Bab 9

"Masuk! Terdengar suara perintah dari dalam.

Nisa dan Mina masuk, dan tampaklah seorang pria muda dengan wajah tampan penuh sejuta pesona. Dialah Coki, teman sekelas beberapa tahun silam.

"K.a...m..u, Ni...sa?!"

"Iya, Pak Coki. Aku Nisa, gadis culun satu kelas kamu, dulu." Ucap Nisa dengan senyuman mengembang.

"Ah, Mina. Beberapa kali aku ketemu kamu, di jalan. Kirain sudah bekerja, rupanya baru mau melamar." Kelakar Coki sambil memandang nakal ke arah Mina. Mereka berdua ini memang beberapa kali berpapasan di jalan, namun, hanya sekedar saling sapa, dan saat itu, memang Coki sempat menanyakan keberadaan Nisa dan memberikan alamat hotel orang tuanya sama Mina.

"Keren sekali penampilan kamu. Hampir saja aku tidak kenal, tadi." Ucap Coki jujur sambil memperhatikan Nisa dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Ah, pak Coki bisa saja."

Ucap Nisa menahan malu.

"Kalian sini kan berkas-berkasnya. Tak perlu wawancara, aku sudah terima kalian bekerja di sini, tapi, maaf, ijazah kalian kan cuma tamatan SMa, jadi aku tempatkan kalian di bagian FB service.

" Tak apa, Pak. Yang penting bisa bekerja." Ucap Nisa dan Mina serempak.

Besok kalian boleh bekerja. Nisa, tolong tuliskan nomor kontak kalian supaya aku tambahkan ke grup. Nanti jadwal masuknya cek di grup."

Coki memberikan pulpen sama Nisa, dan dengan sengaja dia menarik tangan Nisa.

"Eh, pak boss, awas, tanganku."

seru Nisa kaget.

"Oh, maaf."

Ucap Coki sambil mengedipkan mata, memberikan kode sama Mina.

Di Mina hanya menahan tawa, karena dia tahu Coki tergila gila sama Nisa sejak dulu. Apalagi sekarang sahabatnya ini semakin cantik.

" Mina, kamu pakai motor, kan? kamu bisa pulang sendiri? Aku mau pinjam Nisa sebentar, nanti aku yang antar pulang dia."

Mina mengangguk paham akan maksud Coki.

Nisa mau protes, tapi buru-buru Mina menggeleng, lalu pergi meninggalkan sahabatnya ini.

" Dua menit berlalu, Nisa masih terdiam di depan meja Coki. Sepeninggal Mina, ia serba salah dan kehilangan kata, tak tahu mau ngomong apa."

Coki sengaja mendiamkan Nisa, karena ia tahu wanita ini serba salah, sehingga ia ingin mengerjainya.

Sepuluh menit berlalu, Coki masih sibuk mengetik di laptop, yang sebenarnya dia tidak benar-benar mengetik.

"Hem.. Eh, Pak.. Eh, boss."

Suara Nisa bergetar tanda grogi.

"Ya, ada apa?"

Coki sengaja semakin menggila mengerjai Nisa.

"Kalau tidak ada kepentingan lain, aku mau pulang saja."

"Loh, jangan dulu. Kamu harus temani boss mu makan malam. ini perintah."

Tangan Nisa semakin dingin, hingga tak sengaja menumpahkan minuman di atas meja.

"Kamu sakit, Nisa?" Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, Coki menghampiri Nisa lalu memeluknya dari belakang dan menarik tangannya.

" Oh, pantas saja kamu gemetar. Tanganmu dingin sekali. Aku hangatkan, ya!"

Coki menggosok-gosok kedua tangannya hingga panas, lalu menggenggam erat kedua telapak tangan Nisa.

Menerima perlakuan lembut seperti ini, hati Nisa semakin meleleh. Ia tak bisa menjauhkan tubuh Coki yang semakin erat memeluknya.

"Pak, aku malu diginiin. Kalau tiba-tiba istri pak boss masuk, gimana. Nanti malah salah paham, dan menuduh aku yang bukan-bukan.

"Nisa, ini kita sendirian. Jangan panggil aku bapak. Panggil mas saja. Lagian, tidak akan ada yang masuk sembarangan sebelum mengetuk pintu. Ayo, mari aku antar pulang."

Coki pun menarik tangan Nisa dan pergi. Beberapa pasang mata karyawan hotel yang sedang bekerja, terarah pada mereka sambil berbisik-bisik.

Nisa semakin malu dibuatnya.

Tanpa persetujuan wanita ini, Coki melajukan mobilnya di jalan raya, dan selama perjalanan yang memakan waktu satu jam, tibalah mereka di sebuah butik.

Nisa kehabisan kata. Ia hanya mengikuti ke mana boss barunya ini membawanya.

"Eh, big boss datang lagi. Selamat datang, big boss."

Sambut seorang wanita tua yang sepertinya pemilik butik.

"Iya, Mak. Perkenalkan, ini karyawan baru di hotel. Tolong jahitkan dia baju Fb service, dua pasang, ya!

"Siap, big boss."

Oh, sepertinya ini butik langganan pak boss. Sudah saling kenal rupanya. Begitulah pikir Nisa sambil mengikuti wanita tua itu untuk mengukur ukuran bajunya dan Mina. Untung saja badan mereka sama besar, sehingga tak perlu repot-repot menebak-nebak ukuran baju Mina.

Selesai sudah semuanya, Coki dan Nisa pun pergi

"Nisa, pandang aku. Kamu pasti kaget atas perlakuan aku ke kamu hari ini. Satu hal yang harus kamu tahu, aku mencintai kamu dari dulu hingga detik ini. Itu alasannya kenapa aku belum menikah. Aku selalu menanyakan kamu sama Mina setiap kali berpapasan di jalan, cuma anak itu tidak pernah mau beritahu alamat rumahmu.

"Sedalam itu perasaan kamu sama aku?"

"Aya, Nisa. Itulah yang sebenarnya aku rasakan."

Keduanya pun terdiam lagi, dan Coki menarik tangan Nisa dan menaruhnya di atas pahanya, sedangkan tangan yang sebelah fokus menyetir.

Mobil berhenti di depan mall, Coki membuka pintu di sebelah Nisa, dan, tanpa sengaja, tubuhnya terdorong jatuh hingga menindih wanita ini.

"Aduh, pak."

"Jangan panggil aku, bapak. Ingat, besok kamu mulai kerja, dan perlakukanlah aku istimewa di depan karyawan lain. Oke?"

Ucap Coki sambil masih dalam keadaan tubuh miring menindih Nisa.

Sepertinya Coki ini butuh pengakuan di depan karyawan-karyawannya, bahwa, ia bukanlah lelaki tak laku.

Di dalam mall, Semua ukuran baju yang pas di badan Nisa diborong habis sama Coki, termasuk sepatu dan tas.

"Jangan ditolak, Nisa. Ini perintah boss."

Ucap Coki sambil menggandeng Nisa masuk ke dalam mobil.

Kali ini Nisa tak bisa tolak. Bagaimana tidak, pesona Coki satu tingkat lebih tinggi dari pesonanya Reza.

"Ini rumahku. Eh, lebih tepatnya rumah mertua."

Coki kaget menatap Nisa, sambil menepikan mobilnya di depan rumah mami Ati.

"Jangan turun dulu, Nisa! Aku butuh penjelasan kamu. Apa maksudnya rumah mertua. Apa kamu sudah menikah?"

"I...i...y..a..Tapi sedang dalam proses cerai"

Keringat Coki mengucur. Sepertinya dia cukup syok dengan pernyataan Nisa.

"Baik, lah. Besok kamu jelaskan semua di hotel."

Coki pun melajukan mobilnya, meninggalkan Nisa yang menenteng belanjaan sambil berjalan masuk ke rumah.

"Waw, sepertinya ada yang bertemu gebetan baru. Atau, jangan-jangan itu bos di tempat kamu melamar kerja."

Reza menghampiri Nisa sambil bertepuk tangan.

"Sudah, lah Dek! Aku gerah, mau mandi dulu."

Nisa menyingkir ke sebelah menghindari Reza yang menghalangi jalannya.

"Oh, tidak bisa begitu. Aku harus mendengar penjelasan kamu, sekarang.!"

"Iya, baik, lah. Kalau itu mau kamu, aku kasih tahu sekarang! Dia itu boss pemilik hotel di tempat kerjaku. Lagian, katanya nanti sibuk di toko buku sampai malam, kenapa sudah di rumah jam begini."

"Ya, aku memang mau kembali sekarang, tadi sempat singgah untuk memastikan kamu sudah pulang apa belum, ternyata Jalan-jalan sama boss barunya."

"Dek, kita bukan siapa-siapa, dan masih status ipar. Jangan mengekang aku, tolong!"

"Baiklah, Nisa. Tapi besok aku ikut kamu ke hotel. Titik, tak boleh di tawar.

____________

Wah, pembaca, sepertinya Reza mulai cemburuan dan merasa sudah berhak penuh atas Nisa. Ikuti terus keseruan di episode berikutnya. Thanks.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!