Perubahan

Indira berdiri di depan sebuah hotel dan menarik nafas dalam mulai melangkah masuk ke dalam.

Saat ini sudah waktunya makan siang, alasan dia berada di sana itu karena Alya mengantar lokasi di mana dia sedang sibuk mempersiapkan acara ulang tahun untuk client-nya malam nanti.

Indira melihat Alya yang sibuk mendesain sebuah pentas yang di pakai malam nanti.

"Mbak" panggil Indira.

Alya membalik badan dan tersenyum melihat Indira sudah berdiri di punggungnya.

"Indira? Kau sudah tiba? Maaf karena aku tidak menyambut mu. Aku terlalu sibuk sampai terlupa dengan kehadiran mu," turun ke bawah.

Tersenyum, "Nggak apa-apa, Mbak. Aku juga baru sampai kok." Jawab Indira.

"Kalau begitu, bagaimana jika kita duduk di sana?" Alya menunjuk tempat duduk yang tak jauh dari keduanya.

"Bisa." Keduanya melangkah duduk dan beristirahat.

"Kamu sudah makan, Indira?"

"Belum, Mbak."

"Bagaimana kalau kita cari makan sambil ngobrol-ngobrol?" Ajak Alya.

"Ar, tidak usah Mbak. Dia sini aja, aku juga hanya sebentar kok, Mbak," tolak Indira halus.

"Baiklah."

"Hmmmm apa yang Mbak ingin bahas dengan ku?" Tanya Indira mulai membuka pembicaraan.

Alya melihat kedua bola mata Indira, "Apa kau mencintainya?" Tanya Alya tiba-tiba.

Indira meremas ujung bajunya mendapat pertanyaan yang sulit untuk ia jawab.

"M-mencintai siapa, Mbak?" Indira malah bertanya padahal ia tahu kemana arah pembicaraan wanita di sebelahnya.

"Kak Calvin, apa kau mencintainya?" Ulang Alya jelas padat.

Indira menggeleng karena memang dia sendiri tidak mengetahui isi hatinya pada Calvin.

"Tidak." Jawab Indira merasa hatinya nyeri mengatakan itu.

"Lalu, kenapa kau mau menikah dengannya?" Tanya Alya tidak sadar jika dia sudah melewati batasannya dengan menyinggung privasi Indira.

Indira tersenyum kecut, "Itu privasi ku, Mbak. Maaf aku tidak mungkin menceritakan ini pada orang lain," ucap Indira.

"Karena harta? Bukan kah begitu?" Terdengar suara Alya mulai berubah membuat Indira sedikit kaget melihat respon Alya. Padahal sebelumnya wanita itu baik-baik saja padanya. Pikir Indira menatap Alya dengan padangan menelisik.

"Aku kira kau berbeda dengan Zilva. Ternyata kau sama saja dengannya yang hanya mengincar harta," terdengar sinis di akhir kalimat Alya.

Indira merasa mulai tidak nyaman berada di dekat Alya lebih lama lagi.

"Maaf, Mbak. Sekali lagi aku mengatakan, jika aku tidak bisa membahas tentang privasi ku dengan orang lain. Kalau tidak ada yang ingin di bahas lagi, aku pamit dulu." Indira berdiri masih berusaha tersenyum pada Alya yang sedang menatapnya.

Tiba-tiba Alya kembali tersenyum manis, "Kamu jangan ambil hati dengan pertanyaan ku, aku benar-benar hanya bertanya kok," mengusap bahu Indira lembut.

"Aku harap kau berbeda dengan Zilva..."

"Aku cuma kasihan saja sama kak Calvin, karena setiap kali wanita yang mencoba untuk mendekatinya, pasti semua hanya wanita yang gila harta dan hanya ingin menjadi kan anak-anak mereka pewaris kekayaan kak Calvin." Masih tersenyum manis dengan sindiran pedas yang di keluarkan dari bibirnya.

Indira tahu jika sindiran itu di tujukan untuk dirinya.

"Oya, apa kau mau aku mengantar mu pulang?" Kembali Alya bertanya dengan ekspresi wajah ramah.

Indira menggeleng dan menarik paksa kedua sudut bibirnya, "Tidak usah, Mbak. Aku nyetir mobil sendiri." Jawab Indira.

"Aku pamit, Mbak." Lanjut Indira langsung beredar pergi dari hadapan Alya.

Raut wajah Alya berubah seketika setelah kepergian Indira dari hadapannya.

"Aku heran, kenapa wanita yang kau pilih semua wanita j*l*Ng!" Ucap Alya melihat punggung Indira sehingga menghilang di pandangan.

Indira masuk ke dalam mobil dan memegang dadanya, "Ada apa dengannya? Tadi dia terlihat baik-baik saja. Tapi kenapa dia tiba-tiba berubah? Apa yang terjadi?" Gumam Indira termenung mengingat sikap lain dari yang lain dari Alya.

Tol tok tok

"Arh!" Indira berteriak karena ia terperanjat kaget tiba-tiba seseorang mengetuk pintunya cermin mobilnya dari luar.

Indira menurunkan cermin tersebut dan melihat Pamannya yang berdiri angkuh.

Mau apa lagi dia? Setelah dia menjual semua lahan milik Ayah. Sekarang dia muncul lagi.

"Ada apa, Paman?" Tanya Indira.

"Apa kau tahu cara bersopan santun? Turun dari mobil mu!" Bentak Paman Indira yang membuat wanita itu terlihat kesal.

Ia membuka pintu mobil dan turun, "Mau apa lagi Paman datang menemui ku setelah Paman menjual semua harta peninggalan, Ayah!" Indira benar-benar marah pada pamannya itu.

"Cih! Kau ini! Kau mau menikmati sendiri uang Ayah mu, begitu?" Sinis Anton.

"Menikmati seperti apa yang Paman katakan! Aku bahkan tidak memiliki tempat tinggal atau harta apapun lagi setelah Paman menjual semuanya!" Seru Indira menggeleng.

"Kau jangan bohong sama Paman, Indira! Lihat! Sekarang kau sudah memakai mobil mewah, mana mungkin kau tidak punya uang!" Anton tak percaya dengan ucapan wanita itu.

"Paman benar-benar keterlaluan." Indira ingin masuk ke dalam mobil tapi tasnya segera di tarik oleh Anton.

"Paman! Apa yang Paman lakukan ini!" Berusaha menolak Anton.

"Berikan aku uang mu!" Anton memaksa menarik tas ponakannya.

"Paman! Apa Paman bisa minta baik-baik!" Tasnya terlepas dari tangannya.

Anton menggeledah semua tas gadis itu dan menemukan uang 500 ribu.

"Cuma ini doang! Cih! Pelit!" Ketus melempar tas Indira ke atas mobilnya kemudian pergi dari sana.

Indira mengusap dadanya berusaha bersabar.

"Benar-benar keterlaluan..." Indira menggeleng kepala melihat tingkah Pamannya.

,,,

Indira kembali ke Restoran dan langsung masuk ke dalam sambil berjalan cepat.

Sila yang melihat Indira berjalan masuk, ia sangaja melewati wanita itu dan menyenggol kasar bahu Indira berniat ingin membuatnya terjatuh.

"Arkh!" Bukan Indira yang terjatuh, tapi malah dia yang terjatuh akibat menabrak seorang pelayan yang berjalan keluar dari arah berlainan membawa kopi panas yang malah jatuh tepat mengenai betisnya.

"Sayang? Kau kenapa? Kenapa kau berjalan tidak hati-hati," Alpa membantu istrinya berdiri.

"Ini semua gara-gara wanita itu! Dia penyebab aku terjatuh dan tersiram air panas! Arkhhh! Panas sekali!" Sila berteriak menarik perhatian pelanggan yang makan siang di sana.

Indira sampai membuka mulut melihat Sila yang terlalu berdrama. Padahal tadi Sila yang menyenggolnya, tapi kenapa sekarang malah dia yang jadi pelakunya? Aneh bukan? Pikir Indira.

"Apa yang kau katakan, sayang. Bukannya kau yang menyenggol Indira tadi? Kenapa kau malah menyalahkan Indira?" ujar Alpa karena dia memang melihat kejadiannya saat istrinya menyenggol kasar bahu Indira.

Sila melebar kedua dan mendorong kasar suami, "Bukannya membela istri mu! Kau malah lebih membela wanita j*l*Ng ini!" Pekik Sila menunjuk wajah Indira.

Alpa lagi-lagi hanya bisa memijat pelipis melihat Sila begitu membenci Indira. Padahal Indira sama sekali tak pernah menggodanya.

"Sayang, sudah. Mari kita masuk." Ajak Alpa masih berusaha bersabar menarik nafas dalam.

"Tidak usah! Aku bisa jalan sendiri! Lebih baik kamu nikah saja sama j*l*ng ini! Tidak usah pedulikan aku!" Sila berjalan sambil menangis.

"Maafkan Sila Indira." Kata Alpa.

"Tidak apa-apa. Itung-itung hiburan kala lelah." Jawab Indira membuat Alpa tersenyum.

,,,

Drrt Drrt Drrt

Ponsel Indira berdering.

"Hello, Om?" Jawabnya.

"Indira, mungkin malam ini aku sedikit telat pulang, ada tugas yang tidak bisa aku tinggalkan. Kau tidak apa-apa kan aku tinggal malam ini bersama pelayan?" Ucap Calvin lembut.

"Tidak, Om. Tidak apa-apa kok. Apa Tante Zilva belum pulang malam ini?" Tanya Indira hanya ingin mengetahui di mana wanita itu.

"Aku juga tidak tahu. Mungkin dia pulang lah, jika dia mau." Jawab Calvin.

"Baiklah, kalau begitu aku mau mandi dulu. Soalnya aku baru saja sampai rumah."

"HM. Setelah itu kau makan, jangan sering telat makan. Ingat juga, periksa AC mu sebelum tidur." Calvin mengingatkan gadis itu.

Indira melengkung senyuman indah di wajah cantiknya. Terdengar ucapan Calvin padanya begitu sederhana, tapi entah mengapa itu mampu membuatnya berbunga-bunga seperti terbang di awan.

"Aku tutup dulu, Indira. Ingat pesanan ku."

Buyar, Indira berdehem menetralkan perasaannya, "Iya, Om."

Indira menutup ponselnya dan tersenyum sendiri.

Sepertinya sebentar lagi aku akan mencair. Batinnya.

Tok tok tok

Ketukan di pintunya.

Indira kembali membuka pintu untuk melihat siapa. Indira melihat Gladis yang berdiri di depan pintunya.

"Daddy mana?" Tanya Gladis angkuh.

"Om ada tugas katanya. Jadi dia pulang sedikit telat,"

"Oh. Mommy mengajak mu untuk ke pesta malam ini," ucap Gladis menyampaikan niatnya.

"Tidak. Aku lelah, aku mau beristirahat lebih awal." Tolak Indira tak ingin ikut.

Gladis mencegah lengannya dan membuat wajah lembut, "Ayo dong... Hanya sebentar saja, kok," Gladis berusaha membujuk wanita di depannya. Untuk.

Indira merasa heran dengan perubahan sikap Gladis yang tiba-tiba saja terlihat lebih baik dari biasanya.

Apa lagi yang berada dalam pikirannya?. Batin Indira hanya menebak-nebak

"Tidak, Gladis, aku benar-benar lelah." masih menolak.

Gladis memelas dan masih terus berusaha, "Hanya sebentar kok..."

Menarik nafas dan mengangguk, baiklah.

Mampus kau kali ini, Indira!. Batin Gladis tersenyum jahat.

Terpopuler

Comments

Tarmi Widodo

Tarmi Widodo

si celvin kok dodol ya dh tau istri pertama ya selingkuh kok diem aj jd gregetan aq bca ya

2024-02-23

0

N Wage

N Wage

kalau si galdys bermànis2nsm indira,seharusnya indira waspada.
pasti ada maksudnya dan itu pasti hanya utk menjatuhkan atw utk mempermalukan indira saja.
Mudah2an indira bisa membalikan keadaan.

2024-02-15

1

Delita Nirayana

Delita Nirayana

alya aku kira wanita yg lemah lembut
tapi ternyata 11 12 juga sama zilva
apakah sampai sekarang alya masih single

2024-02-02

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!