Diabaikan Karena Miskin

Diabaikan Karena Miskin

BERTEMU IBU

Aku sudah tidak sabar lagi ingin bertemu ibu dikampung halaman. Empat tahun berada di negeri orang. tepatnnya di negeri upin-ipin bukanlah hal yang mudah ku lalui.

Aku ingin segera bertemu dan segera memeluk ibu, wanita yang sudah melahirkan dan merawatku. walaupun, sering kali Selisih pendapat dan berakhir dengan pertengkaran. Ibu tetaplah ibu. Tanpa ibu aku tidak akan bisa seperti sekarang, meskipun aku hanya bisa menyelesaikan pendidikan sampai SMA tapi aku tetap bangga atas perjuangan ibu .

Dalam perjalanan dari Malaysia ke Indonesia memang hanya empat puluh lima menit. Tapi dari kota Medan sampai ke lau baleng desa tempatku tinggal menempuh waktu sekitar enam jam dan selama itu wajah dan senyum ibu yang selalu menghiasi pikiranku.

Bahagia sekali rasanya bisa kembali ke desa tempatku dibesarkan dengan kasih sayang ibu.

Meskipun rindu yang selama ini ku pendam akan terobati, tetap saja perasaan sedih selalu mengganggu pikiranku . Bagaimana tidak, sehari sebelum kontrak kerja ku habis aku sudah diberitahu salah satu adikku kalau ibu sakit sudah tiga Minggu .

Setelah membayar taksi aku membawa semua barangku ke rumah yang menjadi tempat ternyaman sejak dari kecil. tidak ada yang berubah. hanya saja, penduduk sudah semakin ramai berbeda dengan beberapa tahun yang lalu.

Mba pulang! Mba ku pulang ! Teriak adikku . Aku sedikit terpesona dengan pemandangan dihadapanku. Sudah banyak rumah yang kelihatan baru dibangun, sudah banyak motor dan mobil hang lewat. Sangat berbeda dengan beberapa tahun yang lalu . Kemana-mana Hanya berjalan kaki.

"Ibu dimana"? tanyaku heran . Keadaan rumah terlihat sepi bagaikan tidak berpenghuni .

"Ibu sedang pergi kak" ucap adikku bersedih.

Untuk apaa keluar rumah malam-malam begini? Tanyaku heran .

" Ini sudah jadi kebiasaan ibu berkumpul dengan ibu-ibu lainnya di balai desa setiap hari" jelas adikku.

Setelah menyimpan semua barang di kamar, aku pergi menemui ibu ke balai desa. Sesampainya di balai desa, hanya senyum bahagia yang terpancar di wajah ibu.

Walaupun aku tau senyum ibu hanya pura-pura untuk menutupi kesedihannya selama ini . Sejak kecil, kami memang dianggap seakan-akan tidak pernah ada oleh keluarga .

Begitulah takdir keberuntungan selalu saja tidak berpihak pada kami hanya karena kami dari keluarga yang sederhana . Kami hanya tinggal di kontrakan yang membuat banyak orang yang memandang sebelah mata. Dianggap ada hanya saat di perlukan.

Akupun segera berpamit pada ibu-ibu yang lain.

Setelah sampai di rumah entahlah aku bingung dengan perasaanku sendiri rasanya sesak banyak yang ingin ku ceritakan tapi tidak ingin menambah ke sedihan ibu.

Zahra! Kamu kenapa? Kenapa menangis apa yang membuat mi bersedih begini?

Aku memeluk tubuh ibu dengan sangat erat. Dapat kurasakan pelukan hangat dari ibuku. Ibu tersenyum melihatku dan membelai lembut rambutku.

Tetesan air mata ibu membuat ku semakin terisak. Aku tak menyangka pertemuan dengan ibu memilukan begini. Ibu yang kurindukan seha walafiat nyatanya sakit dengan banyaknya tekanan dari keluarga . Orang tuaku masih lengkap tapi aku dibesarkan dengan kasih sayang ibu tanpa campur tangan dari ayahku. Ayahku ada tapi kami tidak pernah merasakan disayangi layaknya seorang ayah. Keseharian ibu hanya bekerja di ladang orang untuk mendapatkan sesuap nasi sedangkan ayah tidak pernah mau tahu apa yang dilakukan ibu dan Dimata keluarga ibu selalu salah hanya dikarenakan kami miskin ditambah lagi kami dilahirkan sebagai perempuan hingga apa pun yang terjadi tidak akan ada yang peduli. Bagi mereka anak laki-laki lah yang akan sebagai penerus keturunan jadi seburuk apapun mereka tetap harus disayangi berbeda denganku dan saudaraku diperlukan baik hanya untuk kepentingan pribadi. Setelah apa yang mereka inginkan hinaan yang akan kami dapatkan .

"Nak segeralah beristirahat kamu pasti letih" ucap ibu menyadarkanku yang sedang termenung meratapi nasib kami yang selalu saja berakhir dengan air mata .

_______________________________________________

Aku sedang berpikir bagaimana caranya aku bisa mendapat uang tambahan sambil menjaga ibu. Hidup juga membutuhkan biaya, aku tidak bisa hanya berdiam tanpa melakukan apa-apa. Meminta bantuan saudara-saudaraku juga tidak mungkin. Minta bantuan mereka tidak akan dapat apa-apa yang ada malah hinaan yang kudapatkan.

" Nak, sabarlah ketika kita sedang diuji. Mengalah untuk menang, biarkan mereka yang menghina kita suatu saat mereka pasti akan menerima balasan dari perbuatan mereka" ucap ibu .

Kami memang miskin tapi Alhamdulillah diberi seorang ibu yang pantang menyerah dan tidak pernah gagal mendidik kami anak-anaknya.

Sudah tak terhitung berapa banyak air mata ibuku keluar menerima hinaan dari semua orang.

" Bu, Zahra ingin bekerja di warung makan desa sebelah kebetulan pemilik warung sedang mencari pekerja untuk tokonya" izinku pada ibu. Biar bagaimanapun aku harus minta izin pada ibu agar tidak membuatnya khawatir.

" Pergilah nak. Kamu tidak perlu khawatir, ada adikmu gina yang akan menjaga ibu" jelas ibu berusaha meyakinkanku.

Keesokan harinya aku pun segera mendatangi warung tersebu. Warung yang diberi nama warung makan muslim desa gunung pamah. kini sudah buka dan mulai ramai didatangi pembeli.

" Maaf, saya ingin melamar di warung makan ibu. Saya bisa melakukan apa saja yang penting di gaji" ucapku penuh harap.

"Mau masuk kerja hari ini atau besok" tanya pemilik warung dengan ramah.

" Hmm, bagaimana kalau besok pak" ucapku takut malah digantikan dengan orang lain.

" Ok. Besok jam enam pagi kamu harus stanbay di toko" ucap bu siti pemilik warung tempatku bekerja besok.

Alhamdulillah kali ini keberuntungan berpihak padaku. Aku di terima kerja tanpa syarat apapun. Bekerja dari jam enam pagi sampai warung tutup. Warung tutup jam sembilan malam, tapi kalau pembeli ramai warung tetap buka sampai pembeli benar-benar tidak ada lagi. Aku digaji delapan ratus ribu sebulan miris sekali bukan, tapi tak apalah yang penting bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari sambil menjaga ibu. Saat warung sepi pembeli bisa digunakan untuk beristirahat. Walaupun kerja membantu perekonomian keluarga tetap saja kesehatan yang harus diutamakan.

" Alhamdulillah. Aku diterima kerja Bu" ucapku pada ibu dengan semangat.

Tak henti-hentinya aku bersyukur melihat ibu yang kini sudah terlihat berisi dan wajah yang segar berbeda saat pertama kali melihatnya yang terlihat pucat dan tidak bergairah.

Ibuku sakit bukan hanya lelah fisik tapi juga lelah tekanan batin akibat hinaan yang selalu keluar dari mulut orang-orang yang memandang segalanya dengan harta. Tidak ada yang lebih bahagia melihat orang yang ku sayangi kembali seperti sedia kala.

Aku pun mengguyur badanku dengan air hangat untuk mempersiapkan diri untuk bekerja apalagi hari ini hari pertamaku bekerja aku tidak ingin melakukan kesalahan apapun.

Setelah mandi segera memakai pakaian yang rapi dan sarapan bersama ibu dan adik-adikku.

Sampai di tempat kerja aku melayani pembeli dengan ramah dan menulis apa saja yang diinginkan pembeli. Hari pertama memang sangat melelahkan. Pekerjaanku sekarang pembelilah yang menentukan pekerjaanku berbeda dengan pekerjaanku saat masih di Malaysia. Dulu aku hanya bekerja sebagai operator di salah satu pabrik yang memproduksi barang elektronik dengan gaji yang lumayan besar.

"Wah, kamu ternyata gigih dalam bekerja Zahra" ucap astuti salah satu pekerja sama sepertiku.

Aku hanya menanggapi dengan senyuman.

Waktu makan siang pun tiba, kami diberi makan gratis dan boleh mengambil apa saja kecuali ikan dan ayam.

Jatah makan siangku hari ini aku mengambil sambal tahu tempe. Makanan yang sederhana tapi terlihat mewah bagi orang yang pandai bersyukur.

Setelah pekerjaanku selesai, aku izin pamit pulang pada pemilik warung.

Baru saja sampai di rumah aku melihat pria memarkir mobil hitam di depan rumah dengan gelagat aneh.

Karena heran aku pun berniat menghampiri pria tersebut dan bertanya ada apa gerangan apa ada yang di perlukan. Baru saja ingin bertanya pria tersebut sudah meninggalkan Halaman rumahku. Karena heran aku pun langsung menanyakannya pada ibu. Kata ibu pria itu mungkin orang yang ingin membeli rumah yang saat ini tempatku tinggal. Pemilik rumah ingin menjual padahal kontrak masih lama. Kami mengontrak dengan bayaran satu juta per tahun. Aku pun tidak bertanya lagi setelah mendengar penjelasan dari ibu walaupun sedikit mengganggu pikiranku kalau ini sesuai dengan yang ibu bilang kami nantinya tinggal dimana lagi. Hanya rumah ini satu-satunya tempat tinggal yang bisa kami tempati walaupun saat pertama kali mengontrak tidak ada fasilitas apa pun bahkan listrik pun tidak ada hanya sumur yang ada. Dari tempat tidur, dapur , listrik hingga air kamilah yang mengisi hingga layak untuk ditempati.

Terpopuler

Comments

🕷️Mac_Cron🕸️

🕷️Mac_Cron🕸️

kalau cerita soal ibu, ngena di hari banget. rasanya pengen/Sob//Sob/.

semangat Thor. jangan lupa mampir juga ya?

2024-07-03

0

Dee Nur

Dee Nur

alhamdulillah dapet kerja . semangat ra

2024-07-03

0

Dee Nur

Dee Nur

seketika mengakak membaca upin ipin 😆

2024-07-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!