Indira mengatupkan giginya saat mendapat tamparan keras dari Zilva saat pintu terbuka.
Plak!
Gadis itu balas menampar Zilva dengan keras membuat Zilva oleng saking kerasnya tamparannya.
"Berani kau!" Pekik Zilva memegang wajah kembali mengayun kan tangan ingin menampar Indira.
Tak!
Indira menahan tangan Zilva, "Kenapa, Tante. Datang kemari dan hanya menciptakan keributan! Apa Tante tidak malu!" Seru Indira. melepas kasar tangan Zilva.
Tak!
Zilva melempar beberapa lembaran foto Indira yang duduk di atas paha Calvin siang tadi. Zilva terlihat penuh amarah.
"Apa kau lihat foto-foto itu, ja***g! masih banyak lelaki di luar sana, kenapa suamiku yang kau goda!" Teriak Zilva.
"Cih! Dasar tidak sadar diri!" Sindir Indira.
"Apa katamu!" Zilva menarik kerah baju Indira, "Dasar perempuan bibit pelakor! Berani sekali kau ingin menggoda suamiku, pe*cr!" Zilva berteriak dan terus mengeluarkan caci dan makian dari bibirnya buat gadis itu.
"Cih! Masih mendingan aku di bandingkan kau yang tidak tahu malu, sudah bersuami tapi kau malah sering membayar brondong untuk memuaskan hasrat mu! Menjijikkan!" Sinis Indira mendorong kasar tangan Zilva dari kerah bajunya.
Ternyata Indira tahu jika Zilva sering membayar brondong untuk memuaskan hasratnya jika suaminya tidak berada di rumah, tak jarang Zilva sering melakukan itu. Yang membuat hubungan Calvin dengan Zilva renggang karena Calvin selalu bersikap cuek pada Zilva.
Zilva masih belum menyadari jika sebenarnya suaminya tahu apa yang dia lakukan di belakang Calvin, hanya saja Calvin malas menarik perhatian publik jika ada masalah di antara dia dengan Zilva.
Akhirnya pria berusia 40 tahun itu memilih diam dan hanya sibuk dengan karirnya saja.
"Jangan bicara sembarangan, kamu anak kecil!" Zilva dengan kebrutalannya langsung mencekik Indira.
Indira menarik rambut Zilva dengan keras sehingga membuat tangan Zilva terlepas dari rambut gadis itu.
Tapi karena Zilva yang terlalu di selimuti emosi, akhirnya tanpa sadar Zilva menarik sesuatu dari tasnya dan langsung melukai wajah Indira.
"Arkh!" Pekik Indira memegang wajahnya yang terkena hirisan pisau lipat yang Zilva gantung bersama kunci mobilnya.
Zilva gemetaran saat melihat wajah Indira yang di banjiri darah segar.
Indira terduduk memegang wajahnya yang di penuhi darah.
"I-itu semua kau dapat kan karena kesalahan mu, sendiri..." Ucap Zilva terbata-bata ketakutan sambil mengedar pandangannya mencari mana tahu ada yang melihatnya sudah melukai Indira.
Tapi saat merasa semua aman-aman saja dan tak ada orang, Zilva langsung berlari ke arah mobilnya.
"Tidak! Aku tidak bersalah, semua yang terjadi itu karena kesalahannya sendiri yang sudah menjadi pelakor dalam rumah tangga ku." Tangan Zilva masih gemetaran berusaha menghidupkan mobilnya, tapi kuncinya malah terjatuh karena kurang fokus.
Zilva kembali mengambil kunci mobilnya dan juga menghidupkan mobil langsung pergi dari pekarangan perumahan Indira masih dengan perasaan takut.
Indira masih memegang wajahnya yang semakin di banjiri darah.
Bruk!
Akhirnya ia jatuh tak sadarkan diri. Alasan Indira pingsan itu karena ia banyak mengeluarkan darah, apa lagi gadis itu belum mengisi perutnya, ia sedang lapar, sebaik saja mendapat panggilan telefon dari anak sahabatnya tadi akhirnya ia berniat ingin datang ke sana tak peduli dengan perutnya yang sudah meminta untuk di isi, apa lagi gadis itu mempunyai penyakit lambung.
,,,
Perlahan kedua bola mata gadis itu mulai terbuka, ia menyentuh wajahnya saat mengingat apa yang terjadi semalam.
"Argh" Indira meringis memegang wajahnya yang sudah di perban.
Ia berusaha mendudukkan diri. Ia melihat Ajudan Wido yang sedang berdiri di ruangan ia di rawat, tentu saja ia mengenali pria itu.
"Anda, baik-baik saja, Nona?" Tanya pria itu tersenyum.
"Apa aku terlihat baik-baik saja, dengan luka ini di wajahku?" Indira balik bertanya dan menarik jarum infus yang berada di punggung tangannya.
"Nona, anda tidak bisa banyak bergerak dulu, anda baru saja sadarkan diri. Kondisi anda belum stabil," ucap Ajudan Wido mengingatkan.
"Ini hanya luka biasa di bandingkan dengan luka hatiku." ucap Indira memaksa kan diri ingin berdiri.
"Kau terlalu keras kepala." Terdengar suara Calvin masuk ke dalam ruangan Indira dengan baju dinas yang melekat di tubuhnya menarik perhatian orang-orang yang berada di rumah sakit.
Indira menoleh ke arah Calvin dengan sorot mata sinis bertambah membenci keluarga itu yang terus menyakitinya dari putri sampai istri pria di depannya.
Indira hanya diam tak berniat menjawab, apa lagi ia melihat di sana ada Ajudan Wido, tentu saja ia harus menjaga sikap tetap menghormati Calvin yang berstatus Jenderal yang di segani.
"Aku sudah merasa lebih baik,Om. Aku mau pulang saja," jawab Indira membuka lemari mencari ponselnya berpikir siapa tahu saja orang yang membawanya ke rumah sakit membawa ponselnya juga.
Calvin memberi isyarat tubuh pada Ajudannya menyuruh Ajudan Wido keluar dari ruangan.
Ajudan Wido patuh dan menunduk hormat sebelum ia keluar.
"Apa yang kau cari?" Tanya Calvin mendekati Indira.
"Ponsel ku," jawab Indira masih berusaha mencari ponselnya.
"Apa ini?" Tanya Calvin membuat Indira menoleh ke belakang dan melihat ponselnya yang di pegang oleh pria itu.
Indira berjalan mendekat dan mengambil ponselnya dari tangan Calvin, "Bagaimana dengan wajahmu?" Tanya Calvin.
"Aku baik-baik saja." Datar Indira ingin keluar dari ruangan itu.
Tapi sebelum ia keluar lengannya di tahan oleh Calvin.
"Kau belum sembuh, lebih baik kau di rawat dulu di rumah sakit," Kata Calvin pada Indira.
Gadis itu menarik kasar lengannya yang di pegang Calvin, "Tidak usah sok baik!" Sinis Indira mengusap air matanya yang mengalir tanpa ia sadari.
Hidup seperti sebatang kara sudah cukup membuatnya sakit dan terluka, ia tak pernah di ingat lagi oleh Tante dan juga pamannya setelah mereka menjual semua harta Ayahnya. Hidup di kelilingi oleh tetangga-tetangga yang sinis dan membencinya juga di anggap sebagai pelakor, hidup dengan tuduhan-tuduhan tanpa henti di sekelilingnya membuat gadis itu seperti manusia tanpa arah yang di benci.
"Kau masih sakit, Indira." Ucap Calvin lagi saat Indira kembali ingin keluar.
"Sudah ku katakan! Tidak usah sok baik atau kasihan padaku! Aku tidak membutuhkan simpati dari siapapun! Juga termasuk, Om sendiri! Jadi berhentilah sok peduli!" Indira keluar dari ruangan tersebut dan langsung berjalan di lorong-lorong rumah sakit tanpa peduli dengan tatapan orang-orang yang melihatnya aneh dengan keadaannya yang pucat.
Tiba di luar rumah sakit, terdengar suara wanita yang menyindirnya, "Sayang? Apa kau lihat si gembel ini berada di sini?"
Mendengar suara tak asing, ia menoleh melihat wanita itu, seketika wajah Indira berubah dengan tatapan penuh rasa dendam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Lily Miu
kok bs tahan ya... aduh.. tp emang ada sih ni di kenyataan
2024-05-30
0
Lily Miu
ya ampun ternyata, pantesan suaminya iya aja mau nikahin indira
2024-05-30
0
Ayu Ayuningtiyas
harusx usia calvin itu 40 th lbh dan mendekati 50 th ,karena anak calvin sdh dewasa dan sdh menikah . Lagiankan calvin juga jabatannya jendral .
2024-02-16
1