"Kenapa harus aku sih, Kak. Kamu aja lah, aku ada ikutan rapat remaja masjid. Kita mau memilih ketua yang baru," protes Caca saat sang kakak menyuruhnya untuk mengantarkan brownis ke rumah Fadil.
"Sekalian aja kalau gitu, Ca." imbuh sang mama pada putrinya.
"Enggak usah harus ngobrol 'kan?" tanya Caca. "Atau boleh di titipkan ke Firda?" sambung gadis itu. "Soalnya dia yang nyalon jadi ketua kali ini," katanya lagi.
"Boleh, nggak papa dititipkan ke Firda, nggak masalah," kata Rea pada putri bungsunya.
Cici mengangguk, menyetujui ucapan sang mama. Sedangkan Caca, ia malah memonyongkan bibirnya pada sang kakak. "Harusnya kamu, Kak. Sekali-kali main ke rumah camer, hihi," katanya dengan sedikit tertawa.
Cici menggelengkan kepalanya dan memutar badan. Ia memilih untuk pergi dari pada harus kembali membicarakan hal yang tidak ia inginkan sama sekali.
Caca memperhatikan sang kakak, lalu netranya beralih ke arah sang mama. "Sakit banget ya, Ma?" Tanyanya
Rea menggelengkan kepalanya. "Luka, seiring berjalannya waktu, semua itu akan sembuh. Jadi, saat ini mama sudah nggak merasakan sakit lagi. Yang mama rasakan adalah bahagia, hidup dengan kalian. Mama nggak pernah menyesal, menikah dengan papa kalian, karena dengan menikah sama papa, mama jari punya kamu dan Cici," jelasnya pada sang anak.
Cici yang mendengar itu hanya berhenti sejenak, lalu kembali melanjutkan langkah menuju kamarnya.
"Enggak semua laki-laki kayak papa 'kan, Ma?" tanya Caca lagi.
"Enggak lah, Ca. Kamu jangan sampai berpikiran hal yang sama." Caca menganggukkan kepalanya setuju.
"Ya udah lah, aku berangkat ya, Ma. Assalamualaikum." Caca menyalami tangan mamanya dan pergi dengan membawa dua boks berisi brownies.
"Wa'alaikumsallam."
Kendati sudah lumayan besar, namun Caca memang masih aktif. Ia selalu ada dalam acara apapun, bahkan ia yang lebih mendukung acara apapun yang bersangkutan dengan agama.
Begitu sampai, dia langsung menemui Firda yang kebetulan sudah ada dengan kakaknya. Ia memberikan brownis dan mengatakan maaf karena kakaknya tak bisa datang dan memberikannya secara langsung, karena tengah berhalangan. Begitu kata seorang adik itu, ia tentu saja tak mau kakaknya terlihat buruk hanya karena tak mau menemui orang.
Awalnya Firda taj tahu menahu pasal brownis itu, sampai Fadil datang dan mengucapkan terimakasih.
"Ca, nanti aku mau tanya-tanya, yah," ujar Fadil pada Caca saat wanita itu sudah duduk di tempat yang tersedia.
"Iya, Mas. Yang penting jangan interogasi ya," katanya dengan senyum bercanda.
Usai dengan segala acara, Fadil lantas mendekat dan duduk di tempat yang berjarak dari gadis itu.
"Ada apa, Mas?" tanya Caca saat pria itu sudah duduk di tempatnya. Karena ia yakin pembicaraan akan mengarah ke sang kakak, jadi ia dengan sopan meminta temannya untuk duduk agak jauhan.
"Tantang Cici," begitu jawab Fadil.
Caca menganggukkan kepalanya. "Hm ... Susah di jelaskan dengan kata-kata Mas, dan kalaupun mau di ceritakan sebab musabab kakakku tak mau menikah kayaknya tidak mungkin, Mas. Karena itu adalah sebuah aib," jelas gadis itu lirih.
"Dia trauma?" tanya Fadil. "Apa dia pernah dilakukan tidak baik oleh laki-laki?" sambung pria muda itu, dengan jawaban Caca barusan. Itu semakin membuat dirinya tambah penasaran.
"Badannya nggak papa, Mas. Hatinya terluka," jawab Caca lagi. "Luka yang di miliki Mama, merembet ke hati Kakakku. Bahkan, dialah yang lebih terluka."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Siti Dede
Up nya please..
2023-12-05
1