Motor yang dikendarai Caca berhenti di depan toko, bersamaan dengan Cici yang keluar. Kakak cantik itu tersenyum ke arah sang adik. "Tumben nggak sama mama," ujar Cici.
"Assalamualaikum." ujar Caca seraya turun dari motor maticnya.
"Wa'alaikumsallam," jawab Cici.
"Tadi Kak Fadil ke sini?" tanya Caca setelah menyalami tangan sang kakak. Cici menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Kakak suruh dia pulang?" tanya Caca lagi. Saat ini dua perempuan cantik itu saling berhadapan. Dan Cici menjawab pertanyaannya sang adik dengan gelengan kepala.
"Terus?" tanya Caca.
Cici mengerutkan keningnya, "maksudnya?" tanyanya tak mengerti.
"Kakak gimana?" wajah Caca benar-benar terlihat menggemaskan bagi Cici.
"Hehe, kamu tuh kenapa sih, Ca. Kakak nggak ngerti, serius," ujar Cici dengan menutup mulutnya karena sedikit tertawa.
"Jangan pura-pura nggak ngerti deh, mau sampai kapan?" tanya Caca serius.
Seketika itu Cici menurunkan tangannya, raut wajahnya berubah datar dan memutar tumitnya untuk masuk kembali ke dalam toko. Caca yang mendapati itu lantas mengembuskan napas kasar dan mengikuti langkah sang kakak.
"Ada apa, Kak?" tanya Caca yang kini sudah berdiri di belakang sang kakak. "Masalahnya apa, sampai kakak nggak mau menerima setiap lamaran?" rupanya gadis berusia 23 tahun itu begitu penasaran pada sang kakak yang masih setia menyendiri. Padahal, begitu banyak laki-laki yang ingin dengan wanita kesayangannya itu.
"Jangan sampai aku yang lebih dulu--" kalimat Caca terputus saat Cici membalik badannya menghadap sang adik. "Silakan, Ca. Kakak merasa tidak akan menikah--"
"Ssst ...." telunjuk Caca berdiri diantara mulut dan hidung sang kakak. "Jangan pernah mendahului kehendak Tuhan," katanya. "Kakak boleh saja tidak ingin menikah, tapi jika Allaah ternyata memberi Kakak jodoh yang sangat baik, yang ternyata memaksamu menikah bahkan tak perduli pada dirimu yang selalu menolaknya," sambung gadis itu.
Cici menurunkan tangan sang adik dan pergi begitu saja. Ia lebih memilih untuk membereskan roti-roti yang masih ada. Membereskan semua barang dagangan karena ia memutuskan untuk menutup saja toko mamanya itu.
"Kak." ujar Caca lagi yang saat ini tengah membantu sang kakak.
"Aku udah nggak pengin ngomong masalah nikah ya, Ca. Tolong kamu ngerti." Caca mengedikan bahunya saat sang kakak lagi-lagi tak pernah mau untuk membahas masalah cinta dan pernikahan.
...----------------...
Rea menunggu dua putrinya di teras, dan dia begitu heran saat melihat keduanya masuk ke dalam rumah begitu saja. Hanya menyalami dirinya dan tidak duduk seperti biasa.
"Ada apa, sama mereka?" begitu pertanyaan yang muncul pada wanita cantik beranak dua itu. Namun setelahnya ia tersenyum, "sudah pada gede, masih saja suka berantem." sambung wanita itu seraya masuk ke dalam rumah.
Entah kamar siapa dulu yang akan ia datangi, yang jelas ia tak akan betah jika melihat kedua anak perempuannya itu bertengkar dan saling diam. Tapi rupanya, anak sulungnya saat ini tengah berada di ruang shalat, saat ia melewati ruangan itu. Jadi, ia lebih memutuskan untuk pergi ke kamar sang anak bungsunya.
"Ca," panggilnya seraya membuka pintu.
"Iya, Ma," jawab sang anak yang ternyata tengah tiduran di ranjang dengan ponsel di tangannya.
Gadis itu lantas duduk saat melihat mamanya masuk ke dalam kamarnya, mendekat ke arah dirinya. "Ada apa, Ma?" tanya Caca.
"Kamu berantem lagi sama Cici?" tanya Rea saat sudah duduk di sebelah sang putri.
"Enggak," jawab Caca. "Aku cuma kesel, Ma. Memangnya kakak nggak kasihan apa sama Mas Fadil yang masih setia menunggu dirinya. Nggak malu apa, selalu saja menolak lamaran, kalau jadi perawan tua, gimana?" sambung gadis itu meluapkan kekesalannya.
Rea mengangguk. Ya, yang dikatakan Caca memang ada benarnya. Tapi ... Sebagai ibu ia tentu tak akan bisa memaksa bukan. Sudah berkali-kali Rea bertanya juga pada Cici dan anak pertamanya itu selalu menjawab. "Aku tidak ingin menikah, Ma," begitu selalu jawaban dari Cici.
Sering kali juga Rea bertanya, "kenapa?" namun, jika pertanyaan itu, Cici tak pernah menjawabnya. Ia hanya akan diam dan memandang ke arah lain.
Bukan tak mengerti, namun, ia tak mau berpikir yang aneh-aneh tentang anaknya.
"Mama kok malah diam," gerutu Caca saat mendapati mamanya yang diam saja.
Rea mengembuskan napas kasarnya, "kamu jangan marah dong, Ca. Itu 'kan keputusan kakak. Nanti coba mama tanya lagi ya, mama juga penasaran dengan kakakmu itu," sambung janda cantik itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Uba Muhammad Al-varo
kalau seorang bpk berkhianat kepada ibunya,secara langsung dan tidak berpengaruh buruk kepada anak2nya.
2023-12-29
1