Bab 12

"Nisa, maaf. Aku hanya menjalankan perintah mama. Aku sebenarnya sangat sayang kamu, tapi, mamaku lebih penting buat aku. Kamu mau tahu hubungan kita apa? Kamu adalah adik tiri yang telah merebut perhatian papa dari aku. Almarhumah mama kamu sudah merebut papa dari mamaku ini."

"Coki benar, Nisa. Kamu adalah anak pembawa sial yang telah merebut Suamiku. Sejak Coki berumur sepuluh bulan, papanya ketahuan menghamili mama kamu, dan kaulah anak haram itu. Sejak saat itulah aku membesarkan Coki tanpa perhatian dari seorang papa. Lelaki bejat itu hanya memberikan hotel sebagai bayaran atas rasa bersalahnya sama kami, dan untungnya Coki tumbuh sebagai anak yang cerdas, sehingga dia mampu mengelola hotel itu hingga sekarang. Sejak itu pula aku sengaja menyekolahkan Coki di sekolah yang sama dengan kamu. Saat lelaki bejat itu dan mama kamu meninggal pun, kami tahu semua."

"Kamu jahat, Coki. Kamu kakak yang jahat. Apakah Mina mengetahui hal ini?"

Tangisan Nisa menjadi jadi antara kaget dan panik.

"Mina pun tidak tahu kalau kita adalah kakak beradik tiri."

Aku berusaha keluar dari rumah ini, karena tiga orang ini semakin meneriaki aku dengan kata-kata kasar. Jarum jam pada dinding rumahnya telah menunjukkan angka delapan malam. Aku mulai gelisah, teringat sama Bobi yang mungkin saja menangis karena tidak melihatku. Jujur, Anakku belum terbiasa berjauhan dengan aku sampai berjam-jam seperti ini.

"Kamu tidak bisa pergi begitu saja, Nisa. Mulai sekarang kamu harus ikhlas tinggal di sini, dan mengurus semua pekerjaan rumah. Minggu depan aku dan mama akan membawa kamu ke Malaysia. Kami juga berhak memilih apa yang harus kamu jalani, karena gara-gara kamu, kami kehilangan papa." Coki membentak wanita malang ini.

_______________________________

Di tempat lain, Mami dan Reza mulai panik. Tidak biasanya Nisa tak berkabar. Ataukah mungkin karena pekerjaannya masih banyak?"

Perasaan Mami Ati semakin tidak enak, tatkala Bobi mulai rewel.

"Oma, mami aku ke mana? Kenapa belum pulang juga?"

Tanya Bobi dengan suara khas anak usia dua tahun.

"Sabar, ya sayang. Mungkin sedikit lagi mami kamu pasti pulang."

Reza menekan nomor kontak Nisa, tapi sayang, nomornya tidak aktif.

 Jalan satu-satunya, ia harus mengecek ke rumah Mina. Untungnya kemarin Reza sempat antar Nisa menemui sahabatnya, sehingga ia tahu di mana alamat rumahnya.

tidak butuh waktu lama, Reza menepikan mobil di depan rumah Mina. Baru saja mau mengetuk pintu, ternyata Mina juga baru pulang dari kerja.

"Eh, Mina. Nisa Mana? Sudah kamu antar pulang?"

Belum turun dari motor, wanita itu sudah diserbu dengan pertanyaan.

"Loh, Mina belum pulang?"

"Iya. Sampai sekarang. Bahkan di hubungi pun nomornya tidak aktif. Kasihan Bobi, dari tadi rewel terus."

"Kok, bisa? Coki kan mengajak pergi dia setelah kamu pulang. Bagaimana bisa sampai jam segini dia belum Sampai rumah. Sekarang Mina yang gantian panik. Rumah Coki pun Mina tak tahu sama sekali di mana alamatnya.

Di kampus, Risal sudah selesai mengajar. Lelaki yang lebih suka bepergian dengan motor ini tampak tidak baik-baik saja. Dari tadi hatinya gelisah, tapi dia tidak tahu apa penyebabnya.

"Ah, mungkin aku kelelahan saja. Aku langsung pulang, deh, biar berendam air hangat dulu di rumah."

Aku lalu menghidupkan motor dan pergi. Sepanjang perjalanan, hatiku terus membisikkan nama Nisa. Ah, ada apa dengan aku? Bukankah aku tidak pernah benar-benar mencintai dia? Lagian Minggu depan aku akan mengurus surat perpisahan kami.

Aku tiba di rumah tepat pukul sepuluh malam.

"Eh, ada Mina. tumbenan kamu tengah malam masih di sini. Nginap sama Nisa?"

Wanita itu hanya menggeleng tanpa bersuara.

Mami juga terduduk lemas di kursi, sementara Reza menggendong Bobi.

"Mami kenapa, sakit?"

"Mami tidak sakit, kak. Nisa belum ada kabar Sampai sekarang. Kami semua tidak tahu dia ke mana."

Aku berusaha menjelaskan kepada Risal. Bisa ku lihat raut wajahnya langsung berubah. Mau bagaimana pun, dia tetaplah ayah dari anaknya Nisa. Kalau ada hal buruk terjadi sama ibu dari anaknya, aku yakin kak Risal pasti sedih. Apalagi dia aslinya baik sekali.

"Kita harus mencari Nisa."

Mina, tolong ikut aku ke hotel tempat kamu bekerja. Kita harus cari tahu di mana rumahnya si lelaki brengsek itu. Berani sekali dia mengajak istri orang sampai jam segini." Risal melipat kedua tangannya, tanda bahwa sedang marah besar.

Mina melihat ke arahku, hanya anggukan yang kuberikan sebagai tanda setuju. Risal benar, aku harus di rumah menemani mami dan Bobi.

*******

Perjalanan ke hotel bagiku sangat lama, meskipun menurut Mina hanya dekat.

Tidak sampai jam sebelas malam, kami tiba di hotel. Tiga orang satpam tampak berjaga, aku langsung mendatangi mereka.

"Permisi, selamat malam, pak. Saya boleh bertemu boss kamu?"

 Aku menatap tajam pada satpam, berharap dia memberikan jawaban yang memuaskan, tapi, sayang. Katanya boss keluar sejak pagi bersama Nisa dan sampai sekarang belum balik ke hotel, yang kemudian Mina pun ikut membenarkan ucapan satpam ini.

"Apa di antara para karyawan di sini ada yang mengetahui rumah Coki?"

"Oh, ada, pak. Ada teman satpam yang tahu alamat rumah boss, tapi teman kami libur kerja hari ini. Cuma, kalau boss sih pasti besok datang."

Karena datang ke hotel tidak membantu sama sekali, akhirnya aku dan Mina pulang lagi ke rumah.

Hatiku perih, kenapa dan ke mana istriku. Ibu dari anakku. Tangisan Bobi membuat pikiran ini semakin kacau.

"Nisa, pulang,lah! Semoga baik-baik saja, di manapun kamu berada. Kasihan Bobi, dia tidak bisa pisah dari kamu."

Rumah sudah sepi, karena hampir jam dua belas malam. Mami tidur sambil memeluk Bobi. Syukurlah, anakku ini sudah terlelap.

Semoga besok bisa bertemu maminya.

Karena sudah larut, akhirnya Mina tidur di kamar Nisa, sedangkan Reza dan Risal tidur sekamar untuk sementara.

_________________________________

Pria tinggi berambut ikal mendekati Nisa yang sedang tidur dengan posisi duduk.

"Aku tidak menyangka wajah kita semirip ini. Benar-benar hebat pria bejat itu mencetak anak. Sayang, aku tidak sudi memiliki adik tiri seperti kamu. Hahahaha...Nisa,,,Nisa...Kini saatnya kamu akan kujadikan pundi-pundi rupiah. Minggu depan kita akan terbang ke Malaysia dan menata hidup baru yang pastinya menyenangkan Untuk kamu. Aku pastikan almarhumah mamamu akan menyesal di alam sana, sudah berani merebut papaku."

Wanita cantik yang sebenarnya tidak benar-benar tidur ini mulai tak bisa mengatur napasnya.

Jantungnya serasa mau copot, saat menyadari ada hal buruk yang mungkin saja bisa terjadi kalau dia tidak bisa kabur dari sini.

Pria berambut ikal yang belum Nisa tahu namanya ini tertawa keras saat tahu kalau adik tirinya ini mendengar semua ucapannya.

"Kalau tak bisa tidur, ayo bangun, sini! Biar aku menceritakan penderitaan yang mamaku alami selama ini dalam membesarkan aku dan Coki."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!