Okan ingat di saat Katalina sudah menjadi mahasiswa dan gadis itu berusia 19 tahun. Keduanya sedang menikmati momen kebersamaan sambil bercamping di salah satu camping area yang ada di dekat danau.
"Kamu menggunakan alasan apa ke bibi mu agar bisa ke sini?" Okan memang sangat suka dengan alam. Sejak dulu ia suka mendaki gunung dan bercamping dengan teman-teman sekolahnya.
Katalina yang sedang duduk di samping Okan menatap kekasihnya itu dengan wajah sedih. "Aku bilang mau menginap di rumah Nora. Sebenarnya agak sedih karena selalu harus bohong ke bibi jika harus kencan denganmu."
Okan meraih memutar posisi duduknya sehingga kini berhadapan dengan Katalina. "Sayang, hari ini kamu kan sudah 18 tahun. Aku pikir sudah sepatutnya bibimu tahu jika kamu sudah punya pacar. Aku sebenarnya nggak mau jika harus sembunyi-sembunyi seperti ini."
"Aku justru takut dengan orang tuamu, . Aku sendiri pernah mendengar kalau mama mu mengatakan bahwa yang harus menjadi menantu keluarga Bagaskara adalah dari keluarga bangsawan juga. Sedangkan aku hanya mahasiswa semester 3 yang masa depannya belum jelas. Apa yang bisa dibanggakan dariku?"
Okan membelai wajah Katalina. "Aku jatuh cinta padamu karena kepribadianmu yang baik. Awalnya memang aku tertarik padamu karena kecantikan mu. Namun semakin lama mengenalmu, aku semakin menyukai pribadi mu. Kamu tahu, sebelum mengenalmu, aku tipe pria yang cepat bosan dengan sikap para gadis yang menjadi pacarku. Namun bersamamu, aku tak pernah menemukan kata bosan. Pada hal waktu itu usiamu baru 15 tahun. Mungkin ini yang dinamakan dengan cinta sejati."
Katalina tertunduk mendengar pujian Okan. Ia selalu saja menjadi malu jika kekasihnya itu memujinya.
"Okan, aku percaya dengan semua perasaanmu padaku. Hanya saja, aku masih takut hubungan kita diketahui. Aku takut imbasnya pada paman dan bibiku. Mereka sangat menyukai bekerja di peternakan keluarga mu karena orang tuamu adalah majikan yang baik. Hanya saja status sosial kita berbeda dan aku tak ingin hanya karena hubungan kita, paman dan bibi justru dipecat."
"Sampai kapan aku harus menunggu, sayang? Rasanya tak sabar ingin menjemput mu di pintu rumah mu. Bukan sembunyi-sembunyi di rumah pondok."
Katalina menyentuh pipi Okan. "Tunggulah sampai aku lulus kuliah, sayang. Aku janji, sebelum usiaku 21 tahun, aku pasti sudah selesai kuliah. Aku akan bekerja sehingga menjadi wanita yang layak untuk kau bawah di hadapan orang tuamu."
"Itu berarti masih satu tahun lebih kita akan backstreet? Bagaimana jika kamu dijodohkan dengan orang lain?"
"Itu tak mungkin. Karena hati ini hanya milikmu."
Okan membawa Katalina dalam pelukannya. Ia akan bersabar sebentar. Sampai waktu itu tiba sehingga Katalina bisa percaya diri untuk ketemu dengan kedua orang tuanya.
**********
Kenangan itu tiba-tiba saja melintas di kepala Okan saat mendengar kata-kata yang diucapkan oleh mamanya kepada Katalina.
Ternyata, sang nyonya besar yang terkenal sangat menjunjung tinggi bobot, bibit dan bebet saat bergaul dengan orang lain, sangat menyukai Katalina.
"Eh, tuan muda!" sapa Feni melihat Okan yang berdiri di depan pintu.
Ariani mendongak dan menatap putra bungsunya. "Okan, mama senang kamu ada di sini."
Okan mendekat namun tatapan matanya lebih banyak ke arah Katalina. Saat Okan semakin dekat, Katalina pun memilih berdiri dan pindah ke sofa yang lain.
"Mama sakit apa?" tanya Okan lalu duduk di tepi sofa tempat mamanya berbaring.
"Hanya kecapean saja." Ariani tak ingin membuat anaknya khawatir.
"Sudah ke dokter?" tanya Okan lagi.
"Dokter yang ke sini. Tuh, resepnya hanya vitamin saja." kata Ariani sambil menunjuk dengan dagunya ke arah obatnya yang ada di atas meja.
"Mama nggak usah lagi mengurus pekerjaan mama. Istirahat saja."
Ariani memang punya perusahaan sendiri yang bergerak di bidang ekspedisi.
"Kamu mau pegang perusahaan mama? Atau lebih suka di perusahaan papa?" tanya Arini.
Okan memegang tangan mamanya. "Nanti kita bicarakan. Sekarang mama istirahat dulu."
Katalina berdiri. "Bi, aku ke rumah dulu ya? Mau menunggu jemputan suamiku."
"Eh, Lina, kenapa nggak pulang sama Okan saja? Kalian kan tinggal di mansion yang sama." ujar Ariani membuat Katalina jadi mati kutu.
"Eh, tapi, aku masih ingin di sini. Lagi pula sudah terlanjur bilang ke Matt kalau aku ingin dijemput olehnya."
"Nggak apa-apa pulang sama Okan. Suami mu pasti sibuk."
Katalina jadi tak enak untuk menolak. Akhirnya dia setuju untuk pergi bersama Okan.
Setelah berbincang-bincang dengan bibinya, Katalina pun pulang bersama Okan. Perasaannya sungguh tak enak karena harus satu mobil dengan pria yang sudah menyakitinya itu.
"Akhirnya kita mendapatkan kesempatan untuk bersama." kata Okan lalu secara mendadak mobilnya ia belokan ke arah rumah pondok.
"Okan, kita mau kemana?"
"Aku ingin berbicara denganmu."
"Mau bicara apa lagi? Bukankah rumah pondok itu sudah terbakar? Aku mau pulang, aku nggak mau di sini!"
"Kamu sengaja membakarnya karena itu rumah penuh kenangan diantara kita kan? Kamu bertindak seolah-olah kamu mencintai aku pada hal kamu punya hubungan dengan lelaki lain. Aku tak habis pikir, kenapa kamu bisa seperti itu. Kenapa?" teriak Okan sambil menambah kecepatan mobilnya.
"Jangan gila, Okan. Hentikan!"
Mobil terus melaju sampai akhirnya mobil itu berhenti di depan sebuah rumah pondok itu yang ternyata sudah di bangun kembali. Modelnya masih sama hanya saja tak ada lagi bunga dan beberapa pohon.
"Untuk apa kamu membangun kembali pondok itu?" tanya Katalina sambil tertawa sinis.
Okan tak menjawab pertanyaan Katalina. Ia turun dari mobil. "Turunlah!"
"Aku tidak mau!"
"Aku tak akan mengantarmu kembali jika kamu tak mau turun."
"Mau kamu apa sih?" Katalina menjadi kesal. Jalan masuk ke sini jaraknya cukup jauh. Katalina juga harus menjaga kehamilannya karena dokter mengatakan bahwa ia tak boleh terlalu banyak berjalan. Terpaksa perempuan itu turun. Tak mungkin juga meminta Matt menjemputnya di sini karena tentu lelaki itu akan bertanya saat melihat ada Okan di sini.
Ketika Katalina turun dari mobil, hujan mulai turun. Perlahan Katalina masuk ke dalam rumah. Ia terkejut melihat semua perabotan di dalam sama persis dengan yang dulu. Seolah pondok kayu ini tak pernah terbakar sebelumnya.
"Ayo kita pergi, Okan." ajak Katalina.
Okan melihat jam tangannya. "Suamimu belum juga pulang."
"Okan!" Katalina merasa panik saat melihat hujan yang semakin deras.
"Apa yang dikatakan Matt saat tahu kalau kamu tak perawan lagi?" tanya Okan sambil menatap Katalina dengan tajam.
"Aku mau pulang, Okan!" teriak Katalina yang mulai kesal apalagi dengan pertanyaan Okan seperti itu.
Okan mendekat dan kini berdiri tepat di depan Katalina. "Matt pasti tak mempersoalkan itu kan? Karena dia memang sudah biasa dengan banyak gadis. Aku sungguh tak percaya kamu melakukan ini padaku, Lina. Kamu tahu kalau aku mencintai kamu!"
Plak!!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Okan. "Jangan pernah bilang cinta kalau kamu sendiri tak bisa menghargai perasaan orang yang mencintaimu."
"Memangnya kamu menghargai cinta kita? Kamu bahkan lebih dulu mengkhianati cinta kita bersama si Matt itu."
"Cukup!" Katalina mengangkat jari telunjuknya. "Kita jangan saling mengungkit apa-apa lagi. Jangan keluarkan kata-kata yang nantinya akan kita sesali. Karena semua yang terlihat oleh mata, belum tentu merupakan kisah yang sebenarnya."
Okan mengangguk setuju. "Aku terpaksa menikah dengan Viona karena dia sudah hamil."
"Itu bukan terpaksa. Tapi merupakan tanggung jawab!"
Okan menunduk. "Aku tak sengaja melakukannya, Lin. Malam itu, aku..."
"Aku tak mau mendengarnya. Sungguh, aku tak mau mendengarnya. Kamu menikah dengan Viona karena tahu kalau anak yang dikandungnya adalah memang anakmu." Katalina memotong ucapan Okan. Hujan yang turun semakin deras membuat hati Katalina menjadi semakin gundah.
"Tapi kamu harus tahu apa yang sudah aku alami, Lin."
Katalina menggeleng. "Masing-masing kita sudah menikah. Sekarang juga aku sudah mengandung anak suamiku. Jadi, jalanilah kehidupan kita masing-masing." Katalina menatap hujan yang turun di luar. "Aku pergi....!"
"Katalina!" Okan menahan tangan Katalina. "Jangan pergi! Tinggallah sesaat di sini!"
Katalina yang sudah nekat menarik tangannya dari genggaman Okan. Sedikit berlari ia berjalan menembus hujan. Okan jadi panik melihatnya. Ia berusaha mengejar Katalina dengan payung yang ada di tangannya. Namun Katalina jalannya begitu cepat. Okan terpaksa kembali ke mobilnya dan akan menyusul Katalina dengan mobil. Namun, saat ia melihat punggung Katalina dari jauh, ia langsung menghentikan mobilnya saat melihat ada sebuah Lamborghini Hitam yang mendekati Katalina juga. Dan ia tahu kalau itu mobil dari Matt. Bagaimana Matt bisa tahu tempat ini?
************
Apa reaksi Matt saat melihat keadaan Katalina?
MERRY CHRISTMAS BAGI YANG MERAYAKANNYA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Sandisalbiah
mungkinkah Matt sudah tau akan masalalu Katalina...
2024-08-08
0
it's me
kyknya Matt udah tau kalau si okan itu mantan nya Lina.. soalnya dr bab sblumnya si Matt kyk nyindir si okan melulu deh
2023-12-25
2
nonik
matt menjadi penolong tepat waktu buat alin..pasti pingin byak getok palanya tuh okan😆😆😆😆
2023-12-25
1