Cuaca siang hari, sepertinya tak membuat seorang pria yang berjalan di belakang seorang wanita merasa kepanasan. Padahal, matahari tengah terik-teriknya. Mungkin, rasa adem dari jilbab yang berkibar seiring berjalannya si pemakai membuat pria itu sedikit silir-silir selayaknya angin.
"Aku biasa pulang sendiri kok, Dil." ujar Cici.
Ya, saat ini yang berjalan adalah Cici dan Fadil. Padahal motor pria itu ada di depan toko roti, tapi dia tetap saja kukuh untuk mengantarkan gadis kesayangannya.
Sebenarnya, Cici tidak suka diantar seperti ini. Tapi, mau bagaimana lagi, pria tampan itu tetap saja mengikuti langkahnya dan dia tidak bisa marah.
"Aku memang biasa olah-raga loh, Ci," kata Fadil.
Setelahnya, Cici tak lagi perduli. Ia merasa bo doh amat akan pria yang entah kenapa siang hari ini terus saja mengganggunya. Di kata suka, sebenarnya dia tidak suka saat di dekati pria, apalagi di beri perhatian seperti sekarang ini. Tapi balik lagi, Cici tidak bisa marah begitu saja bukan.
Langkah Cici begitu cepat, seperti biasa menunduk dan tak perduli pada sekitar. Terlebih pada pria di belakangnya itu.
"Kamu jalan apa lari sih, Ci?" tanya Fadil.
"Berenang," jawab Cici asal.
"Hehe," Fadil tertawa. "Kamu bisa lawak juga ya, aku pikir cuma Caca loh yang bisa," katanya.
Tiba-tiba Cici berhenti, sampai membuat Fadil hampir saja menyentuh punggungnya jika saja kakinya tidak di rem seketika .
"Aku nggak mau kayak gini loh, Dil," katanya pelan.
"Kayak gimana?" Fadil mundur, tak sepatutnya ia berdiri di belakang Cici dengan begitu dekat. Lagipula, aroma wangi Cixi bisa membuatnya khilaf jika terus saja dekat.
"Nggak jadi." Cici melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Fadil dalam kebisuan.
Pria itu terbengong-bengong di tempatnya. Memandangi kepergian Cici yang semakin mempercepat langkah kakinya. Setelah melihat gadis kesayangannya membelokan langkahnya menuju ke rumah, bibir pria itu tersenyum. "Berjuang, Fadil. Iangat kata Abba, jangan pernah menyerah dan cinta itu butuh perjuangan," katanya seraya membalik badannya.
"Kenapa tadi nggak panas, sekarang panas banget Ya Allaah," kata Fadil yang kini tengah kembali berjalan menuju motornya berada. "Lumayan jauh loh, tapi kok Cici bisa ya, jalan kaki sejauh ini," sambung pria itu bergumam.
...----------------...
Sesampainya Cici di rumah, Rea heran karena waktu masih siang dan anaknya sudah berada di rumah. Terlebih saat sang putri pertama masuk ke dapur dan langsung duduk di lantai di sebelahnya seusai mengambil air minum. Satu gelas penuh Cici minum langsung dalam beberapa tegukan.
"Habis di kejar a n j i n g, Ci?" tanya Rea. Seperti biasa, anak gadisnya itu menggelengkan kepalanya.
"Terus?" tanya Rea yang penasaran.
"Lebih menyeramkan sih, Ma. Dari guk-guk," begitu jawab Cici.
"Hehe," Rea tertawa. "Bukan serigala 'kan?" tanya wanita yang saat ini tengah mengaduk adonan itu.
"Hmmm ... Nggak tahu lah Ma," kata Cici. "Nanti kalau udah selesai, aku mau buat brownies ya, Ma," sambung wanita cantik itu.
"Di toko, habis?" Rea bertanya seraya melihat langkah sang putri yang sudah beranjak dari duduknya dan mencuci gelas.
"Alhamdulillah, Ma. Habis tak tersisa. Tadi di bantuin sama Fadil. Tadinya Umma mau beli brownies, tapi malah Fadil belum ambil keburu habis, gara-gara bantuin layani pembeli pas aku lagi sholat." jelas Cici pada mamanya.
Rea tersenyum manis, "calon idaman," gumam wanita dewasa itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments