"Kamu sendirian, Ci?" tanya Umma.
Anak gadis cantik yang baru saja mengambilkan minuman untuk tamunya itu lantas mengangguk sebagai jawaban. "Apa Umma ada perlu dengan mama?" tanya balik Cici.
"Hm, nggak. Umma pengin nemuin kamu. Boleh 'kan?" tanya wanita itu lagi.
Cici tersenyum lebar. "Tentu boleh dong, Umma. Emangnya ada apa?"
"Begini, Ci, yang pertama ... malam jumat, di rumah Umma akan ada pertemuan para ustadz, juga pengajian. Dan Umma sekeluarga mengundang kamu sekeluarga, sengaja tak undang dari rumah ke rumah, supaya datang," begitu jelas wanita cantik itu.
"Sebelumnya, mohon maaf Umma jika nanti hanya Caca dan mama yang datang," jujur Cici karena dirinya jelas tidak akan mengunjungi pengajian untuk umum. Tolong jangan paksa gadis itu untuk berbaur, dia benar-benar tidak ingin.
"Kenapa, Nak?" tanya Umma. Wanita itu benar-benar penasaran. "Jujur saja, Umma pengin sekali lihat kamu berada di sana. Kalau kamu mau, nanti Umma ajak kamu untuk duduk di dalam rumah. Umma yakin, di sana aman dari para pria. Karena di dalam, tempat untuk istri dan anak-anak perempuan saja," sambung wanita itu.
"Kenapa Umma ingin sekali?" tanya balik Cici. "Aku nggak enak Umma, kalau menolak. Tapi untuk menerima undangan, Aku juga nggak bisa Umma."
"Kamu nggak pengin ketemu orang banyak?" tanya Umma lagi. Dan Cici menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Atau kamu marah, karena Umma pernah lamar kamu buat Fadil?" Cici kembali menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Bukan aku yang seharusnya marah, Umma. Jika memang ada hati yang tak suka, itu harusnya Umma dan Fadil. Juga Abba. Mungkin saja, kalian sekeluarga merasa di permalukan oleh Cici." Gadis itu menunduk. Ia tahu apa yang ia lakukan, tapi tolong, dia tak bisa memaksa keadaan yang sama sekali tidak ia inginkan.
"Kita semua nggak marah, Nak. Fadil bahkan masih terus saja berdoa. Mendoakan kamu, agar sehat selalu dan berjodoh dengannya," wanita itu tersenyum ke arah Cici.
"Kamu tahu, Ci. Alasan kamu yang tak ingin menikah justru semakin membuat anakku penasaran," sambung Umma.
"Maaf Umma."
"Hm, baiklah. Oh iya, kita sudahi perbincangan yang pertama ya. Sekarang yang kedua ya," ujar Umma lagi.
Cici mengangguk, memperhatikan wajah wanita cantik yang memakai gamis biru tua dengan jilbab hitam itu dengan tatapan tak enak hati.
"Kamu masih ngajar Les 'kan?" Cici menjawab dengan anggukan kepala.
"Mau tidak, mengajar Firda les?"
"Seperti biasa Umma, lewat online," jawab Cici. "Dan Cici hanya bisa seminggu sekali untuk saat ini," sambung gadis itu menjelaskan.
"Enggak bisa ke rumah, ya?" tanya Umma lagi. Tentu saja Cici tidak bisa, karena untuk ke rumah Fadil, itu tak mungkin baginya.
"Gimana ya, semua guru les bisanya ngajar online. Sedangkan Firda maunya bertatapan langsung dengan gurunya. Dia tidak suka jika daring," jelas Umma lagi.
"Mmmm ... Kalau mau, bisa ke rumah sini, Umma," kata Cici pelan.
Umma melirik ke arah lain, meminta persetujuan seseorang untuk jawaban ini dan seseorang di sana mengangguk-anggukkan kepalanya dengan mantap, menyuruh wanita itu untuk mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh Cici.
"Umma, melihat apa?" tanya Cici seraya turut menoleh ke arah di mana wanita dewasa itu melihat.
"Oh, haha." Umma tertawa lirih. "Enggak melihat apa-apa, Umma pikir ada penjual manisan, ternyata nggak ada. Biasanya lewat 'kan ya," ujar wanita itu.
"Iya, biasanya lewat. Tapi nanti sore Umma, enggak jam segini."
Umma yang merasa aneh dengan apa yang ia ucapkan lantas tertawa. Setelahnya, sesuai perintah putranya, ia pun lantas mengiyakan bahwasanya anak nomor duanya akan les di rumah Cici. Pun datangnya sesuai keinginan sang guru.
Sebenarnya, Cici merasa aneh. Karena adik dari Fadil itu sudah sekolah di tempat yang bagus dan agamanya banyak. Bahkan Firda juga terkenal dengan kepintarannya, lalu untuk apa masih les di tempatnya, begitu kira-kira pemikiran Cici.
Namun, karena sudah menolak segala hal yang barbau Fadil, jadi untuk kali ini Cici tak memiliki alasan lain lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
aqil siroj
dia kayaknya butuh ke psikolog deh....
butuh penanganan traumanya
2023-11-25
1