Di rumah besar itu, seorang kakak tengah menuruti apa saja keinginan sang adik. Dari membelikan es buah, es jeruk, bakso di akang-akang yang lewat, cilok, siomay, bahkan sampai mi instan pedas yang sangat disukai oleh sang adik. Dia adalah Fadil, susah payah dia membujuk agar Firda mau les di rumah Cici dan ia yang akan mengantarnya.
"Kakak beneran nggak mau ni?" tanya Firda pada sang kakak yang duduk dengan menyandarkan punggungnya di sofa. Pemuda itu benar-benar merasa kelelahan, jadi dia hanya menjawab pertanyaan sang adik dengan gelengan kepala.
"Kenapa sih Kak, harus Kak Cici?" tanya Firda lagi sembari memakan siomay tanpa bumbu. Kendati suka sekali makanan pedas, namun gadis itu lebih menyukai siomay maupun cilok tanpa bumbu. Pun dengan bakso, biasanya gadis itu tidak akan membubuhkan saos, kecap ataupun sambal.
"Kenapa apanya?" tanya balik Fadil melirik ke arah Firda.
"Suka nya, memangnya boleh, suka sampai segininya?" tanya gadis muda itu lagi.
"Hm, udah di makan aja. Nanti keburu Abba balik terus di marahin karena makan dengan porsi yang berlebihan," omel Fadil pada adiknya. Sebenarnya ia hanya tak suka saat ada orang yang bertanya kenapa dia harus memilih Cici, karena, kenapa harus di tanyakan saat cinta itu hadir dan nyata terasa tanpa adanya alasan.
Firda memajukan bibir bahwa nya. Seusai itu, gadis yang sudah selesai makan siomay itu lantas membawa semua makanan ke dapur. Menaruhnya di dalam kulkas dan pergi dari sana ke kamarnya. Sampai membuat Fadil duduk dengan tegak dan kembali bertanya untuk memastikan. "Kamu mau 'kan, Fir?"
"Ins Syaa Allaah," jawab sang adik membuat Fadil pasrah seketika.
...----------------...
Di Toko RCC Bakery.
Rea sudah mengumpulkan roti yang masih bisa di makan, karena memang baru sehari kemarin berada di toko. Wanita itu selalu takut jika makanan yang ia jual tak laku akan menjadi mubazir, jadi sebelum habis masa berlakunya, atau berjamur ia segera membagikan rotinya untuk orang-orang yang ada disekitarnya.
"Ci, nanti kamu tolong bagikan ya," ujar Rea pada anaknya.
"Iya, Ma."
"Kamu kenapa?" tanya Rea lagi. Sedari tadi, ia melihat anaknya tetap saja diam, sampai membuat dirinya begitu penasaran.
"Enggak ada apa-apa, Ma," jawab gadis itu lagi. Namun, setelah diam beberapa saat ia kembali berbicara. "Mmmm ... Tadi Umma datang lagi," katanya.
"Ke mana?" tanya Rea bingung.
"Ke rumah, ngundang kita sekeluarga, supaya datang ke pengajian," jelas Cici.
"Terus?" tanya Rea. "Kamu mau datang?" sambung Wanita itu. Cici menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Ci, mama tahu, kamu itu trauma dengan kelakuan papa. Tapi, nggak seharusnya seperti ini juga, Ci. Datang ke pengajian, bukan untuk bertemu seorang pria. Niatkan hatimu untuk mencari keberkahan dalam mencari ilmu. Jika pikiranmu selalu takut dekat dengan seorang pria, kamu salah, Nak. Tidak semua laki-laki, berperilaku seperti papa yang mengkhianati mama. Banyak laki-laki baik dan setia, Nak. Jika terus saja seperti ini, mama jadi pengin ajak kamu ketemu dokter Laras," ujar Rea panjang lebar.
Cici menatap wajah mamanya dengan bingung. "Bismillah, Ci. Coba berbaur dengan banyak orang. Bukan untuk mencari perhatian agar didekati pria, tapi untuk keluar dari zona yang kamu rasakan."
"Undangan Umma memang di peruntukkan untuk kamu, Soalnya mama udah di undang di grup rt. Mama harap kamu datang, di sana, bukan hanya kamu, banyak perempuan dan yang pastinya, tidak ada apa-apa di sana."
Rea membujuk anak sulungnya itu. Jujur saja, sebagai seorang ibu yang memiliki putri dengan usia yang matang, ia sedikit takut akan sang anak yang tak mau menikah. Tapi, seperti yang temannya katakan, dia juga tidak boleh terlalu memaksa pada anaknya. Karena selama ini, ia hanya selalu bertanya pada temannya yang bergelar dokter itu, tanpa mengajak Cici langsung. Karena anak gadisnya itu tidak pernah mau dan mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments