Tinggal Bersama

03:30

Mobil jeep mahal berwarna hitam milik King Atlas nampak memasuki sebuah rumah sederhana kediaman pria itu. Laki laki itu turun dari kursi kemudinya di ikuti Butterfly kemudian dengan langkah yang sedikit pincang. Laki laki tampan berjambang tipis dengan postur tubuh tinggi tegap tersebut lantas mengajak wanita cantik dengan banyak luka lebam itu untuk masuk ke dalam sebuah rumah tak bertingkat dengan cat putih tanpa pagar itu. Atlas nampak begitu antusias. Ia berjalan terlebih dulu di depan Bibi. Membukakan pintu utama lalu mempersilahkan wanita itu untuk masuk dan duduk di sebuah sofa disana.

Bibi hanya menurut. Wanita malang yang terlihat menyedihkan itu lantas duduk di sebuah sofa panjang disana di ikuti Atlas yang ikut duduk di sampingnya.

Butterfly nampak diam. Atlas yang berada di sampingnya itu nampak tersenyum senyum menatap wajahnya dengan kepala miring.

"Ke-kenapa?" Tanya Bibi.

Atlas tersenyum cukup lebar hingga memperlihatkan barisan gigi giginya.

"Nggak apa apa. Aku senang, akhirnya aku punya teman. Aku jadi tidak sendirian lagi di rumah ini," ucapnya.

"Memangnya keluargamu kemana?" Tanya Bibi.

Atlas tersenyum lagi. "Sama sepertimu. Aku juga sebatang kara," ucapnya.

Bibi mengangkat dagunya dengan mulut terbuka. "Oh, maaf, aku tidak tahu."

"Tidak apa apa," ucap pria yang cukup ramah dan murah senyum itu.

"Tunggu sebentar. Akan ku buatkan kamu minum. Kamu pasti kelelahan setalah kabur dari kejaran pria pria tadi,"

"Nggak usah. Aku takut merepotkan," ucap Bibi.

Atlas tersenyum lagi. "Tidak sama sekali," ucapnya. Bibi tak menjawab lagi. Ia hanya tersenyum. Sedangkan Atlas kini bergegas menuju dapur rumahnya. Meninggalkan Butterfly sendiri di ruang tamu rumah sederhana namun terlihat rapi, bersih, dan nyaman itu.

Bibi mengedarkan pandangannya ke segala arah. Dilihatnya ruangan itu. Suasananya tenang dan hening. Sepi. Tak ada lukisan ataupun foto disana. Hanya ada lampu lampu dinding, patung, guci, dan lampu meja yang menjadi hiasan ruangan itu. Sedikit terkesan horor karena rumah itu terlihat sepi tak seperti rumah rumah pada umumnya. Letaknya juga cukup jauh dari pemukiman warga. Nyaris tak punya tetangga. Hanya ada satu rumah yang jaraknya sekitar sepuluh meter dari bangunan itu. Sedangkan di sekeliling rumah hanya ada tanah tanah kosong yang tak terurus.

Tak berselang lama, Atlas kembali muncul dari dapur rumahnya dengan sebuah nampan berisi teh hangat, satu buah mangkok berisi air hangat, kain kompres, serta beberapa obat luka.

Laki laki itu mendekati sofa. Di dudukkannya tubuh itu di samping Bibi yang nampak lebam sana sini. Tangannya kemudian tergerak menurunkan teh hangat itu dari atas nampan.

"Minumlah dulu!" Ucapnya.

Bibi tersenyum. "Terimakasih banyak," jawab wanita itu. Atlas tak menjawab. Ia hanya tersenyum. Bibi kemudian meraih cangkir itu dan meneguknya.

Atlas menggerakkan tangannya, meraih kain kompres itu dan membasahinya dengan air. Ia meringsut. Tangannya tergerak hendak menyentuh luka lebam di wajah Bibi dengan kain di tangannya.

Bibi buru-buru menurunkan cangkir di tangannya.

"Ng-nggak usah!" Ucap Bibi sembari menahan pergerakan tangan Atlas seolah tak mengizinkan pria itu untuk menyentuh lukanya. Ia tak mau merepotkan pria itu.

"Tidak apa apa. Tubuhmu penuh luka. Harus segera diobati agar tidak infeksi," ucap pria itu.

Bibi diam.

"Jangan khawatir, aku tidak bermaksud apa apa," ucap Atlas yang kini mulai menggerakkan tangannya membersihkan luka di wajah wanita itu. Bibi diam. Kini posisinya begitu dekat dengan pria tersebut. Laki laki itu terlihat sangat telaten membersihkan luka luka memar itu dengan lembut.

"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu? Kenapa wanita cantik sepertimu berada di luar rumah malam malam begini? Dan, siapa orang orang itu? Kenapa mereka mengejarmu? Apa kau pengantin yang kabur?" Tanya Atlas.

Bibi tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. "Bukan," ucapnya.

"Lantas?"

Bibi diam lagi. Ia nampak menunduk, membuat Atlas pun menghentikan pergerakan tangannya.

"Maaf, jika aku salah bertanya. Tidak usah dijawab," ucap Atlas kemudian kala melihat perubahan mimik wajah yang Butterfly tunjukkan.

"Mereka orang asing yang merampas rumahku," ucap wanita itu kemudian.

"Apa?!" Tanya pria itu sedikit kaget.

Atlas diam sejenak. "Aku tidak mengerti," ucapnya lagi.

Butterfly menatap pria itu dengan sorot mata sendu. Netra bulat itu mulai berkaca kaca. Setitik air mata bahkan jatuh dari pelupuk matanya.

"Aku anak sebatang kara yang dipaksa menjadi budak............." Butterfly pun kemudian mulai bercerita tentang kisah hidupnya yang mendadak tragis. Tentang ayahnya yang baru saja pergi untuk selama lamanya dan meninggalkan banyak hutang. Tentang rumah dan seluruh harta peninggalan orang tuanya yang hilang dirampas oleh sekumpulan orang asing yang tidak ia kenal. Tentang dirinya yang diperbudak di rumahnya sendiri. Tentang ia yang selalu mendapat siksaan baik fisik maupun mental yang pada akhirnya membuatnya memilih untuk angkat kaki dari kediaman peninggalan kedua orang tuanya.

Bibi bercerita dengan sesenggukan. Ia tak kuasa menahan tangisnya kala menceritakan jalan hidupnya yang tragis di hadapan Atlas. Ia seolah berhasil meluapkan semua emosi yang tertahan setelah kepergian orang tuanya. Beban yang kini ia pikul terlalu berat baginya yang merupakan seorang anak tunggal yang cukup manja semasa ayah dan ibunya masih ada. Ini terlalu menyakitkan. Ia sakit hati. Ia benci Matt dan komplotannya. Ia ingin harta peninggalan ayahnya kembali. Tapi ia tak tahu harus dengan cara apa mengambil harta itu kembali. Bisa kabur dari rumahnya saja sudah untung. Rasanya ia malas untuk berurusan lagi dengan pria gila itu. Tapi.... bagaimana....?

Atlas diam. Ia memiringkan kepalanya mendengar cerita panjang lebar yang keluar dari bibir wanita manis yang usianya sama dengan dirinya itu.

"Sekarang aku tidak punya siapa-siapa. Aku tidak punya apa apa. Aku tidak tahu harus kemana," ucap wanita itu sambil mengusap lelehan air matanya.

Atlas yang sejak tadi menyimak itu hanya diam tak menjawab. Ia terus menampilkan senyuman nya sambil menatap lekat paras ayu wanita di sampingnya. Seolah ia begitu terpesona dengan wanita cantik berkulit putih itu.

Butterfly mencoba tersenyum di sela sela tangisannya. Ia nampak mengusap lelehan air matanya sambil berusaha menghentikan tangisannya.

"Maaf, aku malah jadi curhat," ucapnya.

Atlas terkekeh. "Nggak apa apa. Aku senang mendengarnya," ucap pria itu.

Bibi hanya tersenyum. Ia menggerakkan tangannya, mengipasi matanya agar tak lagi mengeluarkan air mata. Tiba tiba....

"Tinggal saja disini bersamaku. Kamu akan aman!" Ucap Atlas tiba tiba.

Deeggh....

Terpopuler

Comments

Afri

Afri

ada niat terselebung dr king atlas

2024-02-05

2

Dewi Anggya

Dewi Anggya

ngeri juga sm atlas

2024-01-28

1

de~javu. {° ~ °}

de~javu. {° ~ °}

altas macam org psikopat

2024-01-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!