Spekulasi Agam

"Hust!!" seruku, membuat Maxim terdiam sambil mengernyit tak terima. Aku malah mengikuti gaya ibu yang selalu menegur ayah kalau salah bicara di depanku. "Kalau lu ngomong sembarangan, bisa jadi suudzon, kalau lu gak punya bukti, bisa jadi fitnah. Jadi kalau belum tau kebenarannya, sebaiknya gak usah berprasangka dulu." ujarku, membuat Maxim menghela napas jengah.

"Loh, gue gak asal ngomong dong bulan sabit. Lu liat aja kondisi asrama ini. Emang sih asrama ini terbilang baru, sekitar sembilan tahunan. Tapi sebelumnya gak ada masalah ini kok, baru pas tahun ajaran kita aja ada masalah gini. Dan pembunuhan ini," Ia menarik napas untuk mendengkus. "Kayaknya emang ada hubungannya sama ibu asrama deh."

Aku meliriknya dengan sengit. "Kenapa elu bisa berspekulasi begitu?"

"Karena gue anak bokap gue. Gue tau apapun yang dia lakuin. Setau gue, ibu Nadya ini baru deh megang asrama ini. Sebelumnya punya suaminya. Tapi suaminya meninggal secara tiba-tiba dan katanya misterius. Terus, umur suaminya lumayan tua sih ketimbang dia. Suaminya meninggal sekitar dua tahun lalu, tapi sekarang asrama ini di teruskan oleh Bu Nadya. Dan pas di pegang Bu Nadya ini lah, kejadian ini terjadi. Jadi.. Lu bisa nyimpulin sendiri kalau elu emang pinter." terang Maxim sambil sedikit meremehkan aku.

"Mungkin ini cobaan Bu Nadya kali. Pertama suaminya meninggal, terus pas asrama di pegang dia, terjadi pembunuhan. Makanya dia nyuruh kita tutup mulut, karena dia bilang dia udah susah payah ngebangun asrama ini dari nol lagi, selepas suaminya meninggal. Kan kalau gak ada basic di suatu bidang, ketika nerusin bisa kalang kabut banget."

Max langsung menatap sadis ke arahku. "Positif thinking banget lu anj*Ng!! Jelas-jelas ini janggal banget, dan Bu Nadya itu kayaknya mau nyembunyiin sesuatu dari publik. Bisa-bisanya elu mikir kayak gitu." protesnya dengan penuh emosi, sampai-sampai keningnya tak henti berkerut.

"Gue bakal setuju sama omongan lu, kalau kita bisa nemuin buktinya dulu. Terlepas dia mau kita nutup mulut atau enggak, setidaknya dia udah mau bertanggungjawab sama proses penyembuhan elu, tadi dia juga panik pas ada yang mati. Jadi, tuduhan gue ke dia masih lima puluh banding lima puluh." ujarku santai, tapi tidak dengan Maxim.

Ia seolah tak terima dan kepalanya seperti mendidih menahan marah. Wajahnya begitu merah dan urat kepalanya sampai keluar. "Terserah elu! Suatu saat lu bakalan percaya sama omongan gue. Sekarang, keluar lu dari kamar gue!!" bentaknya, membuatku terkesiap.

Aku diam sesaat sebelum menyahut. "Ini kamar gue beg*!"

Kini gilirannya yang terkesiap. "Ka.. kalau gitu.. Tinggalin gue sendiri dulu. Gue mau sendirian." pintanya dengan wajah canggung, mungkin karena malu.

"Yaudah." sahutku sambil berjalan meninggalkannya di kamarku. Aku beralih ke kamarnya dan duduk di kursi dekat tv.

Ketika tubuhku baru saja mendarat di kursi, aku terkesiap karena baru menyadari suatu hal. Kenapa aku tak membahas perihal kartu pada Maxim?? Tapi sepertinya Max bukan orang yang mudah berdiskusi dan menerima argumentasi orang lain. Jadi, lebih baik kalau ku pikirkan sendiri.

Pertama hal janggal menurutku, adalah kehadiran nenek di depan gerbang. Sepertinya nenek itu adalah kunci dari peristiwa yang terjadi. Karena beliau adalah orang yang telah memberikan kami semua kartu.

Semua orang yang terbunuh itu masing-masing memiliki kartu, dan sepertinya pihak kepolisian tidak bisa melihat kartu tersebut sebagaimana Kun pun tak bisa melihatnya.

Ku tarik kesimpulan, bisa jadi orang-orang yang tak bisa melihat kartu adalah karena mereka tak memiliki kartu dari nenek. Jadi, hanya orang yang memiliki kartu saja yang bisa melihat kartu milik orang lain.

Aku mengeluarkan kartu dari nenek dan menatapnya dengan seksama. Kartu dengan kertas tebal yang lusuh dan sedikit kotor. Tulisan yang muncul di permukaannya seperti bekas terbakar, karena memang sempat mengeluarkan asap waktu itu. Dan tulisan yang muncul di kartu milikku adalah...

Human of....

Kalau dari perkataan lelaki yang menikam Maxim, dia bilang dia harus membunuh, dan dia di suruh. Kartunya adalah killer, sementara milik Max sama dengan punyaku. Human?? Artinya, kemungkinan besar aku pun bisa menjadi target dari para killer.

Yang jadi pertanyaannya, berapa banyak orang yang memegang kartu?? Dan siapa saja yang memilikinya?? Dan kenapa kami harus memiliki benda tersebut??

Ini seperti sebuah permainan. Yang mendapatkan kartu killer, di berikan misi untuk memburu dan membunuh kami para human. Jadi, tugas para human apa?? Berlindung kah?? Atau harus melawan??

Para killer juga bilang, kalau mereka tidak membunuh, maka mereka yang akan mati. Jadi tidak ada cara lain selain membunuh. Dan kalau seandainya killer mampu membunuh human, maka mereka aman dan human mati. Sama seperti kasus pembunuhan pertama.

Kalau di kasus Maxim, killernya gagal dan human selamat. Jadi, killernya di bunuh oleh seseorang.

Pertanyaan ku lagi, siapa yang membunuh killer itu?? Dia mati dengan sendirinya di kamar usai kami temui. Dan waktu itu pun, killer yang berhasil membunuh human ikut mati usai melompati gerbang asrama. Padahal dia sudah berhasil dengan misinya, yakni membunuh. Apa jangan-jangan, karena dia ketahuan? Makanya dia juga mati.

Dua killer mati dengan kematian tak wajar. Dan dua-duanya sempat berinteraksi denganku. Kematiannya aneh. Dan siapa yang berhak membunuh para killer??

Ku rasa, mereka tak di bunuh manusia. Melainkan oleh sesuatu yang lain. Apakah yang di maksud oleh bapak-bapak pekerja bangunan mengenai nenek itu... Adalah hal ini??

Bukankah mereka bilang kalau nenek itu adalah makhluk yang tak boleh di bicarakan?? Dan tak boleh bertemu dengannya??

Lantas, siapa nenek itu sebenarnya?? Apakah jangan-jangan, ini berhubungan dengan ibu asrama?? Dan apakah dugaan dari Maxim...

Adalah benar??

Aku, harus mengusut peristiwa ini. Tapi, di mulai dari mana terlebih dahulu???

Aku terdiam sambil berpikir keras. Tiba-tiba saja, dalam benakku terlintas seorang gadis yang waktu itu bertemu dengan kami di kamar Maxim, sesaat sebelum kejadian ini terjadi.

Bukankah perkataannya menjadi benar?? Dan saat mengatakan hal tersebut, gadis itu mimisan. Dan hal ini juga terjadi pada lelaki yang menikam Maxim. Usai membicarakan mengenai kartu, ia pun mimisan juga.

Apakah jangan-jangan, si pemegang kartu.. Tak boleh membahas mengenai kepemilikan kartu?? Kalau mereka melakukannya, maka mereka... Akan mati??

Aku tersentak seketika. Jangan-jangan, gadis yang bernama Dara itu sekarang....

Sudah mati juga???

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

dara gak bakal mati

2024-06-02

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

gak nyadar...kamu yang numpang max

2024-06-02

0

Ali B.U

Ali B.U

next

2024-03-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!