Pria setengah baya itu duduk di ruangan yang dipenuhi dengan banyak buku tebal, juga berkas-berkas dan arsip. Sementara itu, layar monitor juga menyala.
Jane, wajahnya tampak sedikit tegang melihat dengan sopan penuh penghormatan - siap memberikan laporan dengan detail. Sebab laporan ini yang diperlukan oleh atasannya, pria setengah baya itu.
"Saya minta maaf, jika Mr merasa terganggu." Jane, mengucapkan permintaan maafnya sebelum memberikan laporan.
"Tidak apa-apa, Jane. Aku memang sudah menunggu laporanmu, sebab itu akan memperjelas misimu."
"Baik, Mr. Ini berkenaan dengan misi di perusahaan 'Luminex Enterprises'..."
Pria itu mengangguk, memberi isyarat agar Jane melanjutkan kalimatnya yang tidak selesai karena terlihat ragu.
"Saya memperoleh informasi yang cukup penting, terkait kegiatan Luminex Enterprises yang terlibat karena perusahaan melakukan aktivitas ilegal. Ini ada beberapa kegiatan, mulai dari pencucian uang hingga penganan isu lingkungan yang sedang ramai dibicarakan oleh para aktivis. Tapi untuk bukti konkretnya, saya belum mendapatkannya."
"Lalu, Luminex Enterprises sendiri bagaimana?" sahut Pria itu, memberikan pertanyaan pada Jane.
"Mereka sangat tertutup dan ini adalah rahasia perusahaan, Mr. Semua informasi tentunya dijaga dengan ketat. Saya butuh waktu untuk menemukan celah tanpa menarik perhatian orang," terang Jane memberikan alasan.
Pria itu menyimak dengan serius mengenai laporan Jane. Ia matanya menatap Jane, seolah-olah sedang membaca setiap pergerakan bibir bawahnya tersebut.
"Bagaimana dengan rekan-rekan kerjamu di sana? Apakah kamu mendapat kesulitan?" tanyanya kemudian.
Jane tersenyum tipis lalu menarik nafas dalam-dalam. Ia merasa tidak perlu memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, sebab ia bisa mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi.
Semua yang terjadi di kantor, tempatnya melakukan penyelidikan dengan menyamar, memang tidak "sehat" karena ia mendapatkan tekanan dan bullyan.
Beberapa dari mereka, rekan kerjanya, merasa menjadi seorang senior yang harus dipatuhi dan dihormati. Tapi Jane tidak pernah ambil pusing, sebab ia hanya berkonsentrasi dengan misinya.
"Belum ada yang curiga, Mr. Tapi, beberapa dari mereka ada yang memberikan tekanan pada saya," terangnya kemudian.
"Identitas aslimu adalah prioritas utama, Jane. Jadi kau harus tetap waspada, dalam bertindak. Informasikan setiap ada perkembangan dan waspadalah terhadap adanya tanda-tanda ancaman." Pria itu memberikan nasehat.
"Saya akan menjaga rahasia identitas diri daya yang sebenarnya, Mr. Misi ini pasti akan saya selesaikan."
Jane yakin dengan kemampuan dirinya sendiri, sebab ia bukanlah seorang wanita yang lemah. Berbagai latihan dan latihan - baik fisik maupun mental yang dilakukannya, tentu bisa membuatnya lebih kuat apalagi hanya melewati bully-an dari beberapa orang saja.
"Semoga berhasil, Jane. Aku percaya dengan kemampuanmu, jadi aku hanya berpesan agar kau tetap berhati-hati."
Pria itu mengangguk samar, begitu selesai menasehati Jane.
Pembicaraan mereka ini sedikit berbeda karena ada kesan yang lebih tegang dan rasa tanggung jawab masing-masing dalam posisinya, menggarisbawahi pentingnya tantangan dan risiko yang dihadapi Jane dalam menjalankan misi rahasia ini.
"Tapi, bolehkah saya sedikit 'bermain-main' dengan mereka yang sudah mempermainkan saya?" tanya Jane meminta izin.
"Tentu, tapi itu diluar tanggung jawabku. Kau, yang bertanggung jawab penuh atas tindakanmu itu. Jadi, berhati-hatilah!"
"Tentu, Mr. Terima kasih."
***
Ella, Lisna, dan Rico berkumpul di ruang kantor, berbicang dengan suara yang kadang kala rendah tapi penuh tekanan. Hal ini menciptakan suasana tegang dengan tatapan sinis dan cemoohan mereka.
Jane, kali ini, tampak lebih tegar ketika dia berjalan melewati mereka menuju meja kerjanya.
"Oh, lihat, si paling keren datang lagi. Apa yang kamu cari, huh?" tanya Ella dengan nada mengejek.
"Kamu tidak berhak ada di sini, pecundang!" bentak Lisna dengan senyum miring.
Jane berhenti sebentar di depan meja kerjanya, matanya menatap tajam ke arah mereka.
Tadinya, Jane tidak ingin menggubris apapun pernyataan mereka. Tapi ia ingat dengan izin yang diberikan oleh atasannya, membuatnya mendapatkan ide yang brilian untuk melawan mereka.
"Mungkin sekarang saatnya kita berbicara dengan jujur. Saya tidak akan membiarkan perlakuan kalian mengganggu pekerjaan saya," jawab Jane setelah terdiam sejenak.
"Ah, kau bisa bicara besar sekarang, ya? Aku pikir, kau itu bisu. Hahaha ... " Rico, tertawa terbahak-bahak.
"Saya tidak mencari masalah. Tapi saya tidak akan membiarkan perilaku tidak profesional seperti ini menghambat kesuksesan saya di sini." Jane, berkata pelan penuh penegasan.
"Eh, lo pikir, lo bisa mengancam kita-kita?" ejek Ella dengan sinis.
"Ini bukan ancaman. Ini adalah peringatan. Mulai sekarang, saya akan mengambil langkah yang diperlukan, jadi jangan pernah mengganggu saya lagi!" tegas Jane.
Jane masih berusaha untuk memilih kata-kata dengan hati-hati, tidak langsung menunjukkan bahwa ia seberani yang sesungguhnya. Dia hanya memberikan peringatan, agar mereka tidak lagi berbuat seenaknya.
Jika ia terus diam membiarkan pembully-an mereka merusak kenyamanannya atau menahan kesuksesannya dalam menjalankan misi rahasia, ia sendiri yang akan kesulitan.
Jane ingin menunjukkan bahwa meskipun dia tetap menjaga rahasia identitasnya, bukan berarti dia lemah. Namun, sebagai agen rahasia, tujuannya adalah melindungi identitasnya sambil menjalankan misi.
Jane akan memperlihatkan bahwa bully-an tidak membuatnya patah semangat. Dia akan menjaga ketenangan dan tidak menunjukkan reaksi yang mudah diintimidasi di depan para pembully. Apalagi ia telah berhasil mencari informasi yang dikumpulkannya untuk menyusun rencana, yang membuat reputasi para pembully tercoreng. Ini bisa melalui strategi untuk mengekspos kesalahan-kesalahan mereka atau membuka sisi buruk mereka di mata karyawan lain.
Jane tetap mengambil langkah-langkah hati-hati dalam membalas pembully. Tujuannya bukan untuk membalas dendam, tetapi untuk menunjukkan bahwa dia tidak akan menjadi sasaran yang mudah mereka injak-injak seenaknya.
***
Di kafe sepulang kerja, Ella sedang berkumpul bersama Lisna dan Rico. Para pembully itu tengah duduk bersama, membicarakan keluh kesah akan situasi yang semakin tidak nyaman akhir-akhir ini.
"Aku merasa seperti semua orang menghindari kita akhir-akhir ini. Apa yang terjadi?" Ella, bertanya dengan wajah yang terlihat tidak suka.
"Aku juga merasa begitu. Seperti kita dianggap sebagai pihak yang bersalah, padahal kita tidak melakukan apa-apa yang buruk." Lisna, setuju dengan pendapat Ella.
"Ada yang aneh. Aku juga merasa seperti reputasiku tercoreng karena beberapa pekerjaan yang aku tangani tampak tidak sempurna." Rico ikut menyahuti.
"Mungkin kita harus lebih berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang lain," gumam Ella, seakan untuk dirinya sendiri.
Di kafe ini, pembicaraan mereka semakin menunjukkan bahwa mereka mulai merasakan tekanan setelah mereka masing-masing mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan.
"Aku merasa semakin terasingkan, tidak seperti dulu. Atau, semua orang tahu tentang apa yang kita lakukan?" tanya Ella curiga.
Lisna dan Rico menggeleng. Mereka berdua tidak tahu apa yang terjadi pada mereka, yang seakan-akan mendapatkan tekanan tanpa diketahui dari mana penyebab dan arahnya.
Tanpa mereka sadari, apa yang mereka rasakan kali ini adalah dampak dari apa yang mereka lakukan pada Jane. Dan tanpa mereka tahu, Jane telah bergerak untuk melakukan rencananya, memberikan tekanan demi tekanan untuk balas dendam tanpa mereka sadari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Aerik_chan
Keren Jane, lanjutkan
2023-12-01
0
Elisabeth Ratna Susanti
kopi untuk karya keren ini 😍
2023-11-24
1