"Aw, Umma. Sakit." Fadil mengaduh saat umma nya memukul kencang lengan tangannya.
"Lagian kamu, bisa-bisanya nyuruh Umma." gerutu wanita cantik yang saat ini tengah berjalan berdua dengan putranya itu.
Fadil hanya cengengesan saat Umma nya ngomel. Bagiamana tidak kesal, undangan yang sudah di sebarkan lewat Rt harus di ulang oleh Umma dan itu demi putranya agar bisa melihat Cici datang ke sebuah acara pengajian yang ada di rumahnya. Yang ternyata, hasilnya tidak ada apa-apa. Gadis itu tetap pada pendiriannya, tidak mau.
"Lagian kamu, kenapa nggak cari yang lain saja, sih Dil. Umma sampai bingung, tanya alasan sama mbak Rea, dia jawab tidak tahu, tanya Cici apa lagi, coba deh kamu tanya Caca. Mungkin dia tahu alasannya, jadi kamu nggak begitu penasaran. Mungkin saja dia punya trauma di masa lalu, pas pertama pacaran mungkin di selingkuhin atau apa, gitu."
Penjelasan Umma membuat Fadil terdiam, "memangnya dia pacaran?" tanyanya.
"Ya nggak tahu Dil, kamu pikir Umma emaknya." kali ini Umma mencubit gemas pipi putranya itu.
"Astaghfirullah, ampun Umma." Fadil menarik tangan umma agar tak berada tetap di wajah tampannya.
"Pokoknya nanti kalau Firda nggak mau les, kamu yang bujuk sendiri. Umma sama Abba sudah menyerah sama soal percintaan kamu yang dramatis itu." wanita cantik itu lantas berjalan cepat meninggalkan sang anak.
"Ya Allaah, Umma. Sama putra kandung gitu amat." Fadil yang masih mengenakan sarung usai shalat subuh pagi tadi itu lantas berjalan cepat mengikuti sang umma.
Pria tampan itu masih tetap butuh semangat dari wanita yang sudah melahirkan dirinya untuk menggapai cinta dari Raisyi yang selama ini menjadi nama dalam doa-doanya.
...----------------...
Sementara itu, seusai Umma pergi, Cici lantas masuk ke dalam rumah. Mengambil tas dam kembali ke depan, menutup pintu serta menguncinya. Seusai itu, dia lantas memutuskan untuk menyusul sang mama. Sebaiknya ia akan membantu mamanya dari pada diam di rumah tanpa pekerjaan apapun.
Perjalanan dari rumah memang tidak terlalu jauh, namun itu jika dijangkau dengan motor. Jika di jangkau dengan langkah kaki, tentu saja itu akan sangat melelahkan. Tapi Cici, dia sudah biasa. Jadi tak pernah bermasalah. Lagipula, dia tak pandai mengendarai sepeda motor, motor dua hanya di pakai mama dan adiknya saja.
Menjadi gunjingan orang, sebenarnya tidak enak. Seperti, "jalan nunduk, nggak takut apa nabrak pohon." begitu selalu kata para gadis yang suka nongkrong di tempat pos ronda. Namun, Cici tak pernah perduli. Selagi orang-orang tak menyakiti badannya, ia akan anggap sebagai angin lalu.
Cici juga tak pernah cerita pada mama ataupun Caca, karena ia yakin kedua wanita kesayangannya itu jelas tak akan rela ia dikatai apapun.
"Assalamualaikum." Cici sampai di toko sang mama.
"Wa'alaikumsallam, nyusul kamu Ci." ujar Rea seraya mendekat. "Kenapa tadi nggak bareng mama aja, sampai keringetan gini," sambung wanita itu dengan mengusap dahi sang putri.
"Males di rumah, Ma. Udah laris, Ma?" Cici masuk dan lantas duduk di kursi di balik kasir.
"Alhamdulillah, nanti siang juga mama ada pesanan kue basah lumayan banyak. Kalau kamu di sini, nanti mama pulang ya," ucap Rea lagi.
Cici menganggukkan kepalanya. "Iya Ma," jawabnya.
"Kamu kenapa?" tanya Rea lagi. Dia melihat raut wajah anaknya beda, seperti ada sesuatu yang disembunyikan.
"Enggak ada apa-apa, Ma." jawab gadis itu dengan senyum yang lebar. "Serius," sambungnya.
"Ya udah, kamu duduk dulu, mama mau rapikan kue yang kemarin. Kalau masih enak bisa di bagi-bagi," sambung Rea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Uba Muhammad Al-varo
kasihan sekali hidupmu Cici, trauma akibat dari ulah bpknya yang mengkhianati mamanya.
2023-12-29
2