Menyerah

Buuughhhh....

"Akkhh....!"

Wanita yang sudah acak acakan itu jatuh tersungkur ke lantai. Tepat di depan sebuah sofa single tempat dimana Matt Robinson kini tengah duduk dengan angkuhnya.

Bibi lemas, bibirnya pucat, rambut berantakan, penampilannya sangat acak acakan. Sungguh, wanita yang biasa hidup bergelimang harta itu kini nampak sangat menyedihkan.

Bibi meringis. Perlahan ia meringsut, mencoba bangkit dari posisinya saat ini.

Matt Robinson menatapnya angkuh. "Sudah lelah dengan pemberontakanmu, Sayang?" Tanyanya sembari menggerakkan tangannya menggulung lengan kemejanya hingga ke siku.

Bibi tak menjawab. Apalah dayanya untuk melakukan perlawanan sedangkan ia hanya seorang wanita yang dikepung puluhan pria asing berpostur gagah dengan kekuatan besar.

"Bagaimanapun dengan penawaran ku semalam? Apa pilihanmu?" Tanya Matt.

Bibi tak menjawab. Ia menunduk. Air matanya menetes lagi. Tangannya mengepal, seolah menggambarkan betapa ia sangat membenci pria gila ini. Tapi sungguh, ia tak punya daya apapun. Ia sudah terlalu lemah. Bangkan untuk bangkit pun ia kesulitan.

"Aku akan memberikanmu makan dan tempat yang layak di rumahku ini jika kau bersedia tunduk padaku!" Ucap Matt. "Akan ku pastikan, kau aman dan tidak akan kelaparan jika kau patuh pada perintahku."

Bibi tak menjawab. Jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam, sesungguhnya ia sangat jijik dengan laki-laki itu. Ingin sekali rasanya ia membunuh pria itu saat ini juga. Namun ia sadar, memberontak tidak akan pernah ada hasilnya. Ia hanya seperti seekor kupu-kupu kecil yang berada di sarang iblis yang mengerikan. Apa yang bisa ia lakukan.

"Jadi bagaimana, Sayang?" Tanya Matt lagi.

Bibi meneteskan air matanya lagi. Wanita itu memejamkan matanya, menarik nafas panjang sambil sesenggukan. Ini adalah keputusan yang sangat berat. Ia tidak bisa berontak. Ia tidak bisa melawan. Tapi ia diancam akan dijadikan pelacur andai ia menolak perintah Matt untuk tunduk terhadap pria itu. Maka bukankah lebih baik ia menyerah. Menurut. Barangkali dengan begitu suatu saat akan ada jalan untuknya mengambil kembali harta peninggalan kedua orang tuanya.

Bibi menarik nafas panjang.

"Saya lapar. Hiks...." Ucap gadis malang itu.

Matt mengangkat dagunya. Sebuah senyuman smirk terbentuk dari bibirnya.

"Kau lapar?" Tanyanya.

Bibi mengangguk.

"Oouughh...kasihan sekali. Kau pasti kelaparan." Matt nampak menggerakkan tangannya mengusap usap jambangnya.

"Baiklah, karena aku adalah orang yang baik, maka aku akan memberikan makanan untuk calon budak baru ku ini!" Ucap Matt.

Laki laki itu kemudian menepukkan kedua telapak tangannya satu kali. Seorang pelayan rumah itu kemudian mendekat. Dengan wajah yang nampak tegang, pelayan wanita paruh baya itu kemudian meletakkan sebuah nampan berisi makanan dan minuman yang berada di tangannya tepat dihadapan Bibi, persis di bawah kaki Matt Robinson yang kini nampak menatap remeh gadis malang yang bersimpuh tepat di kakinya itu.

"Makanlah!" Ucap Matt.

Bibi nampak menatap lapar makanan yang berada di hadapannya. Sejak kemarin ia tak diberi makan dan minum. Ia benar benar butuh makanan dan minuman untuk mengembalikan tenaganya. Wanita itu meraih satu gelas jus jeruk di sana, mengangkatnya dan bersiap untuk meminumnya. Namun baru saja bibir gelas itu menyentuh bibirnya. Tiba tiba...

Buuughhhh.....

"Akkkhh.....!"

Pyaaarrr ...

Praaanggg.....

Kaki kokoh beralaskan sepatu pantofel hitam dan mengkilat itu dengan teganya menghantam gelas di tangan Bibi beserta nampan yang berada di hadapannya. Gelas itu terbang. Pecah membentur lantai. Minumannya tumpah. Makanan yang masih belum tersentuh itupun juga terjungkal, jatuh berhamburan ke lantai.

Bibi sesak. Ia kembali meneteskan air matanya mendapati perlakuan buruk dan tak manusiawi dari Matt Robinson.

Matt membungkukkan badannya. Tangannya tergerak mencengkram dagu Butterfly dan menariknya agar mendekat ke wajahnya.

"Kerja dulu, budak! Baru makan!" Ucapnya dingin dan menyeramkan.

Tak... Tak... Tak.....

Suara langkah kaki terdengar mendekat. Seorang anak buah nampak memasuki ruangan itu dan mendekati Matt Robinson.

"Tuan, Tuan King sudah datang!" Ucap si anak buah.

Matt Robinson mengangkat dagunya. Ia kemudian menghempaskan tubuh Butterfly ke lantai lalu bangkit, sembari merapikan pakaiannya yang sebenarnya sudah rapi.

"Lakukan tugas pertamamu! Ganti pakaianmu dengan pakaian pelayan lalu antarkan minuman untukku dan tamuku!"

"Ingat, jangan pernah berfikir untuk membersihkan dirimu ataupun merapikan penampilanmu! Aku lebih suka melihatmu seperti gembel seperti ini untuk menjadi jongosku!" Ucap laki laki itu kejam. Bibi hanya menunduk. Sumpah, dalam hati kecilnya ia benar benar benci dengan laki laki itu. Ingin sekali ia membunuh pria itu dan mengambil kembali harta peninggalan orang tuanya. Tapi bagaimana, ia tak punya daya apa apa.

---

Sementara itu di ruang tamu rumah mewah milik mendiang Tuan Danilo yang kini menjadi milik Matt Robinson.

Laki laki itu mendudukkan tubuhnya di sebuah sofa panjang disana. Berhadapan langsung dengan dua orang pria berusia seumuran, sekitar dua puluh lima tahunan.

Matt melipat kakinya di atas kaki yang lain. Ia menatap angkuh ke arah dua pria dihadapannya.

"Bagaimana?" Tanya Matt.

Kedua pria itu tak menjawab. Salah seorang pria yang nampak menggunakan topi hitam sebagai penutup kepalanya itu kemudian menggerakkan tangannya, meletakkan sebuah koper di atas meja dan membukanya. Tumpukan uang kertas mata uang asing nampak terlihat bertumpuk dan berjajar di sana. Jumlahnya teramat sangat banyak. Itu adalah uang hasil penjualan obat obatan terlarang yang menjadi salah satu ladang bisnis yang Matt dan anak buahnya geluti.

Ya, Matt Robinson adalah seorang ketua gangster yang bergerak di bidang obat obatan terlarang. Meracik, mengolah, mengedarkan, hingga menyelundupkan barang barang haram adalah aktivitas yang digeluti kelompok Matt tiap harinya.

Omset yang mereka dapatkan ratusan juta tiap harinya. Koneksinya luas hingga luar negeri. Kekayaannya, jangan ditanya lagi. Sudah pasti tak terhingga.

Selain sebagai bandar narkoba, Matt juga dikenal sebagai raja judi. Keahliannya di meja judi sudah diakui banyak orang. Dalam semalam, milyaran uang berhasil ia kantongi. Pria itu juga membangun sebuah casino berkedok restoran bintang lima yang menjadi tempat usaha yang ia gunakan untuk menutupi profesi aslinya.

Banyak orang yang kalah dan berujung bangkrut kala melawan dirinya di meja judi. Tak terkecuali Tuan Danilo, ayah kandung Butterfly yang baru saja tewas karena sebuah insiden kecelakaan kemarin.

Hutangnya membengkak karena terlampau sering kalah melawan Matt di meja judi. Membuat pria itupun harus rela menggadaikan seluruh asetnya demi bisa mendapatkan uang untuk berjudi.

Kini, raga pria itu sudah berada di dasar tanah. Hutang yang tertinggal tak mampu ia bayar. Mau tak mau, suka tak suka. Aset yang sudah ia gadaikan pun kini menjadi milik Matt sepenuhnya. Termasuk sang putri semata wayang yang tidak tahu apa apa, Butterfly Lvovna Carson.

....

Matt mengangkat dagunya. Ia menggerakkan tangannya meraih koper berisi uang ratusan juta itu. Satu sudut bibirnya terangkat. Pundi pundi kekayaannya bertambah lagi.

Laki laki itu kemudian meraih beberapa gepok lembaran mata uang asing itu. Dengan santai dan tanpa beban, ia melemparkan gepokan uang itu pada dua pria di hadapannya. Itu adalah bayaran mereka. Kedua pria itu mengangkat satu sudut bibirnya.

Tak berselang lama, seorang wanita berpakaian pelayan dengan bawahan terlampau pendek nampak datang memasuki ruangan itu dengan sebuah nampan di tangan.

Ya, itu Butterfly. Ia sudah mengganti pakaian bermerek nya dengan pakaian pelayan yang kurang bahan. Rok nya hanya menutupi setengah paha. Bajunya mini dan berenda, memperlihatkan area perut rata dan pusarnya. Lengannya yang mulus terekspos dengan jelas. Masih terlihat cantik meskipun kini penampilannya masih acak acakan. Rambutnya tak tersisir. Tubuhnya tak tersentuh air mandi. Matanya sembab. Bibirnya pucat. Sangat menyedihkan.

Bibi mendekat. Ia meletakkan tiga cangkir yang ia bawa itu tepat di depan tiga pria dewasa di sana dengan tangan yang bergetar. Antara lapar, haus, mungkin juga takut. Membuatnya tak berani mengangkat kepalanya. Ia tak tahu siapa saja pria yang kini berada di ruangan itu. Ia bahkan tak menyadari bahwa kini tiga pria ruangan itu nampak menatap angkuh ke arahnya. Dua diantaranya bahkan menampilkan sorot mata laparnya melihat tubuh molek wanita itu.

Bibi mundur setelah selesai dengan tugasnya. Wanita itu kemudian memilih untuk pergi. Menjauh dari tiga pria asing itu dan kembali ke dapur.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

kasian bibi

2024-01-28

3

Evana Gusani

Evana Gusani

ceritanya bagus ka.

2023-12-02

1

Mr.VANO

Mr.VANO

lanjut thor,,

2023-11-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!