Rupanya mengurus pernikahan tak semudah yang di pikirkan oleh Cici. Ia pikir, cukup memberi surat lengkap dan sudah. Pada kenyataannya, ia harus ke rumah sakit terlebih dulu, pun dengan foto. Lanjut setelah itu, ia harus bertemu dengan Wedding organizer yang akan menangani makeup serta resepsinya.
Ya ampun, Cici sampai terdiam di tempat duduk di salah satu restoran. Ya, kini ketiga manusia itu tengah istirahat makan siang setelah shalat dzuhur. Dan nanti seusai makan siang ketiganya akan datang ke tempat sang WO. Yang lebih membuat pusing Cici adalah foto prewedding, yang mana membuat dirinya bingung memilih tema. Sudah ia katakan terserah pada Fadil, namun pria itu tetap menyuruh untuk dirinya memilih sesuai keinginannya.
"Di pantai bagus, Kak," usul Firda saat ia tengah melihat katalog dari ponsel kakaknya.
Cici hanya mengangguk, "boleh juga. Itu saja sudah, nggak papa."
"Itu keinginan kamu, bukan?" Fadil bertanya.
"Aku nggak punya keinginan seperti itu," jawab Cici sembari menggelengkan kepalanya.
Firda yang ada di sana hanya bisa mengembuskan napas lelah. Sedari tadi calon kakak iparnya memang selalu menjawab dengan kalimat konyol, seperti benar-benar tak menginginkan segalanya. Padahal, itu semua adalah impian setiap perempuan.
"Kak, aku ke toilet sebentar ya." Firda beranjak dari duduknya dan pergi setelah memberikan ponsel sang kakak pada si pemilik.
Sembari menunggu datangnya makanan yang mereka pesan, Cici sembari menidurkan kepala ke atas meja, dengan lengan sebagai bantalan. "Kamu nekad banget sih, Dil," begitu ujarnya pelan.
"Aku bukan nekad, tapi selalu serius kalau kamu lupa, Ci," kata Fadil dengan senyum yang begitu lebar, seraya memandangi kepala sang calon yang tertutup jilbab.
"Kalau nanti aku kabur di saat hari H gimana?" tanya Cici lagi lebih pelan. Netranya setia memandang ke arah toilet, takut-takut calon adik iparnya datang dan mendengar apa yang dia katakan.
"Nggak papa. Kamu nggak akan bikin malu aku, kalau kamu kayak gitu," jelas Fadil. "Justru kamu akan bikin malu mama dan adikmu," sambung pria itu.
Cici terdiam, mencerna apa yang dikatakan calon suaminya itu.
"Kenapa kamu maksa banget, kamu tahu 'kan kalau aku nggak ada rasa sama kamu."
"Aku tahu, banget malah. Tapi, aku yakin banget sih, nanti setelah menikah, kamu bakalan klepek-klepek sama aku," kata Fadil sembari menahan tawa.
"Kamu aneh, cinta ku sudah tumpah pada Sang Pencipta dan nggak jatuh sedikitpun ke kamu, tapi kamu malah berharap kayak gitu." ujar Cici lagi seraya menegakkan duduknya karena ada pelayan restoran yang datang mengantarkan makanan pesanan mereka.
Fadil diam karena tangannya sibuk membantu pelayan restoran itu. Membagi mana pesanan Cici dan mana pesanan sang adik, pun dengan pesanannya. "Makasih ya, Mas," ujarnya pada sang pelayan restoran.
"Kamu yang aneh, Ci. Kamu lupa kalau Allaah Maha Membolak-balikkan hati?" pria itu kembali bertanya dan melihat ke arah wanita yang saat ini tengah melihat ke arah lain.
"Dan kamu tahu, kalau kamu itu sudah salah beranggapan," sambung Fadil.
Cici menoleh ke arah Fadil, "maksudnya?"
"Kamu nggak cinta sama Allah karena kamu sudah mendahuluinya dengan beranggapan bahwa semua laki-laki sama, kamu memiliki ketakutan yang luar biasa, padahal kamu tahu, Allaah adalah satu-satunya yang harus kamu takuti. Rasa sakit yang dibuat manusia, akan di balas keindahan oleh Allah Ta'ala. Kamu nggak perlu mengkhawatirkannya."
Cici menelan ludahnya dengan kasar, menoleh kembali ke arah lain karena bayangan Firda yang mendekat sudah terlihat. Apa yang dikatakan Fadil membuatnya kembali berpikir tentang apa yang sudah ia pikirkan selama ini. Benarkah, atau salah? Begitu pertanyaan yang ada di dalam otaknya.
Bukan tak sengaja Fadil berkata seperti itu, karena semalam ia benar-benar bertanya sendiri segala alasan yang membuat calon istrinya itu tak ingin menikah. Dan dengan sedihnya, calon mertuanya mengatakan alasan berpisahnya dirinya dengan suaminya waktu dulu. Sampai menceritakan bahwasanya, ia mengetahui segalanya dari anak pertamanya.
Saat itu juga, fadil semakin yakin bahwa dia bisa membuat rasa takut di dalam diri wanita itu hilang. Ia akan berusaha membuat Cici yakin, bahwa tidak semua laki-laki sama seperti papanya.
"Udah datang ya, makanannya?" Firda duduk kembali di tempatnya. Sebenarnya tadi anak cantik itu tak benar-benar ke toilet, ia hanya ke arah sana untuk berbagi pesan dengan teman maupun Umma, karena jujur saja menemani dua sejoli yang tak terlibat dalam cinta itu susah.
"Udah, ayo makan. Setelah ini kita harus pergi lagi, bicara jadwal prewedding, soalnya waktunya udah mepet banget." ujar Fadil yang lantas di setujui dua wanita yang ada di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Uba Muhammad Al-varo
semoga saja kebuka hatinya Cici dan bisa membalas cinta nya Fadil.
2023-12-30
2