Jenius Kecil

"Waaaaa!! Dia kabur!! Dia kabur!!" pekik seorang ibu-ibu kantin, membuat buyar seketika lamunanku.

Aku malah melongo, ketika melihat polisi yang memiting tangan si pelaku kini kesakitan sambil memegang benda pusakanya dengan wajah yang merah padam. Ia sampai membungkuk, dan membiarkan pelaku itu berlari di tengah kerumunan.

"Ke.. Kejar!! Ta.. Tangkap dia!!" seru si polisi yang kesakitan.

Mendengar perintahnya, para polisi yang berada di meja prasmanan langsung membidik pelaku dengan senjata api, tanpa berniat mengejar sama sekali.

"Jangan menggunakan senjata di keramaian, mereka semua masih di bawah umur!! pekik polisi yang sedang memeriksa keadaan si polisi yang kesakitan itu.

Tanpa pikir panjang, aku langsung menerjang, berlari di antara kerumunan yang berjongkok sambil memegang kepala. Aku melewati mereka, bahkan sampai melangkahi beberapa di antara mereka, saat melihat si pelaku telah melewati batas pintu kantin.

Ia menabrak sembarang, bahkan tubuhnya sempat terpental kala tak sengaja mengenai dinding di bagian pundaknya. Ia hampir oleng, tapi ketika melihatku berusaha mengejar, ia kembali memperkuat kakinya dan kembali berlari dengan sigap.

"Hei hei!! Agam!! Kenapa kamu mengejarnya?! Ini kan waktunya makan pagi! Rugi tau kalau melewatkannya, apalagi ini gratis!" pekik Adam dari belakangku. Dasar, di saat seperti ini dia masih sempat-sempatnya memperhitungkan makanan.

Aku abai saja, mengejar pelaku dengan kakiku yang panjang. Ketika aku melewati ambang pintu kantin, tiba-tiba saja seseorang tanpa di duga bergelantungan di ventilasi bagian atas pintu kantin, lalu mengayunkan tubuhnya dengan cepat hingga melompat mendahului ku.

Ia mendarat dengan gaya, tak lupa sambil memiringkan senyum ke arahku. Kini bukan cuma aku saja yang mengejar, tapi Adam dan seseorang lagi... Maxim??

"Cih!! Lari lambat kayak gitu, lu pikir kita lagi ngejar ayam? Ayam pun gak dapat kalau cara lari elu kayak banci gitu!!" ocehnya di depanku, sambil menoleh ke belakang dan menatap ku dengan ekspresi remeh.

Awalnya aku ingin marah, tapi mataku terbelalak, ketika melihat sebuah vas pohon pinus yang di letakkan bersusun di sisi jalan setapak, tepatnya di hadapan Maxim.

"Kalau mau lari, liat calon atlit yang tingginya sampai 181 cm kayak g-"

Braaaak!!

Ocehan Maxim terhenti ketika kepalanya menghantam salah satu pohon pinus di depannya. Aku heran, kenapa dia berlari kencang sambil mengoceh dan menoleh ke belakang begitu?"

"Hahaha, awas Max!! Nanti menabrak pinus." ledek Adam sambil tertawa keras. Dia kenal Maxim??

Maxim menyentuh kepalanya sambil terduduk di conblok. "Bocil si*lan!! Gue udah nabrak baru lu kasih tau!" kecamnya. Sepertinya mereka memang saling kenal.

Aku menoleh polisi yang sudah mulai mengejar di belakang, dan tentunya aku juga masih berlari melewati gedung utama. Tak tau mau pergi kemana orang ini, tapi sepertinya dia berniat kabur dari asrama dan keluar dari sini.

Napasku berderu, larinya cepat sekali. Orang yang sudah pernah membunuh tentu tak boleh di lepaskan begitu saja, karena mungkin ia akan mengulangi perbuatannya lagi lain waktu.

Aku tersentak ketika melihatnya memanjat pagar asrama yang terkunci. Ternyata dia memang benar-benar mau kabur dari asrama ini.

"Woi! Berhenti!!" pekik ku sambil menatapnya.

"Aduh, lelah sekali main kejar-kejaran seperti ini. Sepertinya saya harus mulai berolahraga jari kaki." keluh Adam di belakangku.

Pelaku itu menoleh ke arahku. Wajahnya memucat tapi merah padam. Sepertinya ia kelelahan berlari, terlihat dari pundaknya yang naik turun. Tapi hebatnya, ia masih bisa memanjat pagar tinggi, seolah tenaganya tak habis-habis.

Aku mengatur napas sebentar, naik beberapa tingkat pagar dan berusaha menarik kakinya. Tubuhku yang tinggi dengan mudah mencapainya, tapi hal tak terduga terjadi. Ia menendang wajahku hingga membuatku jatuh terperosok beberapa langkah kaki. Aku meringis saat pasir mengenai wajahku, tapi aku masih sempat melihatnya hampir mendarat bebas di luar asrama. Sebelum menapak, ia sempat mengatakan...

"Jangan salahin gue, gue cuma di suruh.. Gue cuma disuruh!!" ujarnya dengan mata yang memerah dan berkaca-kaca.

Draaap!!

Kedua kakinya berhasil menapak, dan seketika... Kedua kaki itu lunglai, membuat tubuhnya oleng dan jatuh terkapar.

Aku mengernyit, karena tak seharusnya itu terjadi. Dia menapak sempurna, dan tak semestinya cedera atau membuatnya terjatuh.

Linangan darah keluar di bagian kepalanya yang terbaring. Ia menggelepar, seperti kejang-kejang. Tangannya tak bisa diam, dan salah satunya terlihat seperti menggenggam sesuatu. Ketika ku amati dengan seksama, ternyata yang ada di tangannya itu adalah...

Deg!!

Sebuah kartu???

Aku terbelalak dan mematung di tempat. Tubuhku yang berada di atas pagar seketika di tarik oleh Adam ketika melihat pelaku sudah tak bergerak.

Para polisi berdatangan bersama dengan satpam penjaga gerbang. Satpam tersebut membuka gerbang, dan membiarkan pihak polisi meringkus pelaku yang sudah terkapar.

"Hei adik-adik, kalian jangan ganggu disini. Kembali ke rutinitas kalian tadi. Terimakasih sudah membantu mengejar." ucap salah satu polisi pada kami berdua.

"Loh, udah di tembak toh?" tanya Max polos, saat baru datang menyusul kami dan melihat keadaan pelaku.

"Makanya! Sudah saya bilang sebaiknya kita makan, kamu malah adu lari. Maxim juga, malah akrobatik." protesnya sambil menyeretku.

Aku menurut, tapi menoleh ke arah pelaku. Para polisi memeriksa keadaannya dengan seksama, sebenarnya.. Apa yang telah terjadi disini???

.........

"Ini enaaaaak!! Nasi uduk ya namanya? Kalau di Belanda, beras itu mahal sekali. Disini makanan utamanya memang nasi kan?? Kalau tanam beras disini, lalu di jual ke Belanda.. Bisa dapat untung banyak ini." ucap Adam sambil mengunyah makanan.

Aku hanya diam. Memikirkan mengenai kartu yang dimiliki lelaki tadi. Sebenarnya dia tak terjatuh, dia juga tak salah pendaratan. Aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri. Jadi, apakah ini semua karena kepemilikan kartu??

Gadis yang meninggal di depan lift pun memegang kartu, lalu lelaki tadi juga memegang kartu. Apa mungkin, kartu itu adalah kutukan? Dan yang mendapatkan, tinggal menunggu giliran saja untuk mati. Meskipun lelaki tadi tidak mati sih. Aku juga mendapat kartu dari sang nenek, mungkinkah ini adalah kutukan dari nenek? Tapi kenapa nenek melakukannya??

"Hei!!" sentak Adam, membuatku menoleh karena terkejut, tapi aku berusaha bersikap wajar dan menatapnya dengan datar. "Kamu melamun kah? Memikirkan apa? Perihal tadi? Sudahlah, lagipula kenapa kamu repot-repot mengejar, tidak dapat untung juga." balasnya cuek.

Aku mendengkus mendengarnya, "Dasar Kun!" ujarku, membuatnya menoleh dengan kernyit.

"Kun? Apa itu?" tanyanya dengan raut bingung.

"Nama elu!"

"Nama saya Adam. Kan kita sudah kenalan tadi di kantin."

Aku melirik sebal. Padahal kenalan di depan kamarnya, bisa-bisanya ia melupakan itu. Sepertinya ia menganggap pertemanan dan perkenalan itu tidak penting-penting amat, jadi tak diingat olehnya.

"Sekarang gue manggil elu Kun. Karena elu itu orang yang perhitungan banget, gak mau rugi, dan segala hal lu itung-itungin dapet untung atau enggak." jelasku.

"Kok Kun?" protesnya.

"Asal katanya dari count! "

Kun langsung membulatkan matanya karena merasa tertarik. "Oh, begitu? Bagus juga. Boleh boleh." Ia malah menyetujui, padahal aku sedang meledeknya. "Tapi, kamu memang sedang memikirkan orang tadi ya?? Si pembunuh itu?" Aku hanya diam dan menatapnya, membiarkan ia sendiri yang berbicara. "Sepertinya saya sudah tau, dengan apa pembunuh itu membunuh. Ada genangan air disana, kan? Waktu itu kamu juga lihat mayatnya, apa tubuh gadis itu.. lebam-lebam?"

Aku menatapnya dengan sengit. Dia kan tak melihat jasadnya, darimana ia mengetahui hal tersebut??

"Kalau iya, berarti memang benar."

Aku masih diam. Apa dia memiliki pemikiran yang sama denganku?? Melihat para kepolisian memeriksa salah satu kulkas di dapur kantin, mungkin saja awalnya si pembunuh itu ingin mencari benda tajam atau sejenisnya, yang mungkin bisa di dapatkan di dapur, karena di kamar kami tak di sediakan benda tersebut.

Karena tak menemukannya, dia berpikir menggunakan cara lain untuk membunuh. Ku anggap dengan bongkahan es yang keras. Kalau tubuh di pukuli benda itu, otot dan urat yang mengenainya akan langsung kebas, kemudian kalau efek dinginnya menghilang, tubuh yang terkena akan langsung membiru karena darah seketika membeku.

Dia juga berpikir untuk mengelabui, bahwa jasad sudah meninggal lama karena tubuhnya membiru. Ia juga meninggalkan bekas es batu di sana hingga mencair. Tapi yang jadi pertanyaan ku, bagaimana cara ia membawa es batu yang dingin dari kantin sampai ke lantai empat?? Apa menggunakan alat tertentu?

"Hei, kamu tau. Saya hidup di musim salju, dan kalau bermain salju di luar, saya selalu mengenakan sarung tangan salju. Supaya, tidak kedinginan kala menyentuh es batu."

Aku terbelalak mendengar ucapannya. Mataku melirik kepolisian yang masih bertugas memeriksa kantin yang sudah di batasi dengan garis polisi.

Mataku seketika menangkap para polisi yang sedang memegang sarung tangan, yang terdapat noda darah di atasnya.

Aku mematung, lalu dengan perlahan menatap ke arah Kun yang menahan pandangannya padaku. "Dia pembunuh baru, masih labil dan ketakutan. Memikirkan taktik pembunuhan murahan yang mudah di ketahui dan juga ceroboh. Jadi, apa yang saya katakan.. Adalah apa yang sekarang kamu pikirkan? Benar, bukan?"

Aku menelan ludah mendengarnya. Orang ini... Cerdas dan, menakutkan. Bagaimana bisa dia tau, apa.. yang sedang aku pikirkan? Kalau hanya analisis, berarti.. Anak ini bisa di kategorikan jenius. Karena tak mungkin, dia bisa membaca pikiran dan isi hati.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Ifa Sanusi

Ifa Sanusi

Kun sama adam sama sama jeniuss

2024-06-04

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

lanjut

2024-05-31

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

🤣🤣🤣banyak gaya

2024-05-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!