Bab 15 : Tempat Pulang

Alisnya masih berkerut, kalimat Caca masih berputar-putar dalam benak. Ia benar-benar dibuat penasaran sampai duduk menyendiri di depan rumah dan tidak menjawab apa yang ummanya tanyakan.

Sampai sebuah tepukan lembut di pundak, barulah ia menyadari dan menoleh. "Kenapa, Umm?" tanya Fadil.

Umma, wanita cantik itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Mikirin apa sih, sampai nggak denger panggilan Umma?"

Fadil tersenyum kikuk, "mikirin sesuatu, Umma. Mmm ... Memangnya Umma tanya apa?"

Umma duduk di sebelah sang putra. Menepuk paha anak sulungnya itu dan kembali bertanya. "Adikmu mampir ke mana? Kok belum pulang."

"Oh," Fadil mengangguk dan menunjuk ke sebelah kanannya. "Ke rumah Sarah kalau nggak salah, ada perlu katanya," jelas pemuda itu.

"Umma," panggil Fadil saat wanita cantik di sebelahnya itu sudah mengangguk dengan jawaban darinya. "Apa yang di maksud dengan kalimat ini, 'Badannya nggak papa, Mas. Hatinya terluka. Luka yang di miliki Mama, merembet ke hati Kakakku. Bahkan, dialah yang lebih terluka,' apa maksudnya, Ma?"

Kini giliran wanita cantik berjilbab panjang itu yang mengerutkan dahi, bingung dengan kalimat yang ditirukan oleh Fadil-putranya. "Luka, mama merembet?" Tanyanya kembali memastikan. Fadil mengangguk. "Siapa memangnya? Itu kata Caca?" Lagi-lagi Fadil mengangguk.

"Nggak tahu juga sih Dil. Mmm ... mungkin mamanya pernah disakiti pria," ujar Umma pelan. "Astaghfirullah, jangan-jangan mbak Rea cerai dengan suaminya dan dampaknya ke Cici," sambung wanita itu lagi.

"Bisa saja Dil, itu bisa jadi alasan untuk tidak menikah loh, Dil," kata Umma. "Ya Allah, kamu harus benar-benar menikahinya Dil, kamu harus membuktikan bahwa kamu lelaki baik, tidak akan menyakitinya."

"Caranya gimana Umma?" Tanya Fadil lesu. "Umma tahu sendiri 'kan, dia susah sekali di ajak serius," sambung pria itu tak mengerti.

"Nanti Umma tanya Abba ya, kita minta bantuan beliau. Siapa tahu nanti lamaran kita di terima. Tapi ... kamu benar-benar memilih Cici 'kan, tidak akan membuat hatinya terluka?" ujar Umma lagi yang berujung bertanya kepastian pada putranya. "Umma nggak akan terima guru cantik itu disakiti seorang pria, apalagi pria itu anak umma sendiri," sambung Umma lagi.

"In Syaa Allaah nggak akan Umma."

...----------------...

Suasana sore memang paling indah dan paling nyaman untuk duduk menyendiri di teras. Sayangnya, Cici yang tengah merasa nyaman itu tiba-tiba terganggu, saat netranya mendapati sosok tampan mulai mendekat ke arah rumahnya. Ia berusaha menghindar dan akan membiarkan tamu itu ditemui oleh yang lain saja. Namun sepertinya dewi fortuna tengah tak berpihak padanya.

"Ci, boleh maksa nggak?" pertanyaan Fadil begitu cepat, maklum saja ia langsung berlari saat mendapati Cici beranjak dari duduknya dan akan berlalu dari dirinya. Tak perduli nafas yang tersengal, pun dengan sarung yang seakan menghentikan langkahnya.

Dahi cici berkerut begitu dalam, ia benar-benar merasa heran pada pemuda tampan yang saat ini tengah berdiri di belakangnya. Selain terkejut karena tiba-tiba ada tamu tak diundang, ia juga sudah terlanjur terpergok berada di teras, jadi tak lagi bisa dia menghindar dari keberadaan Fadil.

"Tolong, Ci. Terima lamaran aku," sambung Fadil yang semakin membuat Cici semakin mendalam kan kerutan di dahi.

"Sebentar lagi aku akan mengurus pondok di Semarang, kamu tahu bukan, jarak dari sini ke sana empat jam, tidak mungkin setiap hari aku bolak-balik__"

Cici menoleh, ia berdiri tepat di depan pintu depan yang terbuka lebar. "Apa urusannya sama aku, Dil?" Tanyanya segera memangkas kalimat panjang Fadil. Tentu saja masih dengan nada pelan.

"Aku pengin jagain kamu dari segala hal. Aku pengin kamu jadi tempat pulangku, Ci." wajah Fadil sendu menatap Cici yang terlihat tak suka dengan apa yang ia katakan.

"Tapi aku nggak mau Dil, aku nggak bisa."

"Kalau hati kamu pernah sakit bahkan sampai saat ini, biarkan aku yang menyembuhkan sakit itu Ci," kata Fadil lagi.

Cici menggelengkan kepalanya. "Nggak akan bis--"

"Bisa kalau kamu memberi kesempatan," sergah Fadil.

"Hati aku nggak pernah sakit, kamu jangan sok tahu."

"Aku bisa menikahi kamu dari ayah kandungmu, Ci. Aku tinggal datangi beliau dan meminta beliau menikahkan kamu untukku," ujar Fadil dengan keras kepalanya.

Cici tersenyum, "kamu jangan asal," katanya.

"Aku nggak ngasal, aku serius."

"Kamu sudah dewasa Dil, menikah bukan perkara mudah. Bukan untuk memaksa orang agar mau hidup bersama. Ibadah paling lama yang jelas akan sulit untuk di lewati. Jadi tolong, jangan lagi--"

"Kita bisa berteman setelah menikah, Ci." Fadil kembali memangkas kalimat panjang Cici.

"Kita udah temenan," Cici menggelengkan kepalanya heran pada pria yang terus saja memaksa dirinya. Padahal sudah jelas-jelas dia tidak ingin.

"Sore ini aku datang sendiri, tapi nanti malam, aku akan datang dengan Umma, Abba, Firda dan Mbah Kakung ku. Aku yakin kamu nggak akan membuat malu Mbah Kakung ku," ucap Fadil dengan wajah yang serius. Bahkan ia tak menunggu jawaban Cici, langsung saja memutar badan dan pergi. Salam bahkan ia ucap dalam hati.

Cici mematung ditempatnya. Memperhatikan punggung Fadil yang berjalan menjauh, meninggalkan pelataran rumahnya.

Hingga satu tetes air mata jatuh membasahi pipi mulusnya. "Kenapa harus maksa, Dil?" Tanyanya pelan. "Aku bahkan tak memiliki rasa apapun, hanya ada ketakutan untuk jatuh ke dalam cinta pada manusia. Cukup dua orang saja yang aku cintai saat ini, Mama dan Caca," begitu sambung gadis itu.

Bersambung ....

Episodes
1 Bab 1 : Seusai Hujan
2 Bab 2 : Jalur Langit
3 Bab 3 : Ada apa?
4 Bab 4 : Rasa Takut Itu Masih ada
5 Bab 5 : Flashback
6 Bab 6 : Terpikirkan 1
7 Bab 7 : Terpikirkan 2
8 Bab 8 : Maaf Umma
9 Bab 9 : Ampun Umma
10 Bab 10 : Membujuk
11 Bab 11 : Perasaan Yang Berbeda
12 Bab 12 : Berjuang
13 Bab 13 : Tentang Brownies
14 Bab 14 : Tentang Cici
15 Bab 15 : Tempat Pulang
16 Bab 16 : Tak Percaya
17 Bab 17 : Masih Tak Percaya
18 Bab 18 : Kotak Beludru
19 Bab 19 : Biasa Saja
20 Bab 20 : Lelah
21 Bab 21 : Istighfar
22 Bab 22 : Sepasang Anting
23 Bab 23 : Buah Tin
24 Bab 24 : Tak Sengaja
25 Bab 25 : Cangkul
26 Bab 26: Pelukan (1)
27 Bab 27 : Restu
28 Bab 28 : Pelukan (2)
29 Bab 29 : Oleh-oleh
30 Bab 30 : Prewedding
31 Bab 31 : Selembut Kapas
32 Bab 32 : Suvenir
33 Bab 33 : Pengajian
34 Bab 34 : Tidak Bisa
35 Bab 35 : Malam Sebelum Akad
36 Bab 36 : Menunggu Wali Datang
37 Bab 37 : Akhirnya Tiba
38 Bab 38 : Demi Kita
39 Bab 39 : Gaun Biru
40 Bab 40 : Terimakasih Umma
41 Bab 41 : Istirahat Sendiri
42 Bab 42 : Segitiga
43 Bab 43 : Papa Pulang
44 Bab 44 : Perhatian
45 Bab 45 : Mengalir
46 Bab 46 : Memunggungi
47 Bab 47 : Pindah
48 Bab 48 : Semilir Angin
49 Bab 49 : Pikiran Buruk
50 Bab 50 : Tak Ingin Memiliki
51 Bab 51 : Patah Hati
52 Bab 52 : Selamat Tidur Cantik
53 Bab 53 : Penasaran
54 Bab 54 : Saling Menyuapi
55 Bab 55 : My Angel
56 Bab 56 : Boleh Tidak?
57 Bab 57 : Pelukan Hangat
58 Bab 58 : Berangkat
59 Bab 59 : Bimo
60 Bab 60 : Belum Rindu
61 Bab 61 : Kembali Merasakan
62 Bab 62 : Hamdan Dan Angel
63 Bab 63 : Habun
64 Bab 64 : Tidur Di Waktu Yang Sama
65 Bab 65 : Dilema Caca
66 Bab 66 : Salah Bicara
67 Bab 67 : Memikirkan
68 Bab 68 : Ingin Mencintai
69 Bab 69 : Cara Mencintai
70 Bab 70 : Belum Sepenuhnya
71 Bab 71 : Mencoba Cara
72 Bab 72 : Makan Bakso Berdua
73 Bab 73 : Junior?
74 Bab 74 : Pertama Kali Mengamati
75 Bab 75 : Ada Untukmu
76 Bab 76 : Belum Bisa
77 Bab 77 : Rea Kecewa
78 Bab 78 : Rencana Menantu Dan Mertua
79 Bab 79 : Mengakui Perasaan
80 Bab 80 : Beda Rasa
81 Bab 81 : Rasa Itu
82 Bab 82 : Masih Malu-malu
83 Bab 83 : Lamaran Sederhana (Bagian 1)
84 Bab 84 : Lamaran Sederhana (Bagian 2)
85 Bab 85 : Sederhana
86 Bab 86 : Mimpi Indah
87 Bab 87 : Gara-gara Mimpi
88 Bab 88 : Bertanya
89 Bab 89 : Pengajian
90 Bab 90 : Menggoda (Bagian 1)
91 Bab 91 : Menggoda (Bagian 2)
92 Bab 92 : Malu-malu
93 Bab 93 : Sah
94 Bab 94 : Suasana Ramai
95 Bab 95 : Menuju Gol
96 Bab 96 : Malam Pertama
97 Bab 97 : Jemput Papa
98 Bab 98: Mampir
99 Bab 99 : Rumah Baru
100 Bab 100 : Akhirnya
101 Bab 101 : Jalan Malam
102 Bab 102 : Ada Yang Berbeda
103 Bab 103 : Bahagia Fadil, Ketakutan Cici
104 Bab 104 : Morning Sickness
105 Bab 105 : Kembali Merasakan Dekapan Itu
106 Bab 106 : Empat Bulan
107 Bab 107 : Hidup Masing-masing
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Bab 1 : Seusai Hujan
2
Bab 2 : Jalur Langit
3
Bab 3 : Ada apa?
4
Bab 4 : Rasa Takut Itu Masih ada
5
Bab 5 : Flashback
6
Bab 6 : Terpikirkan 1
7
Bab 7 : Terpikirkan 2
8
Bab 8 : Maaf Umma
9
Bab 9 : Ampun Umma
10
Bab 10 : Membujuk
11
Bab 11 : Perasaan Yang Berbeda
12
Bab 12 : Berjuang
13
Bab 13 : Tentang Brownies
14
Bab 14 : Tentang Cici
15
Bab 15 : Tempat Pulang
16
Bab 16 : Tak Percaya
17
Bab 17 : Masih Tak Percaya
18
Bab 18 : Kotak Beludru
19
Bab 19 : Biasa Saja
20
Bab 20 : Lelah
21
Bab 21 : Istighfar
22
Bab 22 : Sepasang Anting
23
Bab 23 : Buah Tin
24
Bab 24 : Tak Sengaja
25
Bab 25 : Cangkul
26
Bab 26: Pelukan (1)
27
Bab 27 : Restu
28
Bab 28 : Pelukan (2)
29
Bab 29 : Oleh-oleh
30
Bab 30 : Prewedding
31
Bab 31 : Selembut Kapas
32
Bab 32 : Suvenir
33
Bab 33 : Pengajian
34
Bab 34 : Tidak Bisa
35
Bab 35 : Malam Sebelum Akad
36
Bab 36 : Menunggu Wali Datang
37
Bab 37 : Akhirnya Tiba
38
Bab 38 : Demi Kita
39
Bab 39 : Gaun Biru
40
Bab 40 : Terimakasih Umma
41
Bab 41 : Istirahat Sendiri
42
Bab 42 : Segitiga
43
Bab 43 : Papa Pulang
44
Bab 44 : Perhatian
45
Bab 45 : Mengalir
46
Bab 46 : Memunggungi
47
Bab 47 : Pindah
48
Bab 48 : Semilir Angin
49
Bab 49 : Pikiran Buruk
50
Bab 50 : Tak Ingin Memiliki
51
Bab 51 : Patah Hati
52
Bab 52 : Selamat Tidur Cantik
53
Bab 53 : Penasaran
54
Bab 54 : Saling Menyuapi
55
Bab 55 : My Angel
56
Bab 56 : Boleh Tidak?
57
Bab 57 : Pelukan Hangat
58
Bab 58 : Berangkat
59
Bab 59 : Bimo
60
Bab 60 : Belum Rindu
61
Bab 61 : Kembali Merasakan
62
Bab 62 : Hamdan Dan Angel
63
Bab 63 : Habun
64
Bab 64 : Tidur Di Waktu Yang Sama
65
Bab 65 : Dilema Caca
66
Bab 66 : Salah Bicara
67
Bab 67 : Memikirkan
68
Bab 68 : Ingin Mencintai
69
Bab 69 : Cara Mencintai
70
Bab 70 : Belum Sepenuhnya
71
Bab 71 : Mencoba Cara
72
Bab 72 : Makan Bakso Berdua
73
Bab 73 : Junior?
74
Bab 74 : Pertama Kali Mengamati
75
Bab 75 : Ada Untukmu
76
Bab 76 : Belum Bisa
77
Bab 77 : Rea Kecewa
78
Bab 78 : Rencana Menantu Dan Mertua
79
Bab 79 : Mengakui Perasaan
80
Bab 80 : Beda Rasa
81
Bab 81 : Rasa Itu
82
Bab 82 : Masih Malu-malu
83
Bab 83 : Lamaran Sederhana (Bagian 1)
84
Bab 84 : Lamaran Sederhana (Bagian 2)
85
Bab 85 : Sederhana
86
Bab 86 : Mimpi Indah
87
Bab 87 : Gara-gara Mimpi
88
Bab 88 : Bertanya
89
Bab 89 : Pengajian
90
Bab 90 : Menggoda (Bagian 1)
91
Bab 91 : Menggoda (Bagian 2)
92
Bab 92 : Malu-malu
93
Bab 93 : Sah
94
Bab 94 : Suasana Ramai
95
Bab 95 : Menuju Gol
96
Bab 96 : Malam Pertama
97
Bab 97 : Jemput Papa
98
Bab 98: Mampir
99
Bab 99 : Rumah Baru
100
Bab 100 : Akhirnya
101
Bab 101 : Jalan Malam
102
Bab 102 : Ada Yang Berbeda
103
Bab 103 : Bahagia Fadil, Ketakutan Cici
104
Bab 104 : Morning Sickness
105
Bab 105 : Kembali Merasakan Dekapan Itu
106
Bab 106 : Empat Bulan
107
Bab 107 : Hidup Masing-masing

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!