Penemuan Mayat

Aku memasukkan kartu tadi ke dalam saku celana, sambil berjalan ke dekat gerbang. Aku berdiri sambil melirik sekeliling, memastikan kalau nenek tadi memang sudah benar-benar hilang. Dan memang benar, dia tak ada.

Apa ini hanya halusinasi? Kalau memang benar, tentu kartu yang ku pegang tak akan nyata. Dan lagi, sebuah sapu tua masih tergeletak begitu saja di tempat nenek tadi berdiri. Hanya aku kehilangan orangnya saja.

Aneh memang.

Aku berbalik, kembali menatap gedung asrama yang sebentar lagi akan ku huni. Gedung empat tingkat berukuran besar, dengan pilar-pilar yang berdiri kokoh setinggi bangunan. Dari desain gedungnya, masih terlihat baru dan seperti asrama pada umumnya.

Gedung ini memang berada di dekat jalan raya, hanya saja wilayah di sekitarnya cuma ada satu perumahan dengan jumlah sedikit, serta hutan yang menjadi pagar alamnya. Jalan ini juga setahuku merupakan satu-satunya akses ke pantai yang jarang di kunjungi karena berada di ujung pelosok perkampungan.

Aku bisa membayangkan, bagaimana sepinya tempat ini kala malam hari. Tak ada lampu jalan, tak ada penerangan di ujung-ujung pagar pembatas dekat hutan, dan satu-satunya hiburan mungkin... Berharap di berikan oleh kompleks perumahan di dekat kami.

Aku melewati kebun-kebun jagung yang sengaja di tanam oleh para pekerja bangunan yang sedang mendirikan salah satu gedung yang baru selesai sepertiganya. Mungkin diizinkan oleh pemilik sekolah, ketimbang harus melihat halaman depan yang di tumbuhi rumput liar, lebih baik membiarkan mereka menggunakannya untuk bercocok tanam.

"Makan, dek?" tawar salah satu dari pekerja bangunan yang sedang berisitirahat sambil memakan mie instan di dalam kemasannya, serta nasi kepal yang di gigit di dalam bungkusannya.

Aku tersenyum sambil mengangguk, ternyata salah satu dari mereka menyadari tatapan ku. "Terimakasih atas tawarannya, Pak." ucapku sungkan. "Saya mau beres-beres barang di kamar dulu." lanjutku sambil menunjuk gedung dengan lima jariku. Yang ku tahu, Rasulullah selalu begitu kalau menunjuk sesuatu dengan jarinya. Beliau tak akan menunjuk dengan salah satu jari, melainkan dengan kelimanya.

"Hehe, ya sudah dek. Baik-baik sekolahnya ya, semoga jadi anak pinter dan bisa keluar dari asrama tiga tahun." ucapnya sembari tersenyum. Tiga tahun yang di maksud merujuk ke kelas sepuluh, sebelas dan dua belas. Aku mengucapkan salam ketika meninggalkannya.

Sambil menenteng tas ransel gunung yang besar, aku sesekali membenarkan posisinya. Ibu memasukkan semua barang yang mungkin akan di perlukan nantinya, meski aku rasa entah kapan akan menggunakannya. Beruntung ibu ada rapat di kantor, kalau tidak.. Aku yakin ibu akan mendesak untuk mengantarkan ke asrama ini. Sementara dari yang ku amati, tak ada satu pun siswa atau siswi yang datang bersama orang tuanya. Ibu memang selalu khawatir, dan ayah selalu mempercayai ku. Dua kombo yang akan membuatku rindu. Terlebih masakannya.

Aku sampai di lobby utama dan melihat seorang gadis muda berserta seorang lelaki yang menatapku dari kejauhan. Buru-buru gadis itu membenarkan rambutnya, matanya sampai berbinar-binar. Sementara lelaki itu menatap serius ke arahku.

"Permisi, saya Agam Suganda. Siswa kelas sepuluh tiga yang belum dapat kunci kamar." ucapku, membuat seorang gadis ini menyikut tangan lelaki di sebelahnya.

"Cariin dia kuncinya!!" bisiknya dengan geram, tapi bisa ku dengar suaranya. Ia lanjut tersenyum menatapku. "Ehe, siswa yang baru masuk ya? Ini ada peta asrama dan sekolah, seluruh murid ajaran baru ngedapetin ini, mengingat sekolah kita yang segede perjuangan, jadi takut kesasar aja sih. Tapi kayaknya, kamu udah kesasar di hatikuuu... Aaaaaw!!" pekiknya kegirangan, hingga membuatku terkesiap. Lagi-lagi aku bertemu lagi dengan gadis yang sama seperti di SMP ku dulu. Mereka menakutkan!

"Woi!! Gila lu! Adek kelas ini!! Masa' iya sih ngegombalin berondong. Lu gak liat muka dia takut?" sambar lelaki di sebelahnya, membuat perempuan ini dengan senang hati menatap wajahku.

"Awww!! Gilasih, ganteng banget!! Kayaknya dia bakalan jadi yang paling cakep di sekolah ini!!" bisiknya dan aku masih bisa mendengarkan itu.

Buru-buru lelaki di sampingnya memberikan aku kunci kamar dan memberi isyarat agar aku bergegas pergi. Aku berlalu, sambil membaca peta yang ada di tanganku dan sesekali melihat ke arah jalan agar tak menabrak orang lain.

Di sepanjang koridor dengan cat berwarna putih bersih, aku melihat banyak pelajar yang menenteng barang-barang di punggung, serta tangan kiri dan kanan.

Aku berjalan datar, tapi tetap saja kehadiran ku di sadari mereka. Mereka menoleh bersamaan, entahlah.. Ku rasa aku tak memakai lampu atau senter di kepalaku, tapi kenapa kehadiranku selalu di sadari orang-orang.

Tatapan mereka sama, terbelalak seolah merasa terkejut. Sesudahnya, mereka akan tertawa dan tersenyum-senyum bagi yang perempuan, sementara yang lelaki akan merengut dan mengeraskan rahangnya. Dari pengalaman ku di sekolah dan di tempat umum, para perempuan itu akan memuji wajahku, sementara para lelaki akan menghujat dan mengatai aku.

"Wis, ganteng banget! Ganteng banget!!"

"Liat yang lewat!! Murid ajaran baru ya? Tinggi dan putihnya!!"

"Gila mukanya!! Kayak artis, ganteng banget!! bercahaya!!"

"Ck, biasa aja lagi! Gantengan juga gue!!"

Suara bisikan mereka terdengar di telingaku. Aku berpura-pura tidak dengar sambil terus berjalan dan melihat peta di tanganku.

Untuk menuju ke kamarku, aku harus naik lift. Ternyata siswa ajaran baru kamarnya berada di gedung paling atas, sedikit merepotkan memang. Mengingat aku sering sekali terlambat masuk sekolah, apalagi kalau ruangannya paling atas, butuh waktu ekstra untuk turun ke bawah.

Aku menyusuri koridor dan melewati beberapa kamar yang tertutup pintunya. Asrama ini keren sih, pantas saja ibu jatuh cinta dan ingin aku masuk ke sini. Setiap sudut dan bentuk ruangannya seperti hotel-hotel mewah. Belum lagi lampu penerangan serta AC full di sepanjang jalan. Mungkin yang mendirikan sekolah ini sedang gabut dan kebingungan menghabiskan uangnya.

Langkah ku terhenti ketika mendapati kamarku, nomor 111. Aku mengecek kunci, bersiap memasukkannya ke dalam lubang pintu. Ketika aku melakukannya, kuncinya malah terlepas dari tanganku dan terjatuh.

Aku merunduk sambil memungutnya, ketika melakukan itu aku tersentak kaget saat menyadari ada sosok putih yang berada di dekatku. Jantungku terjeda dan aku langsung jatuh terduduk di lantai.

Aku terbelalak menatapnya, sosok lelaki berambut putih, bola mata hijau dan kulit putih pucat sedang duduk berjongkok di depan pintu kamarnya. Hantu kah?? Tapi, masa' munculnya di siang bolong?

"Hei!! Kenapa kamu melotot begitu melihat orang asing?! Tidak sopan tahu!!" bentaknya dengan suara serak dan wajah ketus. Orang?? Ternyata manusia toh.

"Oh, maaf.. Gue kaget, lagian ngapain lu duduk disitu sendiri. Mana serba putih lagi, mau cosplay jadi bihun?" balasku, sambil masih terduduk.

"Bihun bapakmu!! Saya albino tahu! Terserah saya lah mau duduk dimana, lagipula saya sedang menikmati AC di koridor ini."

Aku terdiam, berusaha mencernanya. "AC kamar lu rusak?" terka ku.

"Tidak."

"Terus? AC di kamar kan ada?" balasku bingung.

"Saya matikan. Takut bayar tokennya, nanti mahal." jawabnya dengan wajah polos.

Aku mendengkus menahan tawa. Lagipula uang semester sebesar itu sudah langsung dengan listriknya. "Haha, yaudah selamat menikmati AC koridor." ledekku sambil beranjak dan masuk ke dalam kamar.

Dan benar saja, kamar asrama ini terasa seperti hotel. Di depan pintu masuk, aku langsung disuguhi lemari pakaian, setrika, catok dan hair dryer, rak sepatu, dan gantungan topi, tas dan lain-lain.

Tak jauh dari pintu, ada kamar mandi di sebelah kanan. Bentuknya seperti kamar mandi hotel pada umumnya. Ada kloset, wastafel dan cermin, bathtub dan shower, serta gantungan handuk dan mesin cuci.

Di sisi kanan ada tempat tidur berukuran besar, dan di depannya ada TV dan meja. Di atas meja ada alat pemanas minuman, ada kompor listrik, lubang colokan dekat dinding, dan di dalam rak meja ada peralatan memasak seperti panci dan kuali, serta sendok, piring, mangkuk dan gelas. Di samping meja ada kulkas dan dua buah kursi. Setelah itu jendela berukuran sebesar dinding ada di kamar paling ujung. Memang kamar asrama dengan vibes hotel.

Usai membereskan barang seharian, aku segera tidur selepas melaksanakan shalat Isya. Aku harus bangun tahajud seperti biasanya, ya.. Walaupun kali ini tidak di masjid.

Tak terasa dzikir ku terhenti kala suara adzan subuh di ponselku bergema. Aku melaksanakan shalat subuh di tempat baru dengan suasana hening.

Ketika aku menyelesaikan rakaat terakhir, tiba-tiba saja dari luar kamar aku mendengar suara teriakan nyaring, seorang gadis yang ketakutan.

Aku beranjak selepas melipat sajadah, bahkan aku belum sempat berdoa, mengaji dan berdzikir. Aku keluar kamar dan melihat di ujung koridor dekat pintu lift sudah di kerumuni banyak orang.

Aku yang merasa heran pun menuju ke kerumunan, namun ada bau aneh dan busuk seperti bangkai yang tercium di hidungku. Aku yang memiliki postur tinggi bisa dengan mudah melihatnya meski tertutup oleh orang-orang, dan ketika mengetahui apa yang terjadi...

Aku terbelalak sambil menelan ludah, saat menemukan sesosok mayat perempuan dengan tubuh membiru dan kepalanya pecah berhamburan di lantai.

Jantungku terjeda, kala menyadari ada sesosok mayat.. Di asrama yang baru saja ku tempati. Aku mengangkat kepala, berusaha melihat segala situasi dan anehnya.. Dari sekian banyak orang yang berkumpul di sini, bocah berambut putih itu hanya diam dan berdiri di depan pintu kamarnya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Niha Wati☻❣

Niha Wati☻❣

terlalu shining meuren..

2024-03-22

0

Ali B.U

Ali B.U

mayat,? kalau udah bau berarti dah lama, kok baru di ketemukan

2024-02-29

1

Nacita

Nacita

mungkin itu rumah susun 😆

2024-02-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!