya lagi dan seketika tubuhnya menjadi hangat. Barulah setelah ia masuk ke dalam walk in closet untuk mengenakan pakaiannya.
Saat Matt sudah selesai mandi, dilihatnya Katalina sudah duduk tepi ranjang. Perempuan itu mengenakan satu setelan piyama dengan celana panjang dan kemeja lengan panjang.
Matt pun masuk ke dalam walk in closet untuk mengganti pakaiannya. Setelah ia selesai mengenakan pakaian, ia meletakan handuk basah di tempatnya lalu mendekati Katalina.
"Kamu masih dingin?" tanya Matt.
"Sedikit."
"Sudah minum teh nya?"
Katalina mengangguk sambil menunjukan gelasnya yang sudah kosong."
"Tidurlah."
Katalina patuh dan naik ke atas tempat tidur karena memang tubuhnya sedikit menggigil. Ia menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhnya.
Kejadian di rumah pondok tadi kembali membayanginya dan membuat Katalina tanpa sadar terisak perlahan.
Matt yang sebenarnya ingin keluar kamar untuk mencari obat, kembali membalikan badannya mendengar tangisan Katalina.
"Apakah kamu ketemu dengan mantanmu di jalan itu?" tanya Matt setelah ia berdiri di samping ranjang.
Kalina tak menjawab namun tangisnya semakin dalam.
Hati Matt tersentuh. Ia jadi ingat dulu bagaimana mamanya sering menangis saat Luke bersikap buruk pada mamanya.
"Jangan menangis. Kamu tak pantas menangisi lelaki bodoh itu." Matt duduk di tepi ranjang. Katalina membuka matanya. Pandangan matanya ketemu dengan tatapan mata Matt.
"Boleh aku memelukmu?" tanya Katalina. Entah mungkin karena bawaan bayinya, dia butuh sandaran untuk melupakan perasaan hatinya.
"Tentu saja. Bagaimana pun kita adalah suami dan istri. Memeluk suami adalah halal." Kalimat itu diucapkan Matt dengan kelakar namun cukup membuat Katalina berani untuk menangis di dada lelaki itu.
Matt merasakan dadanya basah dengan air mata Katalina. Perempuan itu memeluk sangat erat dan menelungkup kan kepalanya di dada Matt. Katalina mencoba mencari kehangat dalam pelukan pria yang kini sudah menjadi suaminya itu.
**********
Akankah kehangatan itu bermuara pada hal yang manis?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
sherly
jd penasaran gimana reaksi Matt kalo tau itu alin yg hamilin si okan
2024-05-03
1
Bundanya Jamal
😭😭😭
2024-03-09
0
Bunda Diana Basri
aku sedih,aku ikut nangis Aline... semoga Matt dapat membahagiakan kamu
2024-01-06
0