Berita

Aku tengah bersiap, memakai sedikit riasan agar tidak terlalu pucat, juga menyingkirkan mata sembab yang sangat kentara karena banyak menangis. Bukan alasan, aku memang pergi bentuk berusaha melupakan

banyak hal yang melukai.

Ketukan di pintu membuyarkan lamunanku. Aku mempersilakan mama masuk. Aku tahu mungkin dia sedang gelisah karena kucing yang aku sebut dan rela kutangisi ini mati.

“Ndu, itu bukan kucing yang kamu tangisi tadi?” tanya mama hati-hati.

“Mama, itu manusia. Bukan kucing, Ma.” Aku kesal lagi karena mama membawa topik kucing ke dalam obrolan kami.

“Jadi bukan itu. Dia ganteng juga, lo, Ndu.”

“Dia ketua kelas, Ma.” Aku menyambar tas kecil dan memasukkan ponsel di sana. Sementara tangan mama kucium dan keluar. Sedang Ando sudah siap di sofa dan berpamitan kalau dia akan mengajakku pulang tidak terlalu malam.

Aku merasa aku kurang peka dengan manusia di sekitarku. Aku pikir Ando

akan membawa motor, karena itu aku memakai celana panjang jeans supaya

memudahkanku untuk naik ke motornya.

Namun, sekarang yang kulihat adalah mobil sedan mercy warna hitam yang mengkilat. Ando menyuruhku segera masuk karena kita sudah terlambat.

“Tadi Dewi udah nelepon. Terus aku bilang kalau gue ngajak lo ke sana.”

“Emang awalnya gue nggak masuk daftar.”

“Bukan gitu, gue pikir lo bakal ngerayain kelulusan sama Andi atau sama Anya. Soalnya mereka nggak mau semua. Ya, udah gue nggak ngabarin

lo.”

“Terus kenapa jadi sekarang ngajak gue.”

“Elah, diem apa. Rumah Dewi udah nggak jauh dari sini. Yang penting sekarang lo bisa makan enak aja udah. Dijamin perut lo nggak bakal nyesel kalau ke rumah Dewi.

Sekarang aku sadar kenapa Ando mengatakan kalau aku nggak akan nyesel

datang. Begitu masuk gerbang, aku pikir ini adalah istana yang begitu mewah. Pagar yang tinggi begitu juga taman yang benar-benar tertata rapi. Aku jadi ingat sinetron tv, mirip itu rumahnya.

“Ayo masuk!” Ando mengajakku masuk, dia berada di depanku.

Begitu masuk, aku disambut dengan gaya american yang begitu memesona. Tangga yang berputar mewah dan banyak penantu yang lalu lalang di rumah ini.

“Ndu, makasih udah datang.” Dewi mencium pipi kanan kiriku, kemudian mengajakku ke belakang.

Ternyata tempat untuk barbeque ini di belakang rumah Dewi. Rumah ini terlampau besar dengan taman yang tidak main-main buatnya.

“Ndo, kata lo BBQ?” Aku sedikit berbisik di telinga Ando yang sedang duduk di sampingku sambil memainkan ponsel.

“Emang BBQ.”

“Ini terlihat seperti pesta.”

“Emang pesta kelulusan.”

“Dan lo nggak bilang, gue kayak gembel begini pakai celana panjang sama kaos.”

“Nggak papa, yang penting nyaman. Santai aja, Ndu.”

Sialan, Ando! Gimana tidak minder kalau tempat BBQ nya kayak beneran

professional yang aku paham pasti mahal banget. Ada banyak makanan

yang sudah siap santap dengan minuman berbagai warna terhidang di

meja.

Yang lebih membuatku takjub adalah wagyu yang ada di panggangan terlihat sangat tebal dan pasti yang makan puas dengan potongan

menakjubkan itu.

Ada beberapa orang dengan pakaian dan topi koki. Aku pikir mereka adalah chef yang memang datang untuk menyiapkan kami makanan. Dewi memang menakjubkan. Aku pikir dia seperti aku yang sedang-sedang saja

dan suka makan. Ternyata kastanya jauh di atasku.

“Halo, ini teman-teman Dewi semua, ya?” sapa seorang wanita cantik membawa tas bermerk dan menyalami kami semua. Aku takjub dengan mamanya, tetapi rasanya aku pernah melihatnya di suatu tempat.

“Terima kasih sudah datang, ya. Selamat berpesta.” Dewi menghampiri mamanya kemudian mencium tangannya. Mamanya mengelus pelan rambut putrinya, kemudian Dewi duduk kembali di tempat semula.

“Gue kayak pernah lihat mamanya Dewi?” gumamku sendirian. Aku sambil mengetuk-ketuk jariku berharap memory itu keluar.

“Lo beneran nggak tahu dia siapa?” Ando menatapku takjub.

“Emang lo tahu?”

“Siapa yang nggak tahu dia, kalau bukan orang udik kayak lo.”

“Emang siapa?”

“Itu Chef Renina yang ada di acara tv-tv. Masak terus dishooting jadi

chef artis gitu.”

“Oh … iya. Gue baru inget. Ayah sering nonton dia di tv.”

Aku menggelengkan kepala. Takjub dengan kehidupan keluargabteman-temanku. Begaimana aku mengajak mereka ke warung ayahku. Padahal di sana Cuma ada sese-mie aja bukan perusahaan besar seperti yang dilakukan keluarga teman-temanku. Harusnya aku bersyukur. Namun, melihat mereka lagi aku menjadi sedikit minder.

Aku mengambil satu potongan daging yang sudah matang. Ando juga mengambil yang sama. mereka semua terlihat bahagia.

Dewi yang sangat bersyukur karena setelah ini ada waktu buat dia membuat banyak konten makannya.

Ando yang maunya kuliah di sini ternyata harus menyusul kakaknya ke Amerika, meskipun untukku Atau beberapa teman lain yang beranggapan tidak akan belajar untuk beberapa minggu ke depan sampai perkuliahan masuk.

Mereka yang merencakan akan pergi liburan ke Lombok membuatku sangat iri. Aku nggak yakin mama akan mengizinkanku ikut dengan mereka.

Aku hanya mendengar mereka. Namun, sambil memasukkan daging ke

mjmulutku, pikiranku malah melayang ke Andi dan Anya yang sekarang pasti

sedang berdua di apart.

“Eh, si Anya mau tunangan sama Andi bukan sih?” Tiba-tiba Kiki bertanya yang membuatku menoleh seketika.

“Kata si Anya, dia bakal ikut ke mana Andi pergi karena orang tua mereka menjodohkan mereka,” timpal Ray yang ikut nimbrung.

Apa? Tunangan? Batinku. Pantas saja Anya melakukan itu ke Andi. Bagaimana bisa mereka tidak memberi tahuku apa pun.

“Ndu, gimana? Bener nggak ini informasinya?” aku tersenyum kecut.

“Gue nggak tahu. Kenapa jadi Tanya gue?”

“Bukannya kalian akrab? Barangkali mereka langsung merid kan?” Raja melihat ke atas sambil membayangkan.

“Wah … bakal jadi perusahaan rakasasa kalau mereka jadi nikah.” Dewi

sekarang ikut nimbrung.

“Bener, kalian tahu sendiri, kan? Gimana kayanya Andi dan Anya. Kata ayahku, mereka itu punya perusahaan sawit yang paling besar di Indonesia. Tahu kan gimana sawit?”

Semua geleng-geleng membayangkan betapa mewah dan glamournya kehidupan mereka, bahkan hanya membayangkannya saja aku tidak pantas. Aku juga harusnya sangat tahu diri gimana cara kerja orang kaya. Mereka akan mencari orang-orang yang selevel dengan mereka, supaya bisnis yang

berkembang bisa lebih maju. Mereka akan mengumpulkan kekuatan untuk menguasai pasar. Otomatis jika anak-anak mereka menikah, secara finansial dan kekuatan mereka akan lebih kuat.

Tiba-tiba di bawah kursi tangan Ando meraihku. Digenggamnya tanganku

seoalah memberi kekuatan. Dia mungkin tahu kenapa yang aku rasakan. Atau mungkin selama ini dia hanya pura-pura bodoh saja tanpa mau menanyakan apa pun.

_______

semoga suka yaaa

love,

ah reum

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!