Pagi hari Calvin masuk ke dalam kamar Indira lagi untuk mengambil jam tangannya yang tertinggal di dalam sana semalam. Ternyata semalam Calvin juga tidak tidur bersama dengannya, melainkan tidur di kamar Zilva. Tapi Zilva tidak berada di rumah, karena dia menemani menantu kesayangannya di rumah sakit bersama putrinya.
Indira melihat Calvin seperti mencari sesuatu, ia berjalan menghampiri suaminya yang mendiaminya dari semalam.
"Om cari ini?" Tanya Indira memperlihatkannya Calvin jam tangannya.
Calvin tak menjawab, ia langsung saja ingin mengambil jam tangannya dari tangan Indira.
"Sini aku bantu." Kata Indira memakaikan Calvin jam tangan itu.
Calvin hanya diam dan patuh, dia masih setia mendiami istrinya.
"Semalam Om tidur di mana?" Tanya Indira merasa ada yang kurang karena pria itu masih setia mendiaminya.
"Kamar Zilva." Singkat Calvin keluar dari kamar Indira.
Tapi saat pria itu sampai di depan pintu, ia menghentikan langkah, "Jangan masuk bekerja hari ini. Duduk dan diam d rumah!" Titah Calvin kembali melanjut langkah yang tadinya sempat terhenti.
Indira hanya diam tak menjawab tapi tetap saja dia akan menuruti keinginan pria itu, karena dia sendiri takut melihat aura Calvin di saat sedang marah pada Zilva seperti tempo hari.
"Baik yang mulia raja." Gumam Indira menghembus nafas kasar.
,,,
Hari ini Indira sangat bete karena dia tidak di benar kan kemana-mana oleh Calvin. Hari yang sangat melelahkan menurutnya.
Zilva dan Gladis juga masih tak terlihat karena masih berada di rumah sakit.
Indira melihat ke balkon kamar tersenyum senang saat melihat hari sudah mulai gelap. Itu tandanya besok dia bisa bekerja seperti biasa tanpa harus mengurus harinya yang membosankan berada di rumah hanya makan minum dan tiduran bermalas-malasan.
Cklek
Calvin membuka pintu kamar Indira untuk melihat istrinya itu. Calvin baru saja pulang bekerja setelah menunjukkan pukul 9 malam.
"Kau sudah makan?" Tanya Calvin melangkah mendekati Indira yang duduk di sofa.
"Sudah, Om." Jawab Indira di angguki oleh Calvin dan membalik badan ingin keluar dari kamar setelah melihat istrinya baik-baik saja seharian berkurang dalam sangkar megah itu.
"Om." Panggil Indira membuat langkah kaki pria itu terhenti tanpa menoleh ke arahnya.
"Ada apa?" Tanya Calvin.
"Om marah sama aku?" Tanya Indira.
"Aku mau istirahat, Indira. Aku lelah." Terdengar suara Calvin tetap lembut padanya meski sebenarnya pria itu sedang dalam mood tidak baik-baik saja.
"Tapi punggung ku sakit banget Om. Apa Om tidak mau memijat ku meski sebentar?" Alasan Indira. Ternyata Indira tahu jika suaminya sedang marah padanya, hanya saja dia tidak tahu apa penyebab pria itu marah padanya.
Tampak Calvin tak menolak sedikitpun keinginan Indira. Dia melangkah mendekati Indira dan duduk di punggung istrinya sambil mulai memijat lembut punggung gadis itu.
"Om marah sama aku?" Ulang Indira mulai membuka pembicaraan dan menaikkan kedua kakinya di atas sofa sambil merebahkan wajahnya di lututnya menikmati pijatan lembut suaminya yang terasa menyenangkan karena pria itu melakukan dengan sepenuh hati.
"Tidak." Bohong Calvin singkat.
"Apa Om bisa mencintai ku?" Pertanyaan Indira lepas begitu saja dari bibirnya.
Pertanyaan gadis itu menghentikan jari-jemari Calvin yang sedang menari-nari di pundaknya. Terlihat Calvin seperti sedang berpikir sejenak, kemudian kembali melanjutkan pijatannya.
Indira tersenyum miris saat pria itu hanya diam, "Aku terlahir dari keluarga yang sederhana... Saat aku berusia 7 tahun. Aku melihat Ayah adalah seorang yang pekerja keras. Ayah terlihat begitu mencintai ibu dan selalu ada buat ibu kapan pun yang ibu butuhkan, Ayah selalu menjadi suami siaga. Dia adalah Ayah yang sangat mencintai keluarganya... Ayah yang sangat hebat... Setiap kali pulang kerja, aku melihat Ayah begitu lelah, tapi Ayah tetap membantu ibu di dapur mencuci piring dan kain kadang juga masak, padahal pekerjaan Ayah di luar itu lumayan keras dengan berjemur di teriknya matahari karena Ayah adalah seorang penanam sayur."
"Karena kerja keras Ayah, akhirnya Ayah bisa membeli beberapa lahan untuk memperluas lahan Ayah. Kehidupan kami juga mulai berubah dan tergolong dengan kehidupan yang lumayan mampu sampai Ayah bisa memasukkan aku kuliah di universitas elite tempat Gladis putri Om belajar."
"Di sana lah aku bertemu dengan Gladis. Aku masih ingat saat itu aku sedang di bully oleh anak-anak orang kaya lainnya. Saat tidak ada yang ingin menolong ku dan membiarkan aku terus di bully. Gladis dengan senang hati mengulurkan tangan membantuku dan mau berteman dengan ku. Saat itu aku juga tidak percaya karena Gladis seorang primadona di kampus dan juga kabar yang aku dengar Gladis adalah anak dari seorang Jenderal kaya raya."
"Tapi karena Gladis yang menunjukkan keikhlasannya ingin berteman dengan ku, akhirnya aku setuju untuk berteman dengannya. Hari demi hari kami semakin akrab."
"Saat berusia 19 tahun di mana sudah setahun aku kuliah dan menjadi sahabat baik Gladis. Tiba-tiba Galih mengajak ku untuk menikah. Saat itu aku juga baru setahun menjalin hubungan dengan Galih. Aku ingin menolak menikah dengan Galih, tapi dia terus mengajak ku menikah dengan berbagai alasan."
"Akhirnya aku memutuskan untuk menikah. Beberapa bulan kami sudah menikah, akhirnya aku hamil dan aku juga terpaksa berhenti kuliah sampai lah tiba di mana saatnya aku melahirkan dan Galih menceraikan aku di waktu itu juga...." Suara Indira mulai terdengar serak.
Calvin masih setia memijat punggung gadis itu dan mendengar seksama kisah masa lalu yang di ceritakan langsung oleh istrinya.
"S-saat itu aku mengira Galih masih mencintai ku, tapi tanpa di duga, dia sudah lama selingkuh di belakang ku bersama Gladis sahabat baikku sendiri. Di hari dia menceraikan aku, di hari itu juga Ayah ku meninggal. Dua hari berlalu anak ku juga meninggal dan aku terpaksa mengubur jasad anakku di sebuah hutan yang lumayan jauh dari sini karena tak ada satu wargapun yang sudi menghulurkan bantuan untuk ku waktu itu." Suara Indira bergetar hebat tapi dia masih berusaha tersenyum.
Ia menurun kan kakinya ke bawah lantai dan sedikit memposisikan diri agar dia bisa melihat tatapan mata Calvin.
Indira menggeleng, "Bukan, bukan harta yang aku inginkan. Aku sudah terbiasa dengan hidup sederhana. Aku menikah dengan Galih bukan karena dia kaya. Tapi karena aku mengira cintanya untuk ku itu tulus. Aku sudah terbiasa dengan kehidupan sederhana, jadi aku tidak takut lagi untuk hidup apa adanya. Yang aku harapkan itu bukan harta, melainkan cinta seseorang yang tulus untuk ku... Aku hanya ingin di cintai dengan tulus... Aku hanya ingin ada yang bisa menerima kekurangan ku. Hanya itu..."
"Tapi itu adalah hal yang mustahil, karena yang aku lihat tidak ada cinta setulus Ayah mencintai ibu ku. Galih memilih selingkuh dengan Gladis mungkin karena dia sudah bosan dengan ku."
"Dan Tante Zilva mencari kepuasan di luar sana padahal dia sudah memiliki seorang suami yang perkasa dan kaya raya." Kata Indira tersenyum paksa. Tentu saja Indira tahu jika Calvin juga tahu apa yang di kerjakan istrinya di belakangnya.
"Sedangkan Om hanya sibuk dengan pekerjaan sehari-hari Om tanpa peduli dengan pasangan Om sendiri." Tambah Indira menatap mata Calvin.
"Aku melihat dari sudut pandang ku tentang cinta. Di mana cinta itu tidak ada yang bertahan seperti cinta Ayah pada ibuku."
"Dan aku juga tahu, Om tidak akan pernah bisa mencintai ku, karena hati Om di isi dengan wanita dari masa lalu Om."
"Hahahaha" Indira tertawa sumbang tapi terlihat menyedihkan.
"Hal yang mustahil jika aku berharap cinta Om untuk ku. Karena itu tidak akan pernah, lebih baik aku mengincar harta Om saja." Ucap Indira tersenyum miris dan berdiri dari duduknya membalik badan ingin naik ke atas ranjang.
"Kenapa kau berpikir itu mustahil?" Pertanyaan Calvin menghentikkan langkah kaki Indira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Astrid Bakrie S
😭😭😭
2024-05-11
1
Julia Juliawati
nangis aq thor bc bab ini😭😭😭😭
2024-02-22
1
Mom Dee 🥰 IG : devinton_01
bagaimana ini kok duduk dipunggung indira, kan lagi hamil thor 😁
2024-02-12
3