Hari ini aku sengaja mengambil cuti agar bisa membujuk adikku agar mau tinggal bersama kami dan berkumpul di kontrakan kami yang baru. Tak lupa aku juga memasak makanan yang disukainya. Meskipun kami makan enak kalau saudaraku yang lainnya tidak bisa menikmatinya tetap saja akan terasa hambar.
" mba zahra? Sejak kapan mba duduk diluar dan ada perlu apa?" ucapnya datang menghampiri dan memelukku.
kamu berdua menangis tergugu melepas rindu yang sudah beberapa bulan ini tidak bertemu. Dulu saat bertemu pasti ada saja hal yang membuat kami berdebat tapi saat berjauhan seperti sekarang justru membuat kami saling merindukan.
Baru berapa bulan kami tidak tinggal di rumah yang sama tapi rasanya penampilan adikku sangat berbeda dari sebelumnya. Aku memberi makanan yang kubawa dan segera memberikannya padanya. Makanan yang kubawa memang terlihat sederhana tapi tetap saja pasti menggugah selera siapa saja yang melihatnya. Apalagi adikku bukanlah orang yang suka menjaga berat badan. Bagi kami kurus dan gemuk tidak menjadi masalah dan kesehatanlah yang terpenting. Untuk apa terlihat ideal kalau kesehatan pun tidak terjaga, begitulah kata ibu selalu mengingatkan agar selalu menjaga kesehatan.
Aku gadis yang cengeng dan selalu berpura-pura kuat dihadapan semua orang. Aku selalu berusaha menyimpan kesedihanku hanya karena ingin melihat orang yang kusayang bahagia. Meskipun demikian tetap saja selalu ketahuan berbohong. Entah kenapa sebelum memberitahunya pun ibu selalu saja mengetahui terlebih dahulu. Aku menunggu adikku selesai makan agar dapat memberitahukan niatku datang hari ini tanpa memberitahu terlebih dahulu.
" bagaimana kabarmu dan apa kegiatanmu selama ini?tanyaku penasaran.
" aduh! Bisa nggak sih nanya satu-satu. baiklah aku akan menjawab semua pertanyaan mba dan menceritakan semua kegiatanku selama ini" ucapnya.
" Alhamdulillah aku baik-baik saja seperti yang mba lihat dan kegiatan selama ini hanya bekerja. Setelah pergi dari rumah, aku bekerja bersama temanku di salah satu pabrik yang berdekatan dengan rumah yang ku tempati saat ini. Aku ingin membuktikan pada semua orang bahwa aku juga bisa mandiri dan juga bisa membahagiakan orang tua kita tanpa bantuan saudara kita yang lainnya. Aku tidak rela mereka selalu menghina kita sebagai orang tidak mampu. Tanpa bantuan mereka pun kita bisa. Memang dia pikir dia siapa bisa selalu menghina kita sesuka hatinya. Kalau bukan karena harta peninggalan kakek mereka bukanlah apa-apa. saat mereka berada di posisi yang sama seperti kita belum tentu mereka akan mampu bertahan hidup" ucapnya lagi.
apa yang menjadi masalah pada keluargaku memang tidak jauh dari masalah harta warisan. Mereka selalu memperdebatkan masalah harta yang tidak seberapa dan melupakan semua yang ada saat ini hanya bersifat sementara. malu punya saudara seperti kami mungkin itu yang terjadi. Kami hanya tinggal di kontrakan yang sederhana dan makan untuk sehari-hari saja harus bekerja keras. Bahkan, terkadang seharian terpaksa menahan lapar agar bisa berhemat. Sakit tentu saja itu yang kami rasakan tapi melihat perjuangan ibu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari membuat kamu harus bersemangat menjalani hari-hari yang menyakitkan. Belum lagi harus menahan sesak di dada saat saudara-saudaraku yang lain datang berkunjung ke rumah. Orang lain saat didatangi saudara yang jauh mungkin akan merasa bahagia berbeda dengan kami yang hanya akan mendapat hinaan dari orang lain.
" sebenarnya tujuan mba datang kesini untuk apa? Apa semuanya baik-baik saja dan bagaimana keadaan ibu dan yang lainnya? Tanyanya mengejutkanku.
" kamu mengusirku? Tanyaku mengernyitkan dahi.
" ah tidak. Maksudku bukan begitu. Aku senang mba datang berkunjung kesini tapi aku hanya heran sebab setelah beberapa bulan ini pertama kalinya mba datang berkunjung kesini dengan tiba-tiba tanpa memberitahu terlebih dahulu dan sebelumnya kita sudah bertukar pesan" ucapnya.
" Alhamdulillah. Ibu, ayah, dan adik baik-baik saja. Mereka titip salam untukmu. Mereka sengaja tidak ikut bersamaku sebab takut kamu akan menghindari kami dan tidak ingin bertemu hingga membuat kita akan kembali berdebat seperti sebelumnya" jelasku.
aku pun menceritakan semua yang terjadi saat di rumah nenek hingga kami memutuskan untuk pergi dan menemukan kontrakan yang baru. Rumah baru yang kami tempati beberapa hari ini. Tria menangis haru karena banyak sekali penderitaan yang dialami keluarga kami. Dibalik sikapnya yang keras kepala, sebenarnya dia gadis yang lemah apalagi saat kami dihina. ditambah lagi saat melihat kedua orang tuaku menangis dan berpura-pura kuat dihadapan kami anak-anaknya.
" mba aku minta tolong. Jagalah orang tua kita dengan baik. Kita tidak punya harta yang berharga selain mereka. Biarlah aku saja yang menyakiti hati mereka selama ini. Aku berharap mba tidak melakukan hal yang sama. Dan beri tahu pada ibu bahwa aku akan datang kerumah dalam waktu yang dekat ini. tapi, tidak untuk tinggal bersama. Aku akan lebih sering datang kerumah tapi itu semua butuh waktu. Aku butuh waktu untuk melakukannya mengingat banyaknya kesalahanku yang selalu menyakiti hati orang-orang yang begitu menyayangiku tapi setelah jauh dari semuanya baru aku bisa menyadarinya betapa berdosa dan bodohnya aku selama ini telah menyia-nyiakan kasih sayang keluagaku sendiri. Selama ini aku terlalu mementingkan egoku tanpa memikirkan perasaan orang lain yang berkali-kali kecewa dengan sikapku yang suka melakukan segalanya sesuatu yang ku inginkan" ucap tria.
setelah bertemu dan menyampaikan tujuanku padanya aku izin pamit pulang dengan bahagia. Ternyata apa yang kami pikirkan tidak sesuai. sikapnya hari ini sangat membuatku terkejut dan tak sabar rasanya bertemu ibu dan memberitahukan apa yang tadi disampaikan adikku. Dia sudah berubah setelah jauh dari kami. Meskipun dia belum berniat tinggal bersama kami seperti dulu tapi setidaknya niatnya yang akan lebih sering berkunjung ke rumah itu sudah lebih dari cukup. biarlah dia melakukan apa yang dia suka yang terpenting ibu tidak akan berlarut-larut dalam kesedihan setiap harinya saat memikirkan adikku yang jauh dari kami.
" mba ku harap kita selalu di beri kesabaran untuk menghadapi semuanya. kita harus tetap semangat. Mungkin ini salah satu cara Allah untuk menguji kita dan mungkin disengaja membuat kita jadi orang yang paling susah agar kita tidak lupa diri dari mana kita berasal" ucapnya.
" kamu juga dek, bersabarlah selalu dan jangan mudah putus asa. Mungkin apa yang kamu ucapkan benar adanya. Kita memang orang yang tidak punya tapi kita punya ibu, harta yang paling berharga yang kita punya saat ini. Terkadang apa yang kita inginkan memang tidak sesuai dengan harapan tapi untuk menggapai itu semua perlu usaha dan pengorbanan. kita harus selalu ingat pengorbanan kita agar tidak lupa daratan. apapun yang kita hadapi itu sudah jadi skenario yang di tentukan Allah. setiap manusia pasti di uji sesuai kemampuannya" ucapku.
Setelah tria pergi meninggalkan rumah, aku baru melangkahkan kaki menuju rumahku yang baru untuk bertemu dengan ibu. Perjalanan hidup keluargaku sangat menguras air mata. Di saat keluarga yang lain bersenang-senang menikmati hidup. Aku dan keluargaku malah ditemani dengan penderitaan yang belum tahu kapan habisnya.bagiku yang terpenting masih bisa berdekatan dengan ibu maka apa pun yang terjadi pasti bisa ku lalui dengan Mudah. ibu adalah semangatku.
Masih kuingat saat itu, bibi menghubungiku setahun setelah ku putuskan pergi merantau ke Malaysia. Bibi merayuku agar mau menikah dengan pria yang seusia dengan ayahku. Kata bibi hidupku akan terasa lebih indah saat menikah dengannya. Saat itu usiaku sekitar sembilan belas atau dua puluh tahun. Meskipun diberi harapan dengan sangat meyakinkan, aku tidak mudah termakan omongan bibi yang membuatnya sangat membenciku hingga saat ini. Segalanya memang butuh uang, tapi tidak semua bisa dibayar dengan uang. Orang yang hidup bergelimang harta belum tentu bisa hidup bahagia. Begitulah ucap ibu saat itu hingga membuatku berani mengambil keputusan yang tepat. Saat itu, seandainya menerima penawaran bibi belum tentu ibu dan ayah akan merestui.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments