DRAMA (K.U.N Special Edition)
"Huaaaaaa!!" pekik seorang gadis ketika memasuki gerbang asrama sekolah yang ingin ku masuki.
Aku yang baru saja keluar dari angkutan umum melirik detil, memastikan apa yang telah terjadi atas teriakan nyaring yang ia lakukan tadi.
Dari luar gerbang, aku bisa mengamati. Asrama ini berada di depan jalan raya dengan pagar pembatas setengah semen dan atasnya jeruji besi. Di bagian dalam dekat pagar, di tanami pohon-pohon Mahoni berukuran sedang dan tidak terlalu rimbun.
Aku hampir mendekati pintu pagar dari besi yang catnya masih baru dan mengkilap, warna hitam. Di dalam sana, seorang gadis yang berteriak tadi menatap ke satu sisi dengan tatapan jijik.
"Ngagetin aja tau!! Ngapain sih berdiri di situ!! Dan lagi, apa sih yang nenek kasih!! Aku gak mau!!" bentaknya sambil melempari sesuatu.
Aku mengernyit ketika ia mengucap satu kata "Nenek?" gumamku sambil berjalan cepat. Kenapa gadis itu membentak nenek-nenek??
Gadis itu langsung mendengkus sembari meludah dan berjalan menjauhi seseorang yang ia sebut Nenek. Ketika aku telah melewati pagar dan masuk ke dalam, aku lantas menoleh dan terkesiap kala melihat sebuah penampakan tak biasa.
Deg!!
Seorang nenek dengan rambut yang dominan berwarna putih mengkilap dan acak-acakan menatapku yang ketahuan terkejut. Tubuh nenek ini bungkuk, membuatnya terlihat pendek dan sedikit aneh. Wajahnya dipenuhi keriput dan kantung matanya sangat besar, di tambah flek-flek hitam di wajah serta di bawah matanya. Bibirnya kering dan pipinya kempot. Ia memakai kemben hitam lusuh dengan kain batik cual yang ia jadikan rok. Ia tak memakai alas kaki dan tangannya memegang sebuah sapu lidi tua. Aroma dari tubuh nenek ini sedikit tidak sedap, seperti bau apek, keringat dan juga sedikit tengik serta amis.
Ia melotot menatapku, kedua alisnya terangkat tinggi dan bola matanya hampir menyembul keluar. Urat-urat matanya memerah dan ia merapatkan mulutnya dengan sangat.
Sebenarnya aku terkejut, sama seperti gadis tadi. Bedanya aku tak berteriak dan lebih memilih menahannya. Aku bahkan menahan napas, tak sampai hati untuk menutup hidung di depannya. Aku menarik napas yang sempat tertahan sebelum berucap.
"Ah! Assalamualaikum, nek. Selamat pagi." sapaku sambil tersenyum, berusaha menghilangkan rasa kaget yang tadi ku rasakan. Jujur saja, tubuhku terasa tak nyaman ketika di tatap olehnya.
"Kamu gak kaget liat nenek?" tanyanya dengan suara gemetaran, khas suara orang tua pada umumnya.
Aku menunduk sesaat, lalu kembali menatap nenek. "Maaf, nek. Tadi.. Sempat kaget sedikit." jawabku jujur.
"Kamu gak jijik liat nenek?" tanyanya lagi, tak lupa dengan pandangan awas dan mata yang terus membesar, ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya dengan aneh seraya menatapku.
Aku mengernyit mendengarnya. Kenapa juga aku harus merasa jijik, toh kami sama-sama manusia. Mungkin kalau tua nanti pun aku juga akan sama seperti nenek. Meskipun, nenek memang sedikit aneh dan menyeramkan.
"Enggak." sahutku mantap.
"Semua orang berteriak dan menatap jijik ke arah nenek, kamu pun sebenarnya begitu kan?" ucapnya, seolah mencurigai. Mendesak ku sambil terus menggelengkan kepalanya.
Aku hanya tersenyum sambil menundukkan tubuhku yang tinggi agar berada di bawah nenek. Ku ambil tangan keriputnya yang sedang memegang sapu, lalu ku salami dengan mencium punggung tangannya. "Ibuku mengajari untuk selalu bersikap baik pada siapapun, apalagi pada orang yang lebih tua. Untuk apa aku jijik, toh.. Nanti juga aku akan tua. Itu pun kalau panjang umur dan Allah mengizinkan." sahutku.
Wajah nenek yang awalnya sangar ini mendadak berubah. Sorot matanya yang lumayan tajam dan penuh curiga berganti menjadi lebih lembut. Ia menatapku sambil tersenyum, lalu mengeluarkan sesuatu dari balik kain batik cualnya, tak lupa masih sambil menggelengkan kepala. "Ini ada permen untukmu, makanlah." beliau membuka kepalan tangannya dan memberikan aku beberapa buah permen berbungkus merah gelap dengan tulisan Jamin.
Sebenarnya aku kurang suka makan makanan manis, apalagi permen. Tapi, aku harus menghargai pemberian nenek padaku. Aku langsung membuka dan memakannya usai membaca bismillah. Ketika permen tersebut menyentuh lidahku, seketika aku tersedak karena merasakan pedas dan dingin bersamaan di dalam mulut, kerongkongan sampai saluran hidungku. Aku menutup mulut menahan batuk, permen ini pedas, manis dan pahit sekaligus.
"Ohok!!" pada akhirnya aku tak bisa menahan. Mataku sampai memerah dan berair karena menahannya. Aku terbatuk hingga membuat nenek ini tertawa.
"Hahaha.. Kamu baru pertama makan permen ini ya? Ini memang sedikit pedas, jangan menahan batuk, matamu sampai memerah." ujarnya sambil menggelengkan kepala. Aku tersenyum sambil beranjak usai menunduk tadi.
Sungguh, rasa permen ini buruk. Tapi, setidaknya dia tidak manis. Ada campuran rasa lain yang membuatku menerimanya dengan mudah.
"Oh ya, nenek ingin memberikan mu sesuatu lagi. Tunggu sebentar." ucapnya sambil mengeluarkan sebuah benda lagi dari balik kain batik cualnya. "Ini.." Aku mengernyit, ketika melihat sebuah kartu lusuh yang di berikan Nenek kepadaku.
Sambil mengulum permen yang sudah mulai bersahabat dengan lidahku, aku mengambilnya. Ingin rasanya aku membolak-balik kartu ini, tapi takut nenek jadi tersinggung kalau aku melakukan di depannya. "Terimakasih, nek." ujarku tanpa tau benda apa itu, dan langsung memasukkannya ke saku celana.
Nenek ini kembali tersenyum dan menatapku. "Masuklah ke dalam. Semoga kamu senang berada di dalam sana dan simpan baik-baik benda itu. Semoga kamu selalu di lindungi dari hal-hal buruk, karena kamu adalah anak yang baik." ucapnya.
Aku menganggukkan kepala. "Baik, nek. Aku akan menyimpan ini, dan terimakasih doanya. Assalamualaikum." sahutku seraya berbalik.
Sebenarnya, ada rasa penasaran dan aneh yang berputar di dalam benakku usai mendengar perkataan Nenek barusan. Entah kenapa, aku seperti tidak merasa nyaman memasuki tempat ini. Dan lagi, kertas berbentuk kartu ini berisi apa?? Kenapa nenek memberikannya kepadaku?? Apakah tadi ia juga memberikan gadis ini benda yang sama?? Lalu di tolak? Tapi, untuk apa nenek melakukannya?? Apakah ini, sebuah jimat?? Kalau iya, ini syirik dan harus di buang. Tapi kalau di buang, tentu nenek akan merasa tersinggung.
"Anak tampan," sapa nenek lagi hingga membuatku terkesiap. Aku terkejut dan seketika pikiranku buyar. Aku berbalik menatapnya. "Namamu siapa?" tanyanya.
"Agam.. Agam Suganda." jawabku. Ia hanya mematung dan mengangguk, lalu diam seolah tak mau mengucapkan apapun.
Merasa tak ada hal yang ingin ia katakan, aku mengangguk sekali sebagai salam, lalu kembali berbalik memunggunginya.
Aku berjalan beberapa langkah melewati rumput-rumput kecil yang ku injak, memasuki tanaman jagung yang di tanam di depan pekarangan asrama.
Merasa sudah terlalu jauh dari nenek, aku perlahan-lahan membuka sebuah kartu yang ku masukan ke saku celana. Ku amati kartu tersebut sambil berjalan pelan.
"Kosong?" gumamku sambil mengernyit bingung. Aku memeriksanya berulang sambil terus membolak-balikkan kartu tersebut, dan tetap saja kosong. Apa ini?? Kertas apa ini sebenarnya??
Sambil menatapnya dalam diam, tiba-tiba saja kertas kosong ini mulai berasap. Aku tersentak sambil meniupnya, karena mulai tercium bau gosong. Ketika aku melakukannya, tiba-tiba saja sebuah tulisan muncul seperti bekas terbakar.
Aku mengernyit dalam dan melihat bacaan yang tertulis adalah... "Human of?? Apa nih?" gumamku heran. Di bawah tulisan ini seperti ada space yang panjang, tapi tak ada tulisan lain meskipun aku kembali meniup kertasnya.
Ajaib!! Kertas ini bisa memunculkan tulisan yang entah dari mana. Atau sebenarnya ada proses biologis atau kimia yang terjadi? Tapi pertanyaannya, kenapa nenek memberikannya padaku?
Aku langsung berbalik, hendak melihat nenek yang berdiri di depan gerbang tadi. Ketika aku melakukannya, aku terkesiap lalu mengerjap cepat. Aku melirik sekeliling untuk memastikan.
Nenek tadi... Sudah lenyap, bak di telan bumi. Padahal halaman dekat pagar asrama ini luas, dan hanya di tumbuhi pohon mahoni yang jarang. Jadi, tentu butuh waktu baginya untuk beralih, dan kalau dia pergi, harusnya masih kelihatan.
Lalu, bagaimana nenek itu bisa pergi, tanpa terlihat jejaknya lagi??? Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa nenek itu sebenarnya?
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Ifa Sanusi
aku terlambatt baru baca hehehe padahal ini yg paling aku tunggu udah terlanjur tatuh cintrong sama karakter Agam Suganda
2024-06-04
0
Zuhril Witanto
baru tau ada cerita Agam lagi...gak ada notif
2024-05-27
0
Laila Zayn
semenjak selesai membaca KUN. saya tak pernah mampir di karya mu, thor. MAAF 😘 tapi pas cari² novel genre horror, lewat nih novel.... ☺ mampir yaaa...... 😉😘
2024-04-18
0