Peringatan

Usai mendengar perkataan tersebut, Kun langsung meludah ke arahku. Aku mematung, mengernyit dan menatapnya dengan sinis. Menyadari tatapanku, ia langsung menyengir.

"Gue gampar ya lu!!" protesku ketika ludahnya hampir mengenai ku.

"Idih, galak sekali! Tadinya kan katanya harus meludah?"

"Tapi gak ke gue juga kali!!" balasku.

Bapak-bapak ini langsung mendengkus senyum menatap kami. "Hahah, udah jangan berantem. Mending kita bahas yang lain aja. Mie instan masakan kalian ini enak, kayak yang ada di rumah makan. Terimakasih ya udah berbagi.." ujar mereka.

Kun mengangguk semangat, "Lain kali saya belikan makanan ayam."

Aku terkejut dan menoleh. "Pelet?" tanyaku heran.

"Bukan bod*h! Makanan ayam.. Misalnya ayam goreng, ayam rika rika, dan naga." ucapnya sambil menyumpal mulutnya dengan mie yang panjang.

Aku mendengkus tawa. "Ayam rika-rika? Lu kira bahasa inggris, rica-rica jadi rika-rika. Lagian kalau makanan ayam itu, kalau gak dedeg ya pelet."

"Oh, salah kah?" Sahutnya polos.

Selepas makan bersama, aku dan Kun kembali ke kamar sambil membawa panci kosong yang di letakkan Kun di atas kepalanya.

"Rasanya menyenangkan sekali ya bisa berbagi seperti tadi. Saya baru pertama kali melakukannya, kamu ini sepertinya anak baik dan peduli pada sesama. Kita harus jadi teman sekarang!!"

"Gue gaplok lu ya!! Kita udah jadi temen dari pagi tadi!! Kalau lu ngomongin itu lagi,"

"Apa? Kamu ingin menjewer telinga saya seperti yang di lakukan Ayuk?" terkanya menantang. Sebenarnya aku tak berniat melakukan itu sih, tapi karena sudah mendapat tawaran, aku jadi tertarik.

"Ya gue tarik juga telinga elu...." ucapku sambil melakukannya.

"Gyaaaaaah!! Tulung!! Ada penganiayaan!!" Pekiknya, membuatku tertawa sambil melepaskan tanganku dari telinganya.

Kami keluar dari lift, karena akses ini sudah bisa di pakai. Polisi sudah mengumpulkan barang bukti dan mendapatkan tersangka. Dan TKP sudah di bersihkan oleh OB.

Ketika hendak berjalan ke kamar melalui koridor, dari kejauhan aku melihat dua orang sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Letak kamarnya berhadapan dengan kamarku, dan dari perawakannya, sepertinya aku tau dia.

Lelaki berwajah bule dengan rambut belah tengah yang poninya terjuntai di kedua sisi dahinya. Ia menatapku dengan sinis, sementara temannya berwajah lebih bersahabat, matanya sedikit sipit dan kulit mereka berdua sawo matang.

Temannya yang bernama Ciko ini menatapku tak berkedip. Ia sampai melongo dan mulutnya menganga. Ketika kami berada dekat dengannya. "Gila!! Ganteng banget dari deket!! Mukanya lembut, pantes aja di panggil cewek-cewek pangeran bulan sabit!" gumam Ciko, membuat Max tampak tak senang.

Pangeran bulan sabit? Apaan tuh?

"Huh! Wajar aja di panggil bulan, mukanya kayak banci!" gerutunya sambil menatapku sengit, "Lagian elu, Cik! Laki-laki kok bilang laki lain ganteng, jangan-jangan lu maho lagi!!" kecamnya juga sambil bergidik dan menatap Ciko.

Sebenarnya dia ada masalah apa sih denganku? Kelihatan benci sekali, padahal belum saling mengenal satu sama lain. Dan ku rasa, aku tak melakukan apapun padanya. Kecuali menangkap tangannya saat hampir menyentuh mayat waktu itu.

Ciko langsung terkesiap. "Sekate-kate lu Max, lu lupa ya, kenapa waktu di SMP elu mau temenan ama gue? Karena gue orang pertama yang bilang lu ganteng di depan gerbang pas kita barengan dateng, kan? Waktu itu, lu gak bilang gue maho." ujar Ciko, membuatku menyungging senyum. Ternyata dia suka di sanjung.

"Oi!! Bulan sabit, apa maksud senyuman elu itu? Hah?! Ngeledek?!!" bentaknya sambil memajukan langkahnya sekali ke hadapanku.

Aku tak bergeming, hanya menatap santai ke arahnya tanpa rasa takut. "Emangnya kalau depan elu, gak boleh senyum?" balasku cuek.

"Mungkin dia suka di ludah seperti tadi?" ucap Kun sambil menatapku.

"Kalau itu mah, elu yang jorok!" balasku.

"Udah deh, pergi pergi! Sepet mata gue liat dua cowok yang kulitnya kayak banci!!" ujar Max sambil mengibaskan tangannya dengan gaya jijik.

"Ini namanya anugerah, kalau kulitmu itu.. Namanya Anu gerah!" Aku terkikik mendengar perkataan Kun, lucu juga anak ini. Ciko ikut tertawa, tapi tawanya langsung hilang saat Max menatapnya dengan sadis.

"Hahaha, kan lucu Max." sahut Ciko pelan.

"Lagipula ada kamar, kenapa kalian nongkrong di depan sini? Jangan-jangan mau maling." timpal Kun lagi, bukannya dia pun pernah melakukan hal yang sama? Jangan-jangan dia maling juga??

"Gue orang kaya, buat apa maling?" ujar Max dengan wajah sombong.

"Siapa tau hobi baru." timpal Kun lagi, Ya Allah.. inginnya aku tertawa, tapi nanti Max tersinggung.

"Lari gak kalian berdua?! Sebelum kesabaran gue habis!!" ancamnya sambil menunjuk ke arah koridor.

"Kayak punya kesabaran saja." balas Kun lagi, dasar.. Ternyata mereka berdua malah saling menimpali.

"Udah udah, kalian ini berantem mulu'. Bisa panes dalem gue liatnya! Max ngilangin kunci kamarnya. Jadi nunggu disini cuma buat mikir, dimana dia narohn- uppp!!" Max langsung membekap mulut Ciko agar tak bicara.

"Gue kan bilang jangan ngomong ke orang lain!!" geram Max dengan bisikan sadis di telinga Ciko, tak lupa sambil melirikku, mungkin takut aku dengar.

"Sorry sorry Max, gue kan mikirnya Adam masih sodaraan sama elu. Jadi dia bukan orang lain." Ciko beralasan dan itu terdengar polos, haha.

"Wahahaha! Dasar bod*h. Lihat Max, kunci saja kabur darimu saking tak tahannya bersamamu." ledek Kun sambil tertawa geli.

"Halah, elu juga! Kayak punya temen aja, temen pun kabur semua dari elu!!" balas Max, tak mau kalah.

Kun menjulurkan lidahnya. "Weeek!! Saya sekarang dapat teman baru." ledeknya lagi, mungkin maksudnya aku.

"Daripada berisik disini, mending kita sama-sama cari kuncinya." ujarku, membuat mereka bertiga terkesiap dan menoleh serentak ke arahku. "Ya kalau gak di cari, gimana mau ketemu. Kalau mikir dimana elu narohnya, kemungkinan buat ingat kan kecil, jadi cari aja sepanjang jalan, elu kemana aja tadi." lanjutku dengan kepala dingin.

Max langsung melongos, "Gak perlu lu ajarin juga gue udah nyari sama Ciko, tapi gak ketemu aja."

"Yaudah, kalau udah berusaha nyari dan gak ketemu, sekarang waktunya ngelapor ke bidang pelayanan di lobby, atau ke Housekeeper, biasanya mereka pegang kunci buat bersih-bersih." usulku lagi.

Max terdiam dan mengatup mulutnya dengan rapat. mungkin dia juga sudah memikirkan itu sebagai alternatif terakhir, tapi entah kenapa.. Dia tak melakukannya. Apa mungkin, tak mau kelihatan ceroboh di depan orang lain??

"Kalau gitu, gue aja yang minta. Gue bakalan bilang kalau kunci kamar gue yang ilang, cukup kasih tau nomor, mereka gak bakalan cek yang punya kamar kok."

Mendengar perkataan ku, membuat Max terkesiap. Entahlah, mungkin perkataan ku di luar prediksinya. "Elu gak malu, entar dikira ceroboh?" tanyanya, lebih pelan daripada nada bicara sebelumnya. Dan dugaanku benar, dia memang malu di kira ceroboh oleh orang lain.

"Gak masalah sih. Gue gak peduli omongan orang lain." sahutku santai.

"Yaudah deh kalau gitu." suara Max terdengar semakin pelan.

"PAMAN!!" pekik seseorang hingga membuatku terkesiap, aku menoleh ke asal suara, tapi tak menemukan keberadaan orangnya.

"Haduh!! Berisik sekali?! Kenapa sih panggil-panggil?!" gerutu Kun, membuatku menunduk dan mendapati gadis mungil berambut panjang, yang menghampiri Kun dengan wajah juteknya.

"HP paman mana sih?! Oma telepon tuh!! Ibu juga telepon, susah banget sih angkatnya!! Jadi gue deh yang di telepon!" gerutunya.

"Hah? Iyakah? Saya tak bawa HP."

"Kebiasaan! Pe'Ak!!" semburnya tanpa perasaan.

"Marahin aja, Ra! Paman lu ini emang brengs*k!!" Maxim mengompori.

"Lu juga sama!! Jangan banyak tingkah, nanti uncle juga telponin gue! Males banget tau ngurusin kalian! Kayak gue aja emaknya!!" omelnya lagi.

"Hahaha, rasain!!" seru Ciko cengengesan.

"Elu juga!!" bentak si perempuan, membuat Ciko terdiam seketika.

"Lah, Dara.. Kok gue juga kena? Sepupu sama paman elu tuh." Ciko membela diri.

Aku yang hanya mengamati tiba-tiba saja di tatap oleh gadis ini. Matanya bulat dan indah, dia punya double eyelid. Mata kesukaanku, karena bagiku itu indah. Hidung dan bibirnya mungil, semungil wajah dan tubuhnya. Rambutnya hitam, lebat dan panjang. Dan kulitnya putih bersih.

Ku pikir akan kena marah juga olehnya, karena kelihatannya galak sekali. Tapi tiba-tiba saja, ia terkesiap seolah terkejut ketika melihatku. Aku tak tau kenapa, tapi itu bukan raut kekaguman seperti yang di lihat orang-orang.

Ia beralih, menatap bagian dahi Maxim. "Max, apa kunci kamar elu ilang?" tanyanya tiba-tiba, padahal tidak ada yang mengatakan ini padanya.

"Iya, lu nguping ya?" balas Maxim.

Namun ekspresi gadis ini tampak panik dan ketakutan. "Kalau udah dapet kunci duplikat, malam ini.. Jangan tidur di kamar elu." ujarnya tiba-tiba, dengan napas yang berderu.

"Kenapa emangnya?" sahut Max.

"Pokoknya jangan! Jangan pernah! Ini peringatan!" Ujarnya lagi, tapi tiba-tiba saja gadis ini meringis dan menyentuh kepalanya seolah kesakitan. Tanpa sengaja, aku melihat cairan merah keluar dari hidungnya. Buru-buru ia berlari menjauh, dan menurutku, gelagat gadis itu... Aneh dan mencurigakan.

Kenapa, ia berkata seperti itu??

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

Dara tau sesuatu

2024-06-01

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

🤣🤣🤣🤣Kun slalu pedes

2024-06-01

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

🤣🤣🤣🤣🤦🏻

2024-06-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!